Tren DBD Saat Wabah Covid-19 Menyerang Usia Remaja, Ciri Khasnya Muntah Saat Minum Hingga Dehidrasi
Tren penyakit demam berdarah dengue atau DBD saat pandemi virus corona atau covid-19 menyerang anak usia remaja.
Penulis:
Reza Deni
Editor:
Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tren penyakit demam berdarah dengue atau DBD saat pandemi virus corona atau covid-19 menyerang anak usia remaja.
"Hanya saja, saat ini trennya kita banyak ke arah remaja. Itu banyak sekali yang datang di fase kritis," kata Pakar infeksi dan pedriati tropik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Mulya Rahma Karyanti saat siaran BNPB, Senin (22/6/2020).
Para remaja, dari penuturan Mulya, yang terserang DBD biasanya mengalami hal aneh saat meminum air. Saat minum, biasanya penderita DBD akan muntah.
"Akhirnya dia enggak minum. Tambah dehidrasi, lemas, tidur seharian. Apalagi yang indekos seharian, tidak ada yang mengingatkan. Itu yang kita takutkan," ujarnya.
Baca: Kemenkes Ungkap Data Provinsi dengan Kasus Covid-19 Tinggi Juga Meningkat Angka Penderita DBD
Baca: Hilangkan Kelas Festival, Konser Wajib Terapkan Protokol Kesehatan, Bisakah Lindungi Dari Covid-19?
Mulya melanjutkan, nyamuk Aedes Aegypti sebagai sumber penyakit DBD diidentikkan dengan kakinya yang berwarna hitam putih.
Nyamuk tersebut biasa menyerang di waktu-waktu tertentu.
"Dia senangnya gigit pada pagi hari antara jam 10-12. Sama sebelum magrib jam 4-5 sore," kata Mulya.
Gejala yang ditimbulkan saat terserang DBD, dikatakan Mulya, bermacam-macam.
Namun ada gejala khas ketika seseorang terinfeksi DBD.
“Yang tidak ada pada Covid-19 adalah pendarahan spontan, seperti mimisan, gusi berdarah,” lanjut.ya
Gejala batuk bahkan bisa juga terjadi, tetapi Mulya menyebut persentase hanya 10-15 persen.
"Tidak sesak tidak distress, Covid-19 kan Lebih ke sistem sel napas, tetapi DBD lebih ke demam dan ke pendarahan kulit yang diwaspadai," katanya
Adapun demam gejala DBD berkisar antara 39-40 derajat celsius.
Mulya merinci juga gejala DBD yang patut diwaspadai, yakni wajah memerah, kepala sakit, nyeri belakang mata, muntah-muntah, mimisan, gusi berdarah, dan timbul bintik-bintik merah pada kulit.
"Jika demam tidak turun dalam tiga hari dan kurang minum, penderitanya akan mengalami gejala-gejala tanda bahaya. Ada tujuh tanda bahaya yang penting dan harus diwaspadai sebagai fase kritis, di antaranya sakit perut, lemas, pembesaran hati, penumpukan cairan, penurunan jumlah trombosit, peningkatan hematokrit," pungkasnya.

Kasus DBD Mengiringi Covid-19
Kementerian Kesehatan menjelaskan soal bahayanya penyakit demam berdarah (DBD) di masa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung ini.
Dari catatan Kemenkes, provinsi yang memiliki kasus Covid-19 tinggi juga memiliki kasus demam berdarah yang juga tinggi.
"Kalau kita lihat saat ini yang tinggi adalah provinsi Jawa Barat, Lampung, NTT, Jawa Timur, kemudian Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan yang kita tahu secara jumlah kasus Covid-19 tinggi" kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zonotik Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi dalam siaran BNPB, Senin (22/6/2020).
Adapun total kasus DBD, menurut Nadia, sebanyak 68 ribu kasus dengan kasus per hari sejumlah 100-500 kasus per hari.
Baca: Atiqah Hasiholan Anggap New Normal Keluar dari Kodratnya Manusia
"Biasanya kasus demam berdarah terjadi setahun itu pada bulan Maret. Namun mengapa kami melihat tahun berbeda, di mana pada bulan Juni kami masih mendapatkan kasus DBD yang cukup banyak. Ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya," lanjut Nadia.
Di sisi lain, Nadia mengatakan kasus DBD di Indonesia menyebabkan kematian yang cukup tinggi.
"Jaid angka kematian kita saat ini sudah mencapai pada angka 346, dan itu sama gambaran-gambaran adalahnya provinsi yang tadi," ujarnya.
Pada awalnya, angka kematian akibat DBD dikatakan Nadia secara persentase adalah 50 persen. Namun, lambat laun Indonesia berhasil menekan angka kesakitan dan kematian tersebut.
"Bahkan, angka kematian yang tadinya 50 persen, sekarang bisa turun dengan angka di bawah 1 persen. Target kita tentunya tak ada kematian lagi," kata Nadia
Sementara itu, Nadia mengungkap kesakitan karena DBD sifatnya masih fluktuatif. Hal ini dikarenakan pada 2016, Indonesia mengalami kejadian luar biasa akibat DBD.
"Angka kesakitannya masih cukup tinggi, yang tadi di bawah 20 persen. Saat ini masih terus dipertahankan, tetapi jangan sampai di tahun 2016 itu terjadi lagi," kata Nadia
"Fenomena inilah yang terjadi. Artinya, memungkinkan seseorang kalau dia terinfeksi Covid-19, dia juga dapat berisiko terinfeksi demam berdarah. Pada prinsipnya sama, DBD juga penyakit yang belum ada obat dan vaksinnya belum efektif.salah satu upaya mencegahnya adalah kita mengindari gigitan nyamuk," pungkasnya