Selasa, 26 Agustus 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Panglima Militer Israel Desak Netanyahu Segera Setujui Kesepakatan Pertukaran Sandera

Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Jenderal Eyal Zamir, mendesak PM Netanyahu untuk segera menerima proposal pertukaran tahanan.

Kementerian Pertahanan Israel
EYAL ZAMIR - Foto ini diambil dari laman resmi Kementerian Pertahanan Israel yang menunjukkan mantan jenderal Israel Eyal Zamir. Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Jenderal Eyal Zamir, mendesak PM Netanyahu untuk segera menerima proposal pertukaran tahanan. 

TRIBUNNEWS.COM - Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Jenderal Eyal Zamir, pada Minggu (24/8/2025), secara tegas mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk segera menerima proposal pertukaran tahanan yang tengah dibahas.

Zemir memperingatkan,rencana pendudukan Kota Gaza membawa 'risiko serius' bagi keselamatan nyawa para sandera Israel yang masih berada di Gaza,

Seruan keras ini muncul di tengah meningkatnya tekanan dari keluarga para sandera yang menginginkan pembebasan orang-orang tercinta mereka. 

Situasi ini semakin mendesak setelah Netanyahu pada hari Kamis, lalu memerintahkan negosiasi segera untuk pembebasan seluruh sandera.

Namun, di saat yang sama, Netanyahu tetap melanjutkan rencana militer untuk menduduki Kota Gaza dan merelokasi penduduknya.

Serangan militer Israel ke Gaza bermula pada Oktober 2023.

Hingga saat ini, Israel masih terus melancarkan serangannya hingga menewaskan hampir 62.700 warga Palestina di Gaza.

Dalam beberapa pekan terakhir, Netanyahu menuntut gencatan senjata yang bersyarat, memungkinkan dilanjutkannya operasi militer sambil membuka ruang bagi negosiasi pertukaran tahanan.

Komentar terbaru Netanyahu menunjukkan ia mungkin sedang mencari kesepakatan dengan ketentuan baru.

Sementara, para mediator dari Mesir dan Qatar masih menunggu tanggapan resmi dari pemeritnah Israel terhadap proposal yang sudah disepakati sebagian oleh Hamas.

Menurut Zamir, saat ini Israel seharusnya menyetujui kesepakatan tersebut.

"Ada kesepakatan di atas meja, dan harus segera disepakati," kata Zamir dalam komentar yang disiarkan oleh Channel 13 Israel.

Baca juga: Buldoser Israel Menggila, Babat Habis Ratusan Pohon Zaitun Milik Petani Palestina

Ia menegaskan keputusan ini berada di tangan Netanyahu.

"Tentara telah menyediakan persyaratan untuk penyelesaiannya, dan keputusan sekarang ada di tangan Netanyahu," tambahnya.

Namun, ia kembali menyuarakan kekhawatirannya terkait risiko pendudukan Kota Gaza yang menurutnya bisa membahayakan nyawa sandera yang tengah ditahan.

"Tentara memang mampu menduduki Gaza, tetapi operasi tersebut dapat membahayakan nyawa para sandera,” ujarnya, dikutip dari Anadolu Ajansi.

Pernyataan Zamir disambut baik oleh keluarga para sandera. 

Mereka menyatakan kepala staf militer tersebut mewakili suara mayoritas publik Israel yang menginginkan kesepakatan komprehensif untuk memulangkan sekitar 50 sandera sekaligus mengakhiri perang.

Saat ini, Israel memperkirakan sekitar 50 orang sandera masih berada di Gaza, dengan 20 di antaranya masih hidup. 

Sebaliknya, Tel Aviv menahan lebih dari 10.800 warga Palestina, di tengah laporan dari kelompok hak asasi manusia yang menyuarakan kekhawatiran mengenai penyiksaan dan pengabaian medis terhadap tahanan tersebut.

Pada Jumat lalu, Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, memberikan persetujuan terhadap rencana militer untuk menduduki Kota Gaza, dengan janji melakukan penembakan besar-besaran dan pemindahan penduduk secara paksa.

Negosiasi Gencatan Senjata

Hingga saat ini, negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih belum menghasilkan kesepakatan final, meskipun ada beberapa perkembangan penting.

Pembicaraan yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat menghadapi hambatan serius akibat perbedaan posisi kedua belah pihak.

Hamas telah mengumumkan persetujuan mereka terhadap proposal gencatan senjata yang diajukan oleh Mesir. 

Proposal ini mencakup gencatan senjata bertahap, pertukaran sandera dengan tahanan Palestina, dan penarikan sebagian pasukan Israel.

Meskipun Hamas telah setuju, Israel belum memberikan tanggapan resmi yang jelas. 

Sikap Israel ini menjadi penghambat utama, karena para mediator dari Qatar dan Mesir menyatakan "bola panas" sekarang berada di tangan Netanyahu.

Salah satu poin krusial yang menyebabkan kebuntuan adalah tuntutan Israel untuk tetap mempertahankan kendali keamanan dan kehadiran militernya di Gaza, bahkan setelah gencatan senjata. 

Tuntutan ini secara tegas ditolak oleh Hamas yang menginginkan penarikan penuh pasukan Israel.

Perdana Menteri Netanyahu menghadapi tekanan besar dari berbagai pihak. 

Di satu sisi, ada desakan kuat dari keluarga sandera dan petinggi militer untuk menerima kesepakatan demi keselamatan sandera. 

Di sisi lain, ia juga menghadapi tuntutan dari faksi sayap kanan dalam pemerintahannya yang menolak keras gencatan senjata.

Mesir dan Qatar terus berupaya keras sebagai mediator untuk menjembatani kesenjangan antara kedua belah pihak. 

Sejak Oktober 2023, operasi militer Israel telah menewaskan hampir 62.700 warga Palestina di Gaza, menghancurkan banyak infrastruktur vital dan memperburuk krisis kemanusiaan, termasuk kelaparan yang melanda kawasan tersebut.

Selain tekanan militer dan diplomatik, Israel juga menghadapi konsekuensi hukum internasional yang serius.

Pada November tahun lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan selama operasi militer di Gaza.

Lebih jauh lagi, Israel menghadapi dakwaan genosida di Mahkamah Internasional terkait konflik yang terus membara di wilayah tersebut.

(Tribunnews.com/Farra)

Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan