Jumat, 26 September 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Armenia Putus Hubungan dengan Rusia dan Vladimir Putin Tak Bisa Menghentikannya

Perang Ukraina tersebut menguras sumber daya dan perhatian Rusia, sehingga terjadi kekosongan kekuasaan di Kaukasus Selatan. Armenia muak janji Moskow

Valery Sharifulin/TASS
BERPALING - Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Armenia menunjukkan tanda-tanda mulai berpaling dari Rusia dalam hubungan kedua negara bekas Uni Soviet tersebut. 

Namun Putin tidak akan mundur begitu saja.

Penunjukan Kiriyenko merupakan bagian dari upaya terakhir untuk membendung gelombang itu, tetapi kemungkinan besar sudah terlambat.

Suara-suara yang mendukung Kremlin di Armenia mulai kehilangan kredibilitas, dan masyarakat Armenia tidak lagi takut mempertanyakan motif atau kompetensi Rusia.

Di jalan-jalan Yerevan, gelombang orang Rusia yang datang pasca-mobilisasi telah mereda.

Mayoritas dari sekitar 100.000 orang Rusia yang diasingkan telah kembali atau pindah, kecewa dengan terbatasnya kesempatan dan peluang naiknya kesejahteraan. 

"Orang Rusia tidak dirindukan. Bahkan, seorang teman Armenia mengeluh bahwa sewa rumahnya hampir dua kali lipat dalam setahun dari 100.000 dram ($250) menjadi 180.000 ($475) karena lonjakan permintaan perumahan," kata Jason.

Armenia mungkin sedang memikirkan kembali aliansi keamanannya, tetapi tidak akan menjadi planet terpisah di Kaukasus Selatan.

"Geografi adalah takdir. Rusia tetap menjadi tetangga — bahkan tanpa perbatasan bersama — dan perdagangan dengan Moskow masih menjadi pilar utama ekonomi Armenia," katanya. 

Jason menjelaskan, merek-merek Rusia seperti VTB, Gazprom, dan Yandex Taxi masih menandai kehadiran Moskow di Armenia.

Negara ini juga masih sangat bergantung pada Rusia untuk gas alam dan listrik.

Bahkan lonjakan perdagangan baru-baru ini, yang didorong oleh penghindaran sanksi, dianggap bersifat sementara.

"Di balik permukaan, pengaruh Rusia memudar, dan bahkan di pusat kota Yerevan, banyak anak muda tidak lagi berbicara atau mengerti bahasa Rusia," papar Jason.

Kunjungan Pashinyan ke Moskow untuk Hari Kemenangan pada 9 Mei merupakan isyarat yang diperhitungkan untuk meyakinkan Kremlin bahwa poros Barat Armenia tidak berarti memisahkan Rusia sepenuhnya.

Namun sebagai tanda meningkatnya kekhawatiran di Moskow, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov melakukan perjalanan ke Yerevan bulan lalu untuk melakukan pembicaraan dengan Pashinyan — kunjungan yang secara luas dipandang sebagai upaya untuk menegaskan kembali pengaruh Rusia yang memudar. 

Pandangannya jelas: Armenia tidak lagi memandang Moskow sebagai pelindung utamanya. Lavrov datang bukan sebagai sekutu yang dapat dipercaya, tetapi sebagai utusan dari negara yang jaminan keamanannya telah berulang kali gagal.

Jika Rusia benar-benar ingin tetap relevan di Kaukasus Selatan, ia perlu memperhitungkan fakta bahwa paksaan tidak lagi berhasil. 

"Armenia telah belajar dengan cara yang sulit bahwa janji-janji Moskow bersifat bersyarat, tidak dapat diandalkan, dan pada akhirnya hanya menguntungkan diri sendiri. Sekarang, Yerevan sedang menentukan arahnya sendiri. Rusia mungkin masih hadir, tetapi tidak lagi menjadi penentu," kata Jason dalam kesimpulan kalau pengaruh kental Rusia di Armenia sudah luntur.

 

(oln/tmt/*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan