Kamis, 6 November 2025

Top Rank

10 CEO dengan Bayaran Termahal di Dunia: Elon Musk Raup Rp390,3 Triliun

Inilah 10 CEO dari perusahaan ternama yang memiliki pendapatan fantastis. CEO Tesla, Elon Musk, berada di urutan pertama

Dok. Gedung Putih
TOP RANK - Elon Musk saat menggelar konferensi pers dengan Donald Trump di Gedung Putih, 31 Mei 2025. Inilah 10 CEO dari perusahaan ternama yang memiliki pendapatan fantastis. CEO Tesla, Elon Musk, berada di urutan pertama 
Ringkasan Berita:
  • Inilah 10 CEO dari perusahaan ternama yang memiliki pendapatan fantastis
  • CEO Tesla, Elon Musk, berada di urutan pertama
  • Pendapatan per tahunnya diprediksi mencapai Rp390 triliun dalam bentuk saham dan lainnya


TRIBUNNEWS.COM -
Seorang CEO bukan hanya bertugas memimpin perusahaan, tetapi juga menjadi penggerak industri dan perekonomian global.

Memiliki tanggung jawab yang besar, para CEO memperoleh kompensasi tinggi berupa gaji, bonus, opsi saham, dan berbagai tunjangan atas kinerja luar biasa mereka.

Mengutip Times of India, Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX, saat ini menjadi CEO dengan bayaran tertinggi di dunia berkat kiprahnya yang revolusioner di industri kendaraan listrik dan antariksa.

Posisi kedua ditempati Tim Cook, CEO Apple, yang membawa perusahaan tersebut menjadi salah satu perusahaan paling menguntungkan di dunia.

Di posisi ketiga ada Jensen Huang dari Nvidia, yang berperan penting dalam pengembangan GPU dan kecerdasan buatan (AI).

10 CEO dengan Bayaran Tertinggi di Dunia

1. Elon Musk – Tesla

Perkiraan kompensasi tahunan: US$23,5 miliar (Rp390,3 triliun)

Tesla merevolusi industri kendaraan listrik.

Paket kompensasi Musk mencakup opsi saham berbasis kinerja yang luar biasa besar, sejalan dengan lonjakan nilai pasar Tesla dalam beberapa tahun terakhir.

GROK 4 - Tangkap layar video livestream X, memperlihatkan Elon Musk saat memperkenalkan Grok 4, Rabu 9 Juli 2025. Grok 4, versi kecerdasan terbaru dari xAI Elon Musk, dilaporkan mencari pendapat Elon Musk terlebih dahulu sebelum memberikan jawaban kepada penggunanya.
CEO KAYA - Tangkap layar video livestream X, memperlihatkan Elon Musk saat memperkenalkan Grok 4, Rabu 9 Juli 2025. (X @xai)

2. Tim Cook – Apple

Perkiraan kompensasi tahunan: US$770,5 juta (Rp12,8 triliun)

Sejak menggantikan Steve Jobs pada 2011, Cook membawa Apple mencapai valuasi US$2 triliun.

Kompensasinya sebagian besar berasal dari hibah saham dan bonus atas pertumbuhan keuntungan dan inovasi produk seperti iPhone, iPad, dan Apple Watch.

Baca juga: Profil Sabih Khan, COO Baru Apple Kelahiran India yang Jadi Orang Kepercayaan Tim Cook

3. Jensen Huang – Nvidia

Perkiraan kompensasi tahunan: US$561 juta (Rp9,3 triliun)

Huang adalah pendiri sekaligus CEO Nvidia, perusahaan pembuat GPU yang kini menjadi pemimpin global dalam teknologi AI.

Kompensasinya sebagian besar berasal dari opsi saham yang nilainya melonjak seiring ekspansi Nvidia.

4. Reed Hastings – Netflix

Perkiraan kompensasi tahunan: US$453,5 juta (Rp7,5 triliun)

Sebagai pendiri Netflix, Hastings mengubah cara dunia mengonsumsi hiburan.

Layanannya yang berbasis langganan menjadikan Netflix pemain utama industri streaming global.

5. Leonard Schleifer – Regeneron Pharmaceuticals

Perkiraan kompensasi tahunan: US$452,9 juta (Rp7,5 triliun)

Schleifer memimpin Regeneron dalam pengembangan obat-obatan terobosan, termasuk untuk kanker dan penyakit mata.

Paket kompensasinya sebagian besar berbentuk saham atas kinerja perusahaan yang terus tumbuh.

6. Marc Benioff – Salesforce

Perkiraan kompensasi tahunan: US$439,4 juta (Rp7,3 triliun)

Benioff mendirikan Salesforce dan menjadikannya pionir perangkat lunak berbasis cloud (CRM).

7. Satya Nadella – Microsoft

Perkiraan kompensasi tahunan: US$309,4 juta (Rp5,1 triliun)

Di bawah kepemimpinannya, Microsoft berevolusi dari raksasa perangkat lunak menjadi pemimpin cloud computing melalui layanan Azure.

Nadella juga mendorong pertumbuhan Microsoft di sektor gim dan produktivitas.

8. Robert A. Kotick – Activision Blizzard

Perkiraan kompensasi tahunan: US$296,7 juta (Rp4,9 triliun)

Kotick memimpin perusahaan gim ternama seperti Call of Duty, World of Warcraft, dan Overwatch.

Kompensasinya mencerminkan peran kunci dalam menjaga kesuksesan dan pertumbuhan perusahaan di pasar global.

9. Hock E. Tan – Broadcom

Perkiraan kompensasi tahunan: US$288 juta (Rp4,8 triliun)

Tan memimpin Broadcom menjadi pemain utama di industri semikonduktor.

Di bawah kepemimpinannya, perusahaan berkembang melalui inovasi dan akuisisi strategis di sektor telekomunikasi dan pusat data.

10. Sundar Pichai – Alphabet (Google)

Perkiraan kompensasi tahunan: US$280 juta (Rp4,6 triliun)

Pichai memainkan peran penting dalam dominasi global Google di bidang pencarian, periklanan, dan komputasi awan.

Di bawah kepemimpinannya, Alphabet terus memperluas bisnisnya melalui Google Cloud dan YouTube.

CEO Tidak Selalu Digaji dengan Uang

Seorang CEO hampir tidak pernah dibayar sepenuhnya dengan “uang segar” atau uang tunai.

Kompensasi atas kerja mereka biasanya berupa paket kompleks dan berlapis yang dirancang untuk mengaitkan kesuksesan pribadi dengan kinerja jangka panjang perusahaan serta nilai bagi para pemegang saham.

Mengutip Investopedia, terdapat beberapa sistem utama dalam pemberian gaji kepada CEO.

1. Gaji Pokok / Tunai

CEO sering kali menerima gaji pokok lebih dari US$1 juta.

Dengan kata lain, CEO mendapat imbalan substansial ketika perusahaan berkinerja baik, namun, mereka juga tetap menerima imbalan meskipun perusahaan sedang berkinerja buruk.

Gaji pokok yang besar saja tidak memberikan insentif yang cukup bagi para eksekutif untuk bekerja lebih keras atau membuat keputusan strategis yang bijak.

2. Bonus

Dalam banyak kasus, bonus tahunan hanyalah tambahan dari gaji pokok.

Misalnya, seorang CEO dengan gaji US$1 juta, bisa menerima bonus sebesar US$700.000.

Jika bonus tersebut tidak bergantung pada kinerja — misalnya tetap diberikan sebesar US$500.000 setiap tahun — maka total gaji sebenarnya mencapai US$1,5 juta.

Bonus yang berbasis kinerja adalah hal berbeda. CEO yang tahu bahwa penghargaan mereka bergantung pada hasil kerja cenderung berkinerja lebih baik karena memiliki insentif yang jelas untuk berprestasi.

Kinerja dapat diukur melalui berbagai indikator, seperti pertumbuhan laba atau pendapatan, laba atas ekuitas, atau apresiasi harga saham.

Namun, menentukan ukuran yang benar-benar adil untuk mengaitkan pembayaran dengan kinerja bisa rumit.

3. Opsi Saham (Stock Options)

Banyak perusahaan menggembar-gemborkan opsi saham sebagai cara untuk menyelaraskan kepentingan finansial eksekutif dengan pemegang saham.

Mengutip The Forage, opsi saham adalah kontrak antara dua pihak, seperti perusahaan dan karyawan, yang memberikan hak, tetapi bukan kewajiban, kepada pemilik opsi, untuk membeli atau menjual saham pada harga yang disepakati. 

Dengan kata lain, jika seseorang memiliki opsi saham, maka ia memiliki opsi untuk membeli atau menjual saham yang mendasarinya. 

Namun, opsi saham juga memiliki kelemahan. Risiko antara eksekutif dan investor bisa sangat tidak seimbang.

Ketika nilai saham naik, eksekutif dapat memperoleh keuntungan besar dari opsi mereka.

Sebaliknya, ketika harga saham turun, investor merugi sementara para eksekutif tidak kehilangan apa pun.

Beberapa perusahaan bahkan mengizinkan eksekutif menukar opsi lama dengan opsi baru pada harga yang lebih rendah ketika saham perusahaan jatuh.

Lebih buruk lagi, tekanan untuk menjaga harga saham tetap tinggi demi keuntungan opsi sering kali membuat eksekutif fokus pada hasil jangka pendek, bukan kepentingan jangka panjang pemegang saham.

Dalam kasus ekstrem, sistem ini bahkan bisa mendorong manipulasi laporan keuangan demi memastikan target sementara tercapai — yang justru melemahkan hubungan antara CEO dan pemegang saham.

Baca juga: Steve Forbes Puji Kepemimpinan Visioner Prabowo dalam Dialog di Forbes Global CEO Conference 2025

4. Kepemilikan Saham Langsung

Berbeda dengan opsi, kepemilikan saham langsung terbukti menjadi pendorong kinerja paling efektif.

Studi akademis menunjukkan bahwa CEO benar-benar menyelaraskan kepentingannya dengan pemegang saham ketika mereka memiliki saham, bukan sekadar opsi.

Idealnya, perusahaan memberikan bonus dalam bentuk uang tunai yang diwajibkan untuk membeli saham perusahaan.

Dengan cara ini, para eksekutif berperilaku lebih seperti pemilik sejati karena mereka turut merasakan keuntungan maupun kerugian yang dialami perusahaan.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved