Perang Saudara di Sudan
Apa Itu RSF? Militan yang Lakukan Pembunuhan Sadis, Tewaskan 1.500 Warga Sudan Selama 3 Hari
Apa itu Rapid Support Forces (RSF)? Lakukan pembunuhan sadis selama tiga hari, hingga menewaskan setidaknya 1.500 warga Sudan.
Ringkasan Berita:
- Perang saudara di Sudan memanas, ditandai dengan serangan brutal yang dilakukan RSF.
- Sebanyak 1.500 orang, berpotensi lebih, telah tewas, mereka adalah warga el-Fasher, Sudan.
- Para warga mulai anak-anak hingga wanita dibunuh secara sadis, dilaporkan saat akan melarikan diri dari wilayah yang terkepung.
TRIBUNNEWS.COM - Rapid Support Forces (RSF) telah melakukan pembunuhan sadis selama tiga hari, hingga menewaskan setidaknya 1.500 warga Sudan.
RSF merupakan militan yang telah memerangi militer Sudan untuk merebut kendali negara tersebut.
Pembunuhan sadis tersebut ditengarahi oleh serangan kelompok kelompok SRF selama perebutan kota el-Fasher di wilayah Darfur, Sudan barat.
Warga sipil yang menjadi korban mencoba untuk melarikan diri dari kota el-Fasher yang telah terkepung, ungkap Jaringan Dokter Sudan, Rabu (29/10/2025).
Sementara kelompok swasta tersebut, yang melacak adanya konflik tersebut menyebut kondisinya sebagai 'genosida sejati'.
"Pembantaian yang disaksikan dunia saat ini merupakan kelanjutan dari apa yang terjadi di el-Fasher lebih dari satu setengah tahun yang lalu, ketika lebih dari 14.000 warga sipil terbunuh akibat pemboman, kelaparan, dan eksekusi di luar hukum," ujar Jaringan Dokter Sudan.
Kelompok tersebut juga menyebut bahwa serangan oleh RSF dilakukan sebagai bagian dari 'kampanye pembunuhan dan pemusnahan yang disengaja dan sistematis, mengutip Al Jazeera.
Sementara itu laporan lainnya, yang terbaru dari Laboratorium Penelitian Kemanusiaan (HRL) Yale, menyebut bahwa citra satelit el-Fasher yang diambil usai RSF masuk menunjukkan objek seukuran manusia hingga area luas berwarna merah di tanah.
Baca juga: Serangan Udara RSF di El-Fasher Sudan Tewaskan Puluhan Pengungsi, Ada 17 Anak dan Bayi Baru Lahir
Ketegangan sengit
Serangan RSF tersebut adalah episode terkini dalam rangkaian ketegangan yang terjadi setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir yang telah lama menjabat, yang berkuasa melalui kudeta pada tahun 1989.
Terjadi protes jalanan besar-besaran yang menuntut diakhirinya kekuasaannya selama hampir tiga dekade dan tentara melancarkan kudeta untuk menyingkirkannya.
Namun warga sipil terus berkampanye untuk diperkenalkannya demokrasi.
Pemerintahan gabungan militer-sipil kemudian dibentuk tetapi digulingkan dalam kudeta lain pada bulan Oktober 2021.
Kudeta ini dilakukan oleh dua orang yang menjadi pusat konflik saat ini:
- Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala angkatan bersenjata dan pada dasarnya presiden negara tersebut
- Dan wakilnya, pemimpin RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, lebih dikenal sebagai "Hemedti".
Tetapi kemudian Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo tidak sependapat mengenai arah negara ini dan usulan langkah menuju pemerintahan sipil.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.