PBB Legalkan Ganja untuk Pengobatan, DPR Tidak Setuju, Pemerintah RI Diminta Segera Terbitkan Aturan
Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan meminta agar pemerintah Indonesia mempertimbangkan potensi pemanfaatan ganja untuk keperluan medis.
Editor:
Anita K Wardhani
Perubahan ini kemungkinan besar akan memperkuat penelitian medis dan upaya legalisasi di seluruh dunia.
Pemungutan suara ini adalah 'langkah' besar ke depan dan mengakui dampak positif ganja pada pasien, menurut Dirk
Heitepriem, Wakil Presiden di Canopy Growth, sebuah perusahaan berbasis di Kanada.
"Kami berharap ini akan memberdayakan lebih banyak negara untuk menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan pasien yang membutuhkan untuk mendapatkan akses ke pengobatan,"ujarnya.
Ganja Jenis CBD

Secara umum, ganja terdiri dari dua jenis CBD (cannabidiol) dan THC (tetrahydrocannabinol). Ganja yang kerap digunakan untuk pengobatan adalah jenis CBD, hal ini lantaran CBD memiliki sedikit zat berbahaya.
Sementara THC adalah zat yang memberikan efek ketika mengkonsumsi ganja.
Penelitian terbatas menunjukkan bahwa CBD dapat mengurangi kecemasan, mengurangi peradangan dan meredakan nyeri, hingga membunuh sel kanker, epilepsi, dan memperlambat pertumbuhan tumor.
Cannabinoid juga diakui memiliki bahan kimia aktif yang mirip dengan bahan kimia yang dihasilkan tubuh guna meningkatkan nafsu makan, ingatan, hingga rasa sakit.
Ganja tipe Epidiolex yang terbuat dari CBD digunakan sebagai bahan terapi bagi penderita epilepsi yang sangat parah atau sulit diobati.
Dalam percobaan dan penelitian itu, beberapa orang mengalami penurunan kejang yang dramatis setelah mengonsumsi ganja itu.
Dikutip dari halaman berita kesehatan Inggris WebMD. Pasien yang harus mendapatkan terapi ganja bisa mengkonsumsinya dalam berbagai bentuk di antaranya brownies, lollipop, vaporizer atau meneteskan zat ganja cair di bawah lidah.
Spesialis penyalahgunaan zat di Fakultas Kedokteran Universitas Pennsylvania Perelman, Marvel Bonn-Miller menjelaskan ganja juga membutuhkan efek yang lama usai dikonsumsi terkait kepentingan pengobatan.
"Jika Anda memakannya, dibutuhkan waktu yang jauh lebih lama. Butuh 1 hingga 2 jam untuk merasakan efek dari produk yang dapat dimakan,"jelasnya.
Wakil rakyat di Senayan justru tidak setuju ganja dilegalkan untuk kepentingan medis.
Namun, Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan tetap menghormati keputusan Komisi PBB yang merestui rekomendasi WHO untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia dan bisa digunakan untuk keperluan medis.