Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Pengelolaan Data Pribadi Warga Indonesia Diserahkan ke AS, Apa Manfaat dan Risikonya?
Pengelolaan data pribadi masyarakat Indonesia oleh AS ini menjadi sorotan publik setelah munculnya kesepakatan dagang
Penulis:
Muhammad Zulfikar
Editor:
Hasiolan Eko P Gultom
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 mulai berlaku sejak 17 Oktober 2022.
UU ini merupakan tonggak penting dalam menjamin hak privasi warga negara di era digital.
"Pemerintah Indonesia telah memperkuat kerangka hukum melalui UU PDP," kata Andrie Taruna, Kamis (24/7/2025).
Ditambah lagi, ada regulasi yang juga memberikan penguatan teknis yakni Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Sehingga dalam konteks transfer data tersebut, ada jaminan bahwa tata kelola data-data tersebut dilakukan dengan sangat profesional. Sebab negara penerima memiliki jaminan perlindungan data yang lebih kredibel.
"Regulasi ini menentukan bahwa transfer data lintas batas hanya boleh dilakukan jika negara tujuan memiliki perlindungan setara atau lebih tinggi, atau dengan penjaminan perlindungan adekuat, dan/atau persetujuan eksplisit pemilik data," ujarnya.
Pun demikian, perjanjian antara Indonesia dengan Amerika Serikat dalam Joint Statement on Framework for United States–Indonesia Agreement on Reciprocal Trade, harus bisa menjamin bahwa data-data Indonesia tidak disalahgunakan.
Terlebih kata dia, bahwa Indonesia pun belum memiliki lembaga khusus yang melakukan pengelolaan data pribadi, baik dalam bentuk Lembaga atau Badan, meskipun Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi sudah dibentuk.
"Masih terdapat ruang ambigu terkait apakah AS benar-benar dikategorikan sebagai negara dengan perlindungan setara? Belum ada daftar resmi negara whitelist dari BPDP, dan implementasi mekanisme ini masih dalam proses peraturan lanjutan," tuturnya.
Oleh sebab itu, pihaknya pun berharap pemerintah Indonesia khususnya dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Digital lebih menekankan transparansi bagaimana data-data pribadi yang dimaksud dalam perjanjian dengan Amerika Serikat dikelola.
"Kami menekankan pentingnya kepastian hukum dan transparansi, klausul perjanjian harus disesuaikan dengan standar UU PDP, serta memperjelas mekanisme pengawasan dan sanksi jika terjadi pelanggaran," ujar Andrie.
Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia saat ini, ia berpendapat bahwa negara harus segera membentuk sebuah badan atau lembaga seperti Badan Perlindungan Data Pribadi (BPDP) untuk memberikan jaminan dan kepastian, bahwa data yang ditransfer lintas negara benar-benar dikelola dengan aman dan kredibel.
"Kami menyoroti perlunya pembentukan segera BPDP sebagai otoritas pengawasan. Kemudian Implementing regulations yang tegas terkait transfer lintas batas hingga adanya jaminan end-to-end data protection, baik itu enkripsi, audit, DPO (Data Protection Officer) dan breach notification," katanya.
Di sisi lain, pihaknya pun memberikan pandangannya, bahwa ada kemungkinan pelibatan korporasi nasional untuk melakukan kolaborasi yang lebih luas dengan platform global dalam rangka mengefisiensikan biaya infrastruktur, seperti misalnya tidak perlu lagi bangun data center lokal, dan meningkatkan investasi digital dari Amerika Serikat.
Risiko Ketergantungan
Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Trump Merasa 'Ditampar' saat India, Rusia, dan China Lakukan Pertemuan, Langsung Beri Peringatan |
---|
Trump Tolak Tawaran Manis India: Tarif Nol Persen Tak Lagi Berarti, Sudah Terlambat! |
---|
Industri Otomotif Kehilangan 51.500 Lapangan Kerja Akibat Tekanan Tarif Dagang |
---|
Trump Murka, Siap Gugat ke Mahkamah Agung Usai Tarif Dagang Andalannya Dinyatakan Ilegal |
---|
Acuhkan Ancaman Tarif Trump, India Tingkatkan Ekspor Minyak dari Rusia |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.