Senin, 8 September 2025

Konflik Iran Vs Israel

Serangan Israel Bisa Bangkitkan Bom Nuklir Iran, Apalagi Ada Jenderal yang Tewas

Serangan yang dilancarkan Israel pada Jumat (14/6/2025) waktu setempat disebut menewaskan sejumlah pejabat tinggi, termasuk Kepala Militer Iran Mohamm

zoom-inlihat foto Serangan Israel Bisa Bangkitkan Bom Nuklir Iran, Apalagi Ada Jenderal yang Tewas
IST/ISNA
Inilah kawasan pembangkit nuklir milik Iran

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketegangan di Timur Tengah memuncak usai serangan Israel menghantam situs militer dan nuklir Iran. Sejumlah analis internasional memperingatkan, serangan ini bisa mendorong Teheran untuk meninggalkan jalur diplomasi dan mempercepat program bom nuklirnya.

Serangan yang dilancarkan Israel pada Jumat (14/6/2025) waktu setempat disebut menewaskan sejumlah pejabat tinggi, termasuk Kepala Militer Iran Mohammad Bagheri dan Kepala Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Hossein Salami.

Sebagai respons, Iran membalas dengan meluncurkan rudal balistik dan drone ke wilayah Israel.

Menurut Ali Vaez, pakar Iran di International Crisis Group (ICG), agresi israel ini bisa menjadi pemicu Iran menghidupkan kembali ambisi senjata nuklirnya.

“Salah satu kekhawatiran dalam menyerang lokasi nuklir adalah bahwa kemunduran dapat menyebabkan Iran menyusun kembali operasi mereka dengan upaya yang lebih gigih untuk memperoleh pencegahan nuklir,” kata Ali Vaez, dikutip dari Al Jazeera.

Senada dengan itu, analis Timur Tengah dari Institute for War and Peace Reporting, Reza H. Akbari, menyebut serangan ini semakin memperkuat posisi kalangan garis keras di Iran yang menolak negosiasi dengan Barat.

“[Serangan itu] kemungkinan mengonfirmasi posisi garis keras dan ultra garis keras yang mengatakan bahwa Iran membuang-buang waktu untuk mencoba bernegosiasi dengan Barat… mereka mengatakan Iran tidak akan pernah bisa bernegosiasi dari posisi yang lemah dan bersikap lunak,” ujar Akbari.

Baca juga: Iran Gempur Balik Israel, Bandara Tel Aviv Lumpuh Total, Maskapai Kabur Evakuasi Pesawat

Ketegangan ini terjadi di tengah macetnya pembicaraan nuklir Iran-AS pasca AS keluar dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2018 di bawah Presiden Donald Trump.

Padahal, kesepakatan yang diteken pada 2015 di era Barack Obama itu sempat memulihkan hubungan diplomatik dan menahan laju pengayaan uranium Iran.

Kini, serangan Israel dinilai menutup peluang kesepakatan baru. Apalagi, menurut Akbari, aksi militer tersebut telah dirancang sejak lama dan kemungkinan besar diketahui oleh Amerika Serikat.

“Sulit untuk membayangkan bahwa seseorang yang berada di posisi pemimpin tertinggi Iran [Ali Khamenei] tidak memihak garis keras setelah ini,” tegasnya.

Ketakutan Iran atas nasib seperti Libya juga semakin nyata. Iran disebut terus menjadikan pengalaman Muammar Gaddafi sebagai pelajaran penting: menyerah pada tekanan nuklir bisa berujung kehancuran.

Baca juga: 386 WNI Terjebak di Iran saat Israel Serang Teheran, Mayoritas Mahasiswa, Rencana Darurat Disiapkan

Negar Mortazavi, analis dari Center for International Policy (CIP), menilai Iran mungkin akan mempercepat pengembangan senjata nuklir dan menarik diri sepenuhnya dari JCPOA.

"Skenario [Libya] adalah sesuatu yang telah diperhatikan oleh Iran, dan mereka tidak ingin menempuh jalan itu," ungkap Mortazavi.

"Seberapa jauh dan seberapa cepat Iran akan memperluas program nuklirnya masih belum jelas," imbuhnya.

Seiring meningkatnya ketegangan militer dan diplomatik, kawasan Timur Tengah memasuki fase paling berbahaya dalam satu dekade terakhir. Ancaman bom nuklir Iran kini bukan lagi skenario fiktif, tapi kemungkinan nyata.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan