Trump Ancam Cabut Kewarganegaraan Zohran Mamdani, Tuduhan Komunis Jadi Senjata Politik
Trump menuding Wali Kota Muslim New York, Zohran Mamdani, sebagai komunis dan teroris, namun pakar hukum menilai tuduhan itu sarat politik.
Ringkasan Berita:
- Trump dan Partai Republik mengancam akan mencabut kewarganegaraan Zohran Mamdani, Wali Kota Muslim New York, karena dituduh komunis, teroris serta berbohong dalam naturalisasi.
- Namun tuduhan itu dinilai sarat politik dan Islamofobia, sebab DSA bukan partai komunis dan lirik yang dipersoalkan termasuk kebebasan berekspresi.
- Secara hukum, peluang pencabutan kewarganegaraan Mamdani sangat kecil karena tak ada bukti kuat atas kecurangan atau dukungan terorisme.
TRIBUNNEWS.COM - Ketegangan politik Amerika Serikat kembali memuncak setelah Zohran Mamdani menang dalam pemilu, menjadikanya sebagai wali kota muslim pertama di New York City.
Namun, kemenangan tersebut justru menimbulkan gelombang serangan politik dari kubu Partai Republik yang dipimpin oleh Presiden AS Donald Trump.
Trump dan sekutunya menuding Mamdani sebagai “komunis” dan bahkan “teroris”.
Mereka menuduh Mamdani berbohong dalam proses naturalisasinya sebagai warga negara Amerika Serikat.
Dalam pernyataannya, Trump turut mengancam akan menahan dana federal untuk New York dan mendorong investigasi terhadap kewarganegaraan sang wali kota.
Anggota Kongres dari Partai Republik, Andy Ogles, bahkan meminta Departemen Kehakiman menyelidiki Mamdani, menuduhnya menyembunyikan dukungan terhadap ideologi teroris dan komunisme.
Mengutip laporan Al Jazeera, tuduhan terhadap Mamdani berakar pada ketakutan ideologis dan kepentingan politik.
Mamdani dikenal sebagai anggota Democratic Socialists of America (DSA), sebuah organisasi politik yang memperjuangkan kesetaraan ekonomi dan sosial.
Bagi sebagian kalangan konservatif, DSA sering disalahartikan sebagai organisasi berhaluan komunis.
Oleh karena itu, sejumlah tokoh Partai Republik menuding bahwa Mamdani tidak mengungkapkan afiliasi politiknya secara jujur saat mengajukan naturalisasi sebagai warga negara AS.
Mereka menganggap hal ini sebagai pelanggaran hukum yang bisa menjadi dasar untuk proses denaturalisasi atau pencabutan kewarganegaraan.
Baca juga: 5 Populer Internasional: Kemenangan Zohran Mamdani Bikin Israel Murka - Topan Kalmaegi di Filipina
Tuding Dukung Teroris
Selain itu, Partai Republik juga menggunakan retorika keamanan nasional sebagai pembenaran.
Mamdani dituduh memiliki simpati terhadap kelompok “teroris” karena pernah menulis lirik lagu rap pada tahun 2017 yang menyinggung “Holy Land Five,” lima aktivis Muslim yang dihukum karena dituduh mendukung Hamas.
Meski lirik itu tidak berisi ajakan kekerasan dan dilindungi oleh kebebasan berekspresi, para politisi konservatif menjadikannya alasan untuk menuduh Mamdani “memberikan dukungan moral terhadap kelompok radikal.”
Alasan ini yang mendorong partai Republik untuk membangun narasi bahwa Mamdani berbahaya bagi keamanan Amerika.
Di balik alasan hukum dan ideologis, terdapat pula motif politik yang lebih besar.
Kemenangan Mamdani dianggap simbol pergeseran kekuasaan di New York, dari dominasi politik lama menuju kepemimpinan yang lebih beragam dan progresif.
Bagi Partai Republik, munculnya figur seperti Mamdani seorang Muslim, imigran, dan anggota partai sosialis menjadi ancaman terhadap citra konservatif Amerika yang mereka pertahankan.
Dengan menuding Mamdani sebagai komunis dan teroris, Partai Republik berusaha melemahkan pengaruh politik sayap kiri sekaligus menarik simpati pemilih konservatif menjelang pemilu mendatang.
Banyak pengamat menilai ancaman ini bukan sekadar upaya hukum, melainkan manuver politik yang sarat dengan Islamofobia dan diskriminasi rasial.
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) menilai serangan terhadap Mamdani sebagai bentuk kebencian terhadap Muslim dan imigran.
Mereka menyebut langkah Partai Republik sebagai upaya sistematis untuk menekan suara kelompok minoritas di ruang politik Amerika.
Bisakah Kewarganegaraan Zohran Mamdani Dicabut?
Secara hukum, pencabutan kewarganegaraan di Amerika Serikat dikenal dengan istilah denaturalisasi.
Proses ini hanya berlaku bagi warga negara yang memperoleh kewarganegaraan melalui naturalisasi, bukan bagi mereka yang lahir di tanah Amerika.
Denaturalisasi dilakukan melalui putusan pengadilan federal, bukan keputusan politik atau perintah presiden.
Departemen Kehakiman (DOJ) harus membuktikan secara hukum bahwa seseorang memperoleh kewarganegaraan dengan cara ilegal, curang, atau memberikan pernyataan palsu yang material dalam proses naturalisasi.
Bukti yang diperlukan juga harus sangat kuat, karena standar hukum untuk mencabut kewarganegaraan jauh lebih tinggi dibanding kasus perdata biasa.
Pemerintah harus menunjukkan bukti “jelas, tegas, dan meyakinkan” bahwa seseorang berbohong dalam proses naturalisasi, dan kebohongan itu mempengaruhi keputusan pemberian kewarganegaraan.
Denaturalisasi biasanya diterapkan pada kasus ekstrim, seperti mantan anggota Nazi yang bersembunyi di AS setelah Perang Dunia II, atau individu yang terbukti mendukung kegiatan terorisme internasional.
Dalam kasus Zohran Mamdani, para ahli hukum menilai tidak ada dasar hukum untuk mencabut kewarganegaraannya.
Mamdani lahir di Uganda dan pindah ke Amerika Serikat pada usia tujuh tahun. Ia memperoleh status warga negara AS secara sah pada tahun 2018 setelah menjalani seluruh proses legal yang ditetapkan pemerintah federal.
Tuduhan yang dilemparkan oleh Trump dan sekutunya bahwa Mamdani berbohong dalam dokumen naturalisasi atau mendukung komunisme dinilai tidak memiliki bukti kredibel.
Para akademisi dan pakar politik juga menegaskan bahwa klaim anggota Partai Republik yang menyebut DSA sebagai partai komunis adalah tuduhan tak berdasar.
Mereka menegaskan bahwa DSA bukanlah partai komunis, melainkan organisasi sah yang memperjuangkan demokrasi sosial.
Selain itu, tuduhan bahwa Mamdani mendukung terorisme karena lirik lagu rap yang ia tulis pada 2017 juga dianggap tidak berdasar.
Lirik tersebut dianggap sebagai bentuk ekspresi politik yang dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi AS, yang menjamin kebebasan berbicara.
Berdasarkan hukum yang berlaku, bahkan jika proses hukum dimulai, pemerintah harus melalui jalur pengadilan federal dan menghadapi beban pembuktian yang sangat berat.
Artinya, peluang pencabutan kewarganegaraan Zohran Mamdani hampir mustahil terjadi.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.