Selasa, 23 September 2025

Peringatan 60 Tahun Tibet Dihadiri Xi Jinping dan Delegasi Pusat Tiongkok

Kemunculan kembali Presiden Tiongkok Xi Jinping di Tibet menjadi sorotan, terutama setelah pertemuan tahunan Beidaihe 2025.

Editor: Wahyu Aji
Instagram Xi Jinping
Presiden Tiongkok Xi Jinping - Presiden China Xi Jinping di negaranya, Senin (17/2/2025). Kemunculan Xi di Tibet menjadi sorotan, terutama setelah pertemuan tahunan Beidaihe 2025. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemunculan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Tibet menjadi sorotan, terutama setelah pertemuan tahunan Beidaihe 2025. 

Lanskap politik Tiongkok kini memasuki fase transformasi yang tenang, namun tak terelakkan.

Xi tiba-tiba muncul di Tibet setelah tiga pekan absen dari ruang publik. Menurut laporan Mekong News, Kamis (18/9/2025), kunjungan tersebut bertepatan dengan peringatan 60 tahun Daerah Otonomi Tibet (TAR) dan dinilai bukan sekadar seremonial.

Kunjungan itu sekaligus menjadi penegasan simbolis otoritas di wilayah yang memiliki ikatan historis dengan dua tokoh politik, yakni Hu Jintao dan Hu Chunhua.

Tibet sejak lama dipandang sebagai basis pengaruh faksi reformis dan moderat dalam Partai Komunis Tiongkok.

Kedatangan Xi di Lhasa pada 20 Agustus 2025 tercatat sebagai penampilan publik pertamanya sejak konklaf Beidaihe, sebuah forum tertutup para elite senior partai.

Waktu dan lokasi kunjungan tersebut segera menarik perhatian internasional.

Tibet kerap dipandang sebagai perbatasan politik sekaligus ideologis.

Hu Chunhua pernah menjabat sebagai Sekretaris Partai di wilayah ini dan bahkan sempat digadang-gadang sebagai rising star serta calon penerus.

Kehadiran Xi di sana, bersama rombongan pejabat tinggi, ditafsirkan sebagai upaya terencana untuk menunjukkan kendali penuh sekaligus meredam spekulasi terkait memudarnya pengaruhnya.

Peringatan 60 tahun Daerah Otonomi Tibet itu sendiri berlangsung dengan skala besar. Hampir 20.000 orang, mulai dari pejabat, tentara, hingga pelajar, turut serta dalam acara yang diorganisir dengan begitu rapi.

Secara visual, perayaan itu menyerupai tontonan ala Korea Utara, dengan dominasi bendera merah, tarian koreografis, dan penampilan publik yang serba terkendali.

Kemunculan Xi disertai kehadiran Hu Chunhua sebagai bagian dari delegasi pusat.

Setelah sempat disingkirkan ke jabatan seremonial di Badan Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok (CPPCC), kehadiran Hu di Tibet dipandang sebagai sinyal rehabilitasi politik.

Bagi sebagian pengamat, langkah itu mencerminkan kompromi politik yang kemungkinan lahir dari konsensus Beidaihe.

Kehadiran Hu di samping Xi dipandang sebagai kalibrasi ulang aliansi. Hu memiliki kefasihan bahasa Tibet dan ikatan panjang dengan wilayah tersebut, faktor yang bisa memberinya kredibilitas jika kembali diberi peran dalam pemerintahan.

Konsensus partai tampaknya mengarah pada penyeimbangan kepemimpinan dengan memberi ruang bagi suara-suara moderat.

Gejolak Internal

Bersamaan dengan itu, media PLA Daily merilis artikel yang kembali menegaskan Xi sebagai “pemimpin inti” partai, istilah yang sempat jarang digunakan dalam beberapa bulan terakhir.

Retorika baru ini tampak ditujukan untuk memperkuat citra stabilitas dan kesinambungan, meski Komisi Militer Pusat (CMC) masih diguncang gejolak internal.

CMC kehilangan sejumlah figur kunci setelah Menteri Pertahanan Li Shangfu, Kepala Departemen Pekerjaan Politik Miao Hua, dan Wakil Ketua He Weidong tersingkir dari jabatan.

Situasi ini meninggalkan tiga kursi kosong di pucuk komando militer.

Jenderal Zhang Youxia, sekutu lama Xi, dilaporkan mulai menyusun struktur kepemimpinan baru.

Dalam komposisi sementara, Liu Yuan, putra mantan Presiden Liu Shaoqi, dipanggil kembali sebagai pelaksana tugas wakil ketua bidang politik.

Jenderal Kai Ying diyakini ditunjuk sebagai pelaksana tugas kepala staf umum, sementara Jenderal Wang Guanzhong memimpin departemen pekerjaan politik.

Menjelang parade militer 3 September, Zhang Youxia juga memindahkan Pasukan Grup Kedua yang loyal kepadanya untuk menggantikan Pasukan Grup Pertama di Beijing.

Perubahan ini oleh sebagian analis dipandang sebagai langkah pengamanan, sementara yang lain menilainya sebagai demonstrasi kekuatan terselubung. Lebih dari 40.000 tentara dan peralatan berat ikut digerakkan, menciptakan atmosfer tegang dan penuh spekulasi.

Sumber-sumber independen, termasuk cendekiawan eksil Wu Zuoli, menyebut pertemuan Beidaihe menghasilkan konsensus empat poin untuk mengkalibrasi ulang kekuasaan internal Partai Komunis Tiongkok.

Pertama, Xi Jinping akan tetap menjabat demi menjaga stabilitas sosial, namun propaganda kultus pribadi akan dikurangi. Kedua, amandemen konstitusi akan mengembalikan batas dua periode jabatan presiden, yang otomatis membatasi masa kepemimpinan Xi.

Ketiga, partai, pemerintahan, dan militer akan diberi ruang otonomi lebih besar. Keempat, sebuah badan pusat akan dibentuk untuk memandu persiapan Sidang Pleno Keempat serta Kongres Partai ke-21.

Revolusi

Seiring pergeseran ini, beberapa tokoh lama juga kembali muncul. Mantan Perdana Menteri Wen Jiabao, mantan Ketua CPPCC Li Ruihuan, Hu Jintao, hingga Jiang Zemin disebut ikut terlibat dalam upaya menjaga keseimbangan transisi.

Di hari yang sama, sejumlah tokoh elite lain juga menjalankan agenda terpisah. Perdana Menteri Li Qiang meninjau sektor biofarmasi Beijing, Wakil Presiden Han Zheng bertemu dengan pimpinan Novo Nordisk Denmark, dan Menteri Luar Negeri Wang Yi mengadakan pertemuan dengan pejabat Afghanistan.

Hanya Zhang Youxia yang absen dari sorotan publik, semakin memicu spekulasi tentang manuver di balik layar.

SUMBER

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan