Konflik Iran Vs Israel
BREAKING NEWS: Amerika Evakuasi Staf Kedubes di Timur Tengah, Perang Israel-AS Vs Iran di Depan Mata
Israel dan Amerika diyakini akan melancarkan serangan militer ke fasilitas nuklir Iran dalam waktu dekat.
Penulis:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Israel dan Amerika diyakini akan melancarkan serangan militer ke fasilitas nuklir Iran dalam waktu dekat.
Pakar dan media internasional memprediksi hal tersebut setelah melihat sejumlah indikasi yang biasa muncul menjelang digelarnya operasi militer.
Washington Post melaporkan, AS mulai mengevakuasi staf kedutaan dari sejumlah kedutaan besar mereka di Timur Tengah, termasuk Irak dan Qatar.
Personel militer yang "tidak penting" juga diperintahkan meninggalkan pangkalan di negara-negara teluk.
Langkah-langkah yang tidak biasa ini dilakukan menjelang putaran penting negosiasi nuklir antara AS dan Iran, dan di tengah ancaman Teheran untuk meluncurkan rudal terhadap pangkalan militer AS di wilayah tersebut sebagai balasan atas serangan apa pun terhadap fasilitas nuklir negara muslim Syiah tersebut.
Saaat ditanya wartawan, apa alasannya mengeluarkan sejumlah personel kedutaan dan militer dari Timur Tengah, Trump hanya menjawab singkat. "Anda segera mengetahui jawabannya."
Sementara persiapan juga dilakukan Israel dalam beberapa jam terakhir.
Sejumlah akun OSINT (Open Source Intelligence) di media sosial X mengunggah video yang disebut pengerahan batrei pertahanan udara Iron Dome oleh IDF ke berbagai titik.
Pergelaran sistem pertahanan udara tersebut diduga untuk mengantisipasi serangan balik Iran.
Dari sisi Iran, Panglima Garda Revolusi Jenderal Hossein Salami mengatakan, pihaknya telah siap menghadapi ancaman yang datang, entah dari Amerika Serikat atau Israel.
"Pasukan kami sepenuhnya siap untuk melawan ancaman apa pun dan bersiap untuk mengatasi setiap skenario yang mungkin terjadi."
Menteri Pertahanan Republik Islam Iran Amir Nasirzadeh juga memperingatkan, Teheran akan menargetkan semua pangkalan Amerika di wilayah tersebut jika konflik pecah.
"Jika negosiasi gagal dan konfrontasi dipaksakan kepada kami, kami akan menyerang target kami. Iran akan menargetkan semua pangkalan Amerika di negara tuan rumah tanpa ragu-ragu," ujarnya, Rabu (12/6/2025).
Nasirzadeh menambahkan bahwa Iran "tidak akan tinggal diam dan akan membalas dengan tegas setiap agresi."
Ia juga mengumumkan bahwa Iran menguji rudal dengan hulu ledak seberat dua ton minggu lalu, seraya menambahkan bahwa pasukan Iran "lengkap dan siap."
Eskalasi Timur Tengah
Dalam beberapa bulan terakhir, pejabat intelijen AS semakin khawatir bahwa Israel mungkin memilih untuk menyerang fasilitas nuklir Iran tanpa persetujuan Amerika Serikat.
Langkah seperti itu hampir pasti akan menggagalkan negosiasi nuklir yang rumit dari pemerintahan Trump dan mendorong pembalasan Iran terhadap aset AS di kawasan tersebut.
Teheran telah lama mengatakan Amerika Serikat, sebagai pendukung militer dan politik terbesar Israel, akan menanggung akibatnya jika Israel menyerang Iran.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Pete Hegseth telah mengizinkan “keberangkatan sukarela” anggota keluarga militer dari berbagai pangkalan di Timur Tengah, kata seorang pejabat pertahanan.
Komando Pusat AS, markas besar militer yang mengawasi wilayah tersebut, bekerja sama erat dengan rekan-rekan dan sekutu Departemen Luar Negeri untuk menjaga kesiapan yang konstan guna mendukung berbagai misi kapan saja, pejabat tersebut menambahkan.
"Kami mengamati dan khawatir," kata seorang diplomat senior di wilayah tersebut. "Kami pikir ini lebih serius daripada sebelumnya."
Iran telah mendesak Amerika Serikat untuk memprioritaskan solusi yang dinegosiasikan, dengan misinya di Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa "diplomasi — bukan militerisme — adalah satu-satunya jalan ke depan."
"Iran tidak mencari senjata nuklir, dan militerisme AS hanya memicu ketidakstabilan," kata misi tersebut di media sosial.
"Warisan CENTCOM yang memicu ketidakstabilan regional, melalui persenjataan agresor dan memungkinkan kejahatan Israel, menghilangkan kredibilitasnya untuk berbicara tentang perdamaian atau non-proliferasi."
Iran dan Amerika Serikat dijadwalkan untuk mengadakan putaran keenam perundingan langsung di Oman pada hari Minggu antara negosiator AS Steve Witkoff dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi, bersama dengan diskusi antara tim teknis mereka.
Namun, orang-orang yang mengetahui perencanaan tersebut mengatakan pada hari Rabu kemarin bahwa ada kemungkinan perundingan tidak akan terjadi.
Trump menggambarkan perundingan, yang dimulai pada bulan April, sebagai arah yang positif dan mengatakan bahwa ia telah memberi tahu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menunda rencana militer apa pun.
Namun pada hari Rabu, Trump mengatakan bahwa ia "kurang yakin" bahwa Iran akan menyetujui tuntutan AS untuk menutup sepenuhnya program pengayaan nuklirnya.
Ia sering mengatakan bahwa Iran tidak akan pernah diizinkan memiliki senjata nuklir dan telah mengancam tindakan militer jika kesepakatan tidak tercapai.
Dalam sebuah posting di X pada hari Rabu, Araghchi mengatakan bahwa tuntutan Trump agar Iran tidak mengembangkan senjata nuklir "sebenarnya sejalan dengan doktrin kami sendiri dan dapat menjadi landasan utama untuk sebuah kesepakatan."
"Jelas bahwa sebuah kesepakatan yang dapat memastikan sifat damai yang berkelanjutan dari program nuklir Iran dapat dicapai — dan dapat dicapai dengan cepat," katanya.
Meskipun Witkoff mengindikasikan di awal negosiasi bahwa beberapa jenis kompromi dapat dicapai yang akan memungkinkan Iran untuk terus memproduksi sejumlah kecil uranium yang diperkaya tingkat rendah untuk keperluan sipil, pemerintah sejak itu menolak kemungkinan itu.
Dewan gubernur Badan Tenaga Atom Internasional mengadakan pertemuan minggu ini di Wina, di mana Direktur Jenderal Rafael Grossi melaporkan pada hari Selasa bahwa Iran telah secara dramatis meningkatkan jumlah material yang mendekati tingkat senjata yang dimilikinya.
Berdasarkan perjanjian nuklir 2015 yang ditandatangani dengan pemerintahan Obama dan negara-negara besar dunia lainnya, Iran setuju untuk membatasi pengayaannya ke tingkat rendah untuk keperluan medis, energi, dan penelitian.
Sebagai kompensasi, sejumlah sanksi ekonomi yang telah menjerat negara itu selama puluhan tahun akan dicabut.
Namun, kesepakatan itu justru dilanggar sendiri oleh Amerika Serikat ketika dipimpin Donald Trump.
Teheran kemudian merespons dengan mulai memproduksi dan menimbun uranium yang sangat diperkaya.
IAEA melaporkan Iran sekarang memiliki persediaan bahan bakar seberat 900 pon, hanya selangkah lagi dari apa yang dapat digunakan dalam senjata nuklir.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.