Lebanon Selatan Membara, Israel Bombardir Lokasi Hizbullah, Perintah Evakuasi Dikeluarkan
Israel melancarkan serangan udara besar-besaran di Lebanon selatan pada Kamis (6/11/2025) untuk mengurangi kemampuan militer Hizbullah.
"Kita berada dalam situasi yang sangat berbahaya; jika keadaan terus seperti ini... maka semua harapan akan hilang."
"Tidak ada yang tahu ke mana konsekuensi dari masalah ini akan mengarah," kata Farid Nahnouh, Wali Kota Tayr Debba.
Meskipun Israel telah melancarkan serangan yang sering menargetkan apa yang disebutnya sebagai situs militer Hizbullah dan anggota kelompok yang berada di Lebanon selatan selama setahun terakhir, serangan tersebut jarang disertai dengan perintah evakuasi.
"Israel akan terus mempertahankan seluruh perbatasannya, dan kami juga terus mendesak penegakan penuh perjanjian gencatan senjata antara Lebanon dan Israel," ujar juru bicara pemerintah Israel, Shosh Bedrosian.
Bedrosian mengatakan Israel tidak akan mengizinkan Hizbullah untuk mempersenjatai kembali atau memulihkan kekuatan militer yang hancur oleh perang darat dan udara Israel pada tahun 2023 hingga 2024.
Di sisi lain, Presiden Lebanon, Joseph Aoun, mengecam gelombang serangan yang dilakukan oleh Israel.
Joseph Aoun menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional dan "kejahatan politik yang tercela."
"Apa yang dilakukan Israel hari ini di Lebanon selatan bukan hanya kejahatan di bawah hukum internasional... tetapi juga kejahatan politik yang tercela," tulis Presiden Aoun dalam unggahannya di media sosial X, dikutip dari The Times of Israel.
Ia menambahkan bahwa Lebanon tetap terbuka untuk negosiasi, tetapi Israel terus menunjukkan penolakan terhadap kesepakatan damai.
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) pada hari yang sama juga menjatuhkan sanksi terhadap tiga anggota Hizbullah yang terlibat dalam transaksi keuangan untuk kelompok tersebut.
Baca juga: Ratusan Pejuang Hamas Masih Terjebak di Terowongan Rafah, Kata Media Israel
Departemen Keuangan AS mengatakan ketiga orang itu diduga terlibat dalam transfer dana puluhan juta dolar dari Iran, sponsor utama gerakan Syiah tersebut.
Sanksi dan tekanan militer ini merupakan kelanjutan dari konflik Israel dengan Hizbullah yang dimulai pada Oktober 2023, sehari setelah serangan Hamas, dan diakhiri dengan gencatan senjata pada akhir 2024.
Saat ini, militer Lebanon sedang berupaya melucuti persenjataan kelompok tersebut di Lebanon selatan, meskipun Hizbullah bersumpah tidak akan meletakkan senjata mereka.
(Tribunnews.com/Whiesa)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.