10 Negara yang Gunakan Jet Tempur Buatan China, Indonesia Lirik J-10C
Inilah 10 negara yang mengimpor jet tempur buatan China, apakah Indonesia akan menyusul dengan membeli J-10C?
TRIBUNNEWS.COM – Pesawat tempur merupakan salah satu komponen terpenting dalam kekuatan militer suatu negara.
Mesin berteknologi tinggi ini sangat sulit dan mahal untuk diproduksi, sehingga hanya sedikit negara yang mampu merancang dan membangunnya sendiri.
Secara historis, negara-negara seperti Amerika Serikat, Prancis, Jerman (selama Perang Dunia II), dan Uni Soviet (yang kemudian menjadi Rusia) telah mendominasi bidang ini.
Selama era Perang Dingin, Amerika Serikat dan Uni Soviet menjadi dua kekuatan dunia yang mendominasi pangsa pasar ekspor jet tempur global.
Pada puncak ketegangan tersebut, kedua negara adidaya itu terlibat dalam persaingan sengit untuk meraih supremasi teknologi, yang menghasilkan pengembangan sejumlah jet tempur paling tangguh dan mumpuni pada masanya.
Namun setelah runtuhnya Uni Soviet, situasi berubah.
China, yang sebelumnya mengimpor dan merekayasa ulang pesawat buatan Soviet, mulai membangun industri kedirgantaraan domestik yang kuat.
Kini, China memiliki jajaran jet tempur canggih seperti Shenyang J-35, Shenyang J-16, Chengdu J-20, JF-17 Thunder, dan Chengdu J-10.
Tribunnews pernah mengulas 5 jet tempur terbaik China dalam artikel berjudul "5 Jet Tempur China Paling Canggih: Shenyang J-35 hingga Chengdu J-20."

Meski sebagian besar jet tersebut masih difokuskan untuk kebutuhan militer dalam negeri, Pakistan telah membeli J-10 dan menggunakannya untuk menghadapi serangan udara India.
Langkah ini membuat dunia mulai melirik kemampuan jet tempur buatan China.
Pada tahun 2025, jumlah negara yang mengoperasikan jet tempur buatan China terus bertambah.
Mengutip Slash Gear, negara-negara tersebut antara lain:
- China
- Pakistan
- Bangladesh
- Mesir
- Korea Utara
- Myanmar
- Sudan
- Zambia
- Tanzania
- Zimbabwe
Baca juga: NATO Kerahkan Jet Tempur: Rudal Rusia Tewaskan Satu Keluarga, Belanda Kirim F-35, Polandia Siaga
China tentu menggunakan jet tempur produksinya sendiri untuk memperkuat militernya.
Selain itu, China memiliki sejarah panjang dalam membantu Pakistan secara militer dalam menghadapi India, menjadikan Pakistan sebagai importir utama jet tempur negara tersebut.
Jet tempur buatan China yang saat ini dioperasikan oleh Pakistan yakni F-7 (72 unit) dan J-10C (20 unit aktif dengan 5 unit dalam proses pemesanan).
Pakistan juga memiliki armada besar JF-17 Thunder Jet (123 unit), yang diproduksi di Pakistan namun dikembangkan bersama oleh Pakistan Aeronautical Complex (PAC) dan Chengdu Aircraft Corporation dari China.
Bangladesh mengoperasikan 36 unit Chengdu F-7, satu-satunya jet tempur buatan China dalam armadanya.
Beberapa negara lain masih menggunakan model F-7 yang lebih tua, termasuk Myanmar — yang juga menginduksi enam pesawat Guizhou FTC-2000 pada tahun 2023 — serta Korea Utara, yang masih mengoperasikan varian F-7.
Mesir sudah tidak lagi mengoperasikan F-7 karena seluruhnya telah diganti, namun masih menggunakan sekitar 118 unit Karakorum-8 (K-8) buatan China.
Di Afrika, negara-negara seperti Sudan, Zimbabwe, dan Tanzania masih menerbangkan pesawat F-7.
Sejumlah kecil JF-17 juga dilaporkan dioperasikan oleh Nigeria dan Myanmar, sementara Zambia menggunakan beberapa unit K-8 untuk keperluan pelatihan.
Meskipun China telah menunjukkan kemajuan pesat dalam desain dan produksi jet tempur, negara itu belum menjadi eksportir utama di pasar global.
Hingga tahun 2024, Amerika Serikat masih memimpin dengan total 996 pesanan pesawat tempur, disusul Prancis (214), dan Rusia (71).
Indonesia Lirik Jet Tempur Buatan China J-10C
Menurut laporan DefenceSecurityAsia.com, situs yang berfokus pada isu pertahanan dan keamanan di Asia maupun dunia, Indonesia tengah mempertimbangkan untuk mengakuisisi jet tempur Chengdu J-10C “Vigorous Dragon”, versi yang lebih canggih dari J-10.
Rencana ini, yang muncul dari evaluasi mendalam di Kementerian Pertahanan Indonesia, menandai pendekatan pemerintah dalam upaya memodernisasi kekuatan udara di tengah persaingan regional.
Inti dari minat baru ini berakar pada visi jangka panjang Presiden Prabowo Subianto melalui konsep Perisai Trisula Nusantara.
Baca juga: Profil dan Spesifikasi Jet Tempur China J-10, Diincar Indonesia, Pernah Jatuhkan Rafale AU India
Mengutip lemhannas.go.id, Perisai Trisula Nusantara merupakan konsep strategis pembangunan kekuatan pertahanan negara yang mengintegrasikan kekuatan tiga matra TNI dalam menjaga wilayah NKRI dan mengatasi berbagai ancaman.
Adanya kebijakan Perisai Trisula Nusantara diharapkan TNI dapat bertransformasi menjadi kekuatan pertahanan modern yang siap menghadapi kompleksitas ancaman abad ke-21 dengan menjunjung tinggi profesionalisme dalam menjaga kedaulatan NKRI.
Bagi TNI Angkatan Udara, visi ini diwujudkan dengan mengganti armada pesawat yang menua, terdiri atas F-16 Amerika Serikat, Su-27/30 Flanker Rusia, serta Hawk Inggris, dengan pesawat tempur multiperan modern yang mumpuni untuk misi superioritas udara sekaligus serangan mendalam.
J-10C, dengan kombinasi harga terjangkau, kelincahan, dan rekam jejak operasional yang terbukti, menjadi kandidat kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut sembari menjaga efisiensi anggaran.
Evaluasi yang dilakukan Indonesia dilaporkan mencakup kemungkinan akuisisi 42 unit jet tempur Chengdu J-10C “Vigorous Dragon”.
Jumlah itu dirancang untuk membentuk dua skuadron tempur penuh dalam kerangka modernisasi jangka panjang TNI AU.
Rumor Indonesia akan membeli jet tempur China telah lama berembus.
Wakil Menteri Pertahanan RI Donny Ermawan Taufanto, sempat menyinggung rumor ini pada Juni lalu.
"Ya itu masih rumor ya. Jadi kan waktu itu Kepala Staf Angkatan Udara berkunjung ke China di dalam Air Show itu. Kemudian melihat pesawat itu, dan kemudian ditawarkan pesawat itu. Termasuk evaluasi kita, apakah bisa kita menggunakan J-10 tersebut untuk alutsista kita," ungkap Donny dalam acara Press Gathering terkait Indo Defence 2024 Expo & Forum Ke-10 di kantor Kementerian Pertahanan RI Jakarta Pusat pada Rabu (4/6/2025).
"Kita kan negara yang netral. Kita tidak berpihak kepada satu negara, kita tidak ada aliansi, kita bisa mengambil sumber senjata dari manapun, termasuk China. Sehingga, kalau memang kita evaluasi pesawat ini bagus, memenuhi kriteria yang kita tetapkan, apalagi harganya murah, ya kenapa tidak," sambungnya.
"Kita belum ke arah sana. Ini kan baru penawaran, kemudian kita melihat kemungkinannya. Kita belum kirim tim untuk mendalami itu juga," pungkasnya.
Selain itu, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal M Tonny Harjono juga memberikan tanggapannya.
"Ada pandangan ke sana," kata Tonny di Markas Besar TNI AU Cilangkap Jakarta pada Selasa (27/5/2025).
Akan tetapi, lanjutnya, penentuan pembelian alutsista perlu memerlukan proses yang matang dan waktu yang panjang.
Proses tersebut, kata Tonny, turut melibatkan Dewan Penentu Alutsista atau Wantuwada.
Baca juga: Begini Persiapan Penerbang Jet Tempur Jelang Tampil di Langit Jakarta saat HUT ke-80 TNI
"Jadi untuk penentuan alutsista juga tidak hanya, "ya saya beli ini". Ada Dewan Penentu Alutsista atau Wantuwada, itu melalui rapat, pertimbangan ini itu, dan kita bicarakan tidak dalam waktu singkat. Jadi prosesnya tetap ada. Kita juga negara non aligned, tidak berpihak ke salah satu blok. Dari mana saja kita bersahabat baik," ungkap dia.
"Jadi apa yang menjadi alutsista yang diberikan kepada Angkatan Udara, kami sebetulnya menunggu dari kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan. Karena Angkatan Udara tugasnya sebagai pembina kekuatan."
"Panglima TNI, Mabes TNI sebagai pengguna kekuatan. Dan Kemhan adalah pengembangan kekuatan. Jadi jenis apa saja, termasuk pesawat dari mana, jenisnya apa, kita menunggu arahan dari Kemhan. Mau dari China, mau dari Amerika, kita siap menerima."
Spesifikasi J-10C
Dikembangkan oleh Chengdu Aerospace Corporation, J-10C merepresentasikan puncak evolusi pesawat tempur generasi keempat China dan berperan sebagai jembatan menuju teknologi generasi kelima.
Pesawat ini dilengkapi radar Active Electronically Scanned Array (AESA), sistem fly-by-wire digital, struktur komposit canggih, serta material penyerap radar yang memberikan kemampuan siluman terbatas.
Dengan kecepatan maksimum Mach 1,8, ketinggian operasional hingga 18.000 meter, dan radius tempur lebih dari 1.100 kilometer, J-10C mampu melakukan pertempuran udara intensitas tinggi maupun operasi serangan jarak jauh.
Senjata utamanya, rudal udara-ke-udara jarak jauh PL-15 (BVRAAM), menggunakan motor roket pulsa ganda dan pencari AESA aktif dengan jangkauan lebih dari 200 kilometer, memungkinkan pilot menyerang musuh sebelum memasuki zona pertahanan mereka.
Selain itu, J-10C dapat membawa amunisi berpemandu presisi, rudal antikapal, serta bom berpemandu laser, dan terintegrasi sepenuhnya dalam doktrin peperangan berbasis jaringan (network-centric warfare) yang tengah dikembangkan China.
Dengan kombinasi kapabilitas dan efisiensi biaya—sekitar USD 40–50 juta per unit—J-10C menjadi alternatif tangguh bagi platform Barat yang lebih mahal seperti Rafale atau F-15EX.
Pesawat ini ditenagai mesin turbofan WS-10B Taihang buatan dalam negeri yang menghasilkan daya dorong lebih dari 13 ton, memungkinkan rasio dorong terhadap berat yang tinggi dan penerbangan supersonik berkelanjutan tanpa afterburner dalam kondisi tertentu, meningkatkan daya tahan serta efektivitas tempur.
Baca juga: Wamenhan Jawab Rumor Soal Rencana Akuisisi Jet Tempur China J-10
Kokpit J-10C dilengkapi tiga layar warna multifungsi besar, tampilan head-up display (HUD) holografik sudut lebar, dan helm bidik canggih (Helmet-Mounted Sight/HMS) yang terintegrasi dengan rudal jarak pendek PL-10, memberikan kemampuan bidik cepat dan engagement off-boresight tinggi dalam pertempuran jarak dekat.
Sistem peperangan elektronik (Electronic Warfare/EW) terintegrasi J-10C menggabungkan penerima peringatan radar digital, pod pengacau aktif, dan dispenser penanggulangan, meningkatkan kemampuan bertahan terhadap ancaman permukaan-ke-udara maupun udara-ke-udara modern, terutama di lingkungan elektromagnetik yang padat.
Melengkapi sistem tersebut, J-10C juga kompatibel dengan tautan data (data link) yang terhubung dengan platform peringatan dini dan kendali udara (AEW&C) China seperti KJ-500, memungkinkan pembagian target secara real-time, keterlibatan kooperatif, serta integrasi komando di luar garis pandang.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Gita Irawan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.