Konflik Palestina Vs Israel
Wanda Hamidah Tanggapi Sidang Umum PBB soal Gaza: Genosida Tak Berhenti Ketika Kalian Cuma Rapat
Wanda menegaskan Palestina sudah tidak butuh diskusi atau rapat-rapat bilateral maupun multilateral lagi, tapi mereka butuh aksi nyata.
TRIBUNNEWS.COM - Aktris Wanda Hamidah, salah satu relawan Global Sumud Flotilla yang berjuang memberikan bantuan warga Gaza, Palestina, menyebut bahwa Palestina sekarang ini hanya membutuhkan aksi nyata.
Hal tersebut Wanda ungkapkan ketika menanggapi sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait Gaza beberapa waktu lalu yang juga diikuti oleh Presiden Prabowo Subianto.
Wanda pun menegaskan bahwa Palestina sudah tidak membutuhkan diskusi atau rapat-rapat bilateral maupun multilateral lagi.
Sebab, genosida yang terjadi di Gaza sekarang ini sudah semakin brutal bahkan masih terus terjadi hingga saat ini.
"Pada saat ini sebetulnya Palestina sudah tidak membutuhkan diskusi-diskusi dan rapat-rapat, baik bilateral maupun multilateral, tapi yang dibutuhkan adalah aksi nyata."
"Jadi just stop waiting ya, stop menunggu. Kita enggak bisa lagi melihat pembunuhan yang secara brutal dilakukan sampai detik ini, sampai hari ini," katanya, Rabu (8/10/2025), dikutip dari YouTube tvOneNews.
Menurut laporan Al Jazeera, sebanyak 158 negara anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat.
Jumlah ini setara dengan sekitar 81 persen anggota PBB. Artinya, mayoritas negara di dunia kini menganggap Palestina sebagai negara yang sah.
Namun, Wanda mengatakan, negara-negara itu tidak memberikan bantuan langsung dan menghentikan aksi kejam Israel tersebut.
Jika hanya rapat-rapat yang dilakukan PBB, itu tidak akan menghentikan genosida yang terjadi.
Sebab, hasil rapat tersebut tidak akan pernah digubris oleh Israel yang didukung Amerika Serikat.
Baca juga: Israel Bajak 42 Kapal Global Sumud Flotilla, Termasuk yang Ditumpangi Greta Thunberg
"Kalian tidak berusaha, its means government, enggak berusaha untuk menghentikan itu dan genosida enggak berhenti ketika kalian hanya rapat-rapat dan kalian tahu bahwa itu tidak pernah digubris sedikitpun oleh zionis Israel yang didukung oleh Amerika gitu," tegas Wanda.
"Mereka merasa lebih tinggi dari hukum manapun, lebih tinggi dari hukum dunia dan bahkan men-ignore PBB gitu," tambahnya.
Wanda menambahkan, International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional telah menyatakan bahwa Israel melakukan genosida terhadap Gaza dan atas hal ini, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga harus diadili.
ICJ adalah Pengadilan Keadilan Internasional. Mahkamah Internasional atau Mahkamah Dunia ini merupakan sebuah badan kehakiman utama Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB.
Namun, sampai sekarang hal tersebut tidak kunjung dilakukan karena Israel sendiri merasa kedudukan mereka lebih tinggi dari hukum.
Bahkan, lebih parahnya, mereka juga menertawakan PBB karena tidak bisa menghentikan aksi genosida yang masih dilakukan Israel kepada Gaza hingga sekarang.
"Di PBB sudah jelas ya, ICJ (Mahkamah Internasional) sudah memutuskan bahwa mereka (Israel) melakukan genosida (terhadap Gaza) dan Netanyahu harus diadili."
"Sampai sekarang mereka merasa di atas hukum dan mereka menertawakan PBB, menertawakan dunia karena genosida terus berulang dan kalian tidak bisa menghentikan Israel sama sekali," ucap Wanda.
Selama bertahun-tahun pengakuan Palestina lebih banyak datang dari negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Namun, kini dukungan besar muncul dari Eropa, Prancis, Luksemburg, Malta, Monako, Andorra, dan Belgia yang secara resmi mengakui Palestina pada Sidang Umum PBB ke-80.
Tidak lama kemudian, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal juga mengambil langkah yang sama pada September 2025 baru-baru ini.
Pernyataan Prabowo di PBB soal Gaza
Dilansir setkab.go.id, dalam pidatonya pada Sidang Majelis Umum ke-80, Prabowo menyampaikan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara dalam penyelesaian konflik di Gaza.
Menurutnya, perdamaian sejati hanya akan terwujud jika hak Palestina dan keamanan Israel diakui serta dijamin oleh komunitas internasional.
“Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel," ucap Prabowo di Sidang Umum PBB, pada Selasa, 23 September 2025 lalu.
"Hanya dengan begitu kita bisa memiliki perdamaian sejati, perdamaian yang nyata, tanpa kebencian dan tanpa kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara,” imbuhnya.
Prabowo pun menyoroti tragedi kemanusiaan di Gaza yang makin parah dan mendesak agar dunia tidak berpaling dari tragedi tersebut.
Dia menegaskan bahwa jutaan orang kini menghadapi trauma, kelaparan, hingga ancaman kematian di depan mata komunitas internasional.
“Saat ini juga, orang-orang tak bersalah menangis meminta pertolongan, menangis ingin diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka? Siapa yang akan menyelamatkan orang-orang tak bersalah? Siapa yang akan menyelamatkan orang tua dan perempuan? Jutaan orang menghadapi bahaya saat kita duduk di sini,” katanya.
Prabowo kemudian mengingatkan pentingnya peran PBB sebagai pilar utama dalam menjaga tatanan internasional yang adil.
Menurutnya, perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan tidak boleh hanya menjadi hak segelintir bangsa, melainkan hak semua umat manusia.
“Dengan PBB yang kuat, kita bisa membangun dunia di mana yang lemah tidak menderita karena keterpaksaan, tetapi hidup dalam keadilan yang layak mereka dapatkan. Mari kita lanjutkan perjalanan besar umat manusia menuju cita-cita, aspirasi tanpa pamrih yang melahirkan PBB,” jelas Prabowo.
Lebih lanjut, Prabowo juga menyatakan keyakinannya bahwa para pemimpin dunia dari berbagai peradaban akan bangkit untuk menunjukkan kebijaksanaan dan mengedepankan persaudaraan.
Untuk itu, Prabowo turut mengajak seluruh pihak untuk menjadikan mimpi perdamaian sebagai visi bersama untuk dunia yang lebih baik.
“Kita harus hidup sebagai satu keluarga umat manusia. Indonesia berkomitmen menjadi bagian untuk mewujudkan visi ini. Apakah ini sebuah mimpi? Mungkin, tetapi ini adalah mimpi indah yang harus kita perjuangkan bersama."
"Mari kita bekerja menuju tujuan mulia ini. Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia,” pungkasnya.
Kisah Wanda Hamidah Jadi Relawan ke Gaza
Wanda bersama dengan Global Sumud Flotilla berangkat ke Gaza menjadi relawan kemanusian untuk membantu warga di sana yang sedang menghadapi genosida dari Israel.
Diceritakan oleh Zaskia Adya Mecca bahwa sahabatnya itu, yakni Wanda, sangat berjuang untuk bisa sampai ke Palestina.
Bahkan, kata Zaskia, Wanda berangkat ke Gaza tanpa dukungan dari pemerintah atau negara.
"Kak wanda berangkat ke sana tidak dibiayai, pakai biaya sendiri. Terus kalau uang sudah habis. Kalau mau makan hubungi kami. Dia pejuang banget," ungkap Zaskia.
Namun, selama satu bulan berlayar melewati jalur laut menuju Gaza, Wanda mengalami berbagai masalah selama perjalanan.
Wanda diusir dari kapal yang ditumpanginya dan harus tidur di jalan, padahal semua barang termasuk dokumen penting milik Wanda ada di kapal tersebut.
Wanda berlayar selama 31 hari, bergabung dengan kapal Keiser bersama aktivis dari berbagai negara.
"Kak Wanda itu orang spesial, selama sebulan, ia menghadapi dua sampai tiga masalah dalam perjalanannya, tapi dia mampu menyelesaikan seorang diri," jelas Zaskia Mecca.
"Dia Tidur di kapal, diusir dari kapal, tidur di jalanan, ditinggal kapten, terus tiba-tiba pas ditinggal kaptennya. Kapalnya rusak, iya kaptennya jalan, kaptennya ninggalin karena kaptennya sabotase. Semua paspor, handphone, tas, semuanya di kapal," tambahnya.
Setelah semua barangnya dibawa kapal, Zaskia menyebut Wanda hanya bermodalkan tas kecil saja, lokasi terakhir ada di Italia.
"Akhirnya kak Wanda nyari handphone orang lokal, ngehubungin anaknya, anaknya ngehubungin aku, aku ngehubungin KBRI di sana. Jadi bukan hal yang mudah, itu cuman satu hal kecil dari banyak banget rintangan yang dihadapi," terangnya.
Namun, Wanda harus menerima kenyataan susahnya menembus Gaza saat tergabung dalam misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla yang diikuti berbagai negara di dunia tersebut.
Misi mereka terhambat oleh blokade Israel di perairan internasional. Kapal mereka bahkan sempat dibajak dan sejumlah aktivis ditahan.
Di tengah perjalanan, kapal mengalami kerusakan dan terdampar di pelabuhan Sisilia, Italia. Wanda dan tim harus menunggu dua pekan untuk melanjutkan misi.
(Tribunnews.com/Rifqah/Anita)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.