Kamis, 9 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

PM Inggris Larang Demo Pro-Palestina, Ajak Warga Ingat Israel pada 7 Oktober

PM Inggris Keir Starmer melarang demonstrasi pro-Palestina, menyarankan warga simpati ke Israel pada peringatan 7 Oktober.

Facebook Keir Starmer
PERDANA MENTERI INGGRIS - Foto diunduh dari Facebook Keir Starmer, Rabu (8/10/2025), terlihat Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dalam unggahannya pada 31 Agustus 2025. Starmer mendesak para mahasiswa untuk tidak melakukan demonstrasi pro-Palestina pada Selasa, 7 Oktober 2025. 

Isinya, Inggris mendukung pendirian "tanah air nasional bagi bangsa Yahudi" di Palestina, yang artinya Inggris menjanjikan gerakan Zionis sebuah negara di mana penduduk asli Arab Palestina merupakan lebih dari 90 persen populasi, dijelaskan Al Jazeera.

Liga Bangsa-Bangsa (LBB/Cikal bakal PBB) menetapkan Mandat Palestina pada tahun 1920 dan memberikan mandat itu kepada Inggris pada tahun 1922 untuk membantu dan mempersiapkan kemerdekaan Palestina.

Di sisi lain, Inggris juga menjalankan perintah dalam Deklarasi Balfour, sehingga mengizinkan gelombang migrasi besar-besaran para Yahudi dari Eropa ke tanah Palestina.

Di antara imigran tersebut, beberapa membawa ideologi Zionisme yang ingin mendirikan negara Yahudi di Palestina, menyebabkan konflik berdarah dengan warga lokal Palestina yang telah menampung mereka.

Perubahan demografi yang besar dengan datangnya gelombang imigran Yahudi dari Eropa telah menekan warga lokal Palestina, yang khawatir Inggris menyita tanah mereka untuk diberikan kepada para imigran.

Konflik antara Yahudi-Zionis dan warga lokal Palestina berlangsung selama bertahun-tahun, hingga LBB mengeluarkan gagasan solusi dua negara melalui Resolusi 181 Majelis Umum pada 3 September 1947 (UN Partition Plan).

Gagasan tersebut muncul dalam upaya membagi wilayah untuk imigran Yahudi-Zionis dan warga lokal Arab di wilayah tersebut.

Palestina menolak rencana tersebut karena resolusi itu memberikan 55 persen wilayah Palestina kepada para imigran Yahudi.

Pada saat itu, Palestina memiliki 94 persen wilayah Palestina bersejarah dan mencakup 67 persen penduduknya, sementara populasi Yahudi membengkak hingga 33 persen di Palestina, namun hanya memiliki enam persen tanah.

Meski ada gagasan tersebut, sebelum berakhirnya mandat Inggris atas Palestina, militan Yahudi Zionis mendeklarasikan berdirinya Israel di Palestina pada 14 Mei 1948.

Deklarasi tersebut memicu pengusiran massal oleh para militan Yahudi Zionis yang memaksa 750.000 warga lokal Palestina meninggalkan rumah mereka, yang dikenal sebagai peristiwa Nakba (malapetaka).

Zionis merebut 78 persen wilayah Palestina yang bersejarah.

Sisanya, 22 persen, dibagi menjadi wilayah yang kini menjadi Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza yang dikepung.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved