Selasa, 14 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Eks Wakil Tetap RI di Jenewa Ungkap Betapa Tidak Mudahnya Melakukan Reformasi PBB

Reformasi PBB selalu digaungkan terlebih tidak berakhirnya perang di Gaza dan aksi genosida oleh Israel terhadap penduduk Palestina.

Tribunnews.com/Rizki S
REFORMASI PBB - Wakil Menteri PPN/Bappenas sekaligus Mantan Wakil Tetap RI (Watap) untuk PBB di Jenewa, Febrian Alphyanto Ruddyard saat ditemui awak media di Kantor Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu), Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025). Febrian membeberkan tidak mudahnya melakukan reformasi PBB. [Rizki Sandi Saputra] 

Ringkasan Berita:
  • Mantan wakil RI di PBB Febrian Alphyanto Ruddyard mengungkap betapa tidak mudahnya melakukan reformasi PBB 
  • Reformasi PBB dilakukan perlu adanya reformasi Dewan Keamanan PBB terlebih dahulu.
  • Reformasi PBB selalu digaungkan terlebih tidak berakhirnya perang di Gaza dan aksi genosida oleh Israel terhadap penduduk Palestina.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, WTO dan Organisasi lainnya di Jenewa, Duta Besar Febrian Alphyanto Ruddyard mengungkap betapa tidak mudahnya melakukan reformasi PBB yang belakangan ini selalu digaungkan.

Reformasi PBB selalu digaungkan terlebih tidak berakhirnya perang di Gaza dan aksi genosida oleh Israel terhadap penduduk Palestina.

Menurut Febrian, sebelum reformasi PBB dilakukan perlu adanya reformasi Dewan Keamanan PBB terlebih dahulu.

"Jadi, reformasi PBB itu sebetulnya intinya kalau mau direformasi ada reformasi Dewan Keamanan dulu deh karena semua keputusan ada di Dewan Keamanan," kata Febrian saat ditemui awak media di Kantor Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu), Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).

Apabila merujuk pada kondisi terkini di Gaza, Reformasi PBB diharapkan tidak hanya terjadi untuk menciptakan perdamaian.

Akan tetapi menurut dia, dampak pasca perang yang dilakukan juga harus diperhatikan dan diutamakan.

Hal itu yang menurut dia, menjadi tanggungjawab penuh dari Dewan Keamanan PBB.

"Kayak gini setiap Dewan Keamanan itu memiliki tanggung jawab yang besar untuk menyelesaikan masalah perdamaian, perdamaian itu bukan berarti tidak hanya ada konflik tapi bahwa orang hidup dengan benar, jadi perdamaian bukan berarti berhenti perang, enggak, tapi bagaimana setelah gak ada perang bagaimana masyarakat bisa diproteksi bagaimana hak-hak orang terlengkapi," ucap dia.

Sementara, dalam melakukan reformasi juga kata Diplomat yang kini menjabat sebagai Wakil Menteri Perencanaan, Pembangunan Nasional (Wamen PPN) tersebut Dewan Keamanan terganjal dengan veto.

Menurut dia, dengan adanya hak veto yang dimiliki oleh lima negara di PBB yakni Amerika Serikat, Inggris Raya, Prancis, Rusia dan China membuat organisasi dunia itu tidak bisa berbicara banyak.

"Tapi masalahnya khusus itu arsitektur Dewan Keamanan sekarang ini tentunya dengan veto yang ada dan dengan permanen yang cuma lima itu itu membuat mekanismenya malah tidak bisa menyelesaikan masalah," ucap dia.

Dalam peristiwa genosida oleh Israel terhadap Palestina contohnya, dirinya menyebut persoalan itu sejatinya sudah mendapat sorotan dunia.

Bahkan, International Criminal Court (ICC) juga telah menyatakan bahwa aksi yang dilakukan oleh Israel adalah genosida, namun, Dewan Keamanan PBB tetap tidak bisa berbuat banyak.

"Lihat deh, Gaza sudah berapa lama? Genocide? sudah banyak yang ngomong Genocide, ICC sudah ngomong Genocide, Dewan Keamanan diem aja, karena apa? karena memang tidak mungkin bukan berarti tidak bisa, tidak mungkin, karena struktur pengambilan keputusannya harus tidak boleh ada veto," kata dia.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved