Selasa, 26 Agustus 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Rusia Tuduh AS dan Ukraina Berkomplot Gunakan Kelelawar untuk Sebarkan Patogen

Rusia menuduh Ukraina dan AS berkomplot menggunakan burung dan kelelawar yang bermigrasi untuk menyebarkan patogen.

RBTH/Legion Media
Rusia menuduh Ukraina dan AS berkomplot menggunakan burung dan kelelawar yang bermigrasi untuk menyebarkan patogen. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Rusia menuduh Ukraina dan AS di Dewan Keamanan PBB berkomplot menggunakan burung dan kelelawar yang bermigrasi untuk menyebarkan patogen.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran di antara anggota dewan lainnya bahwa tuduhan itu dapat dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi penggunaan senjata biologis Rusia di masa depan.

Dilansir dari situs The Guardian, Sabtu (12/3/2022) perwakilan tetap Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya, menyampaikan penjelasan tentang dugaan plot senjata biologis, dan mengatakan burung, kelelawar, dan serangga yang diduga dimaksudkan untuk menyebarkan penyakit akan melintasi perbatasan barat Ukraina.

“Kami meminta Anda untuk memikirkan bahaya biologis yang sangat nyata bagi orang-orang di negara-negara Eropa, yang dapat diakibatkan oleh penyebaran agen bio dari Ukraina yang tidak terkendali,” kata Nebenzya.

Baca juga: Jaringan Internet Eropa Dikabarkan Sempat Terguncang oleh Serangan Peretas Rusia

“Risiko ini sangat nyata mengingat kepentingan kelompok nasionalis radikal di Ukraina menunjukkan pekerjaan dengan patogen berbahaya yang dilakukan bersama dengan kementerian pertahanan Amerika Serikat.” tambahnya.

Ilustrasi kelelawar2
Rusia menuduh Ukraina dan AS berkomplot menggunakan burung dan kelelawar yang bermigrasi untuk menyebarkan patogen.

Perwakilan tinggi PBB untuk perlucutan senjata, Izumi Nakamitsu, mengatakan PBB “tidak mengetahui adanya program senjata biologis” di Ukraina, dan menunjukkan ada saluran resmi bagi pemerintah untuk menyampaikan kekhawatiran tentang pelanggaran konvensi senjata biologis dan racun.

Baca juga: Rusia Ancam Nasionalisasi Aset Mercedes-Benz Senilai 2,2 Miliar Dolar AS

Menanggapi klaim Nebenzya, beberapa negara anggota di dewan keamanan PBB memperingatkan bahwa itu bisa menjadi kampanye disinformasi menjelang serangan Rusia yang direncanakan ke Ukraina.

“Niat di balik kebohongan ini tampak jelas dan sangat meresahkan,” kata Linda Thomas-Greenfield, duta besar AS untuk PBB.

Baca juga: Hindari Asetnya Dibekukan, Warga Rusia Berbondong-bondong ke UEA untuk Likuidasi Kripto

“Kami percaya Rusia dapat menggunakan bahan kimia atau biologi untuk pembunuhan sebagai bagian dari insiden bendera palsu atau untuk mendukung operasi militer taktis.” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala pasukan perlindungan radiasi, kimia dan biologi militer Rusia, Igor Kirillov, mengatakan laboratorium yang didukung AS di Kyiv, Kharkiv dan Odesa sedang mengerjakan patogen yang dirancang khusus untuk menargetkan Rusia.

Menurut media pemerintah Rusia, Kirillov menuduh AS berencana untuk mengeksploitasi "posisi geografis unik" Ukraina dengan mengirim burung migran yang membawa penyakit mematikan ke Rusia.

Di sisi lain, Menteri luar negeri Rusia, Sergei Lavrov, juga membuat klaim serupa, menuduh bahwa laboratorium yang didukung AS di Ukraina sedang bekerja untuk "mengembangkan senjata biologis yang ditargetkan secara etnis."

Ancam Nasionalisasi Aset Asing

Di sisi lain, Rusia kini dikabarkan siap menasionalisasi aset-aset perusahaan asing yang membekukan bisnis mereka di Rusia sebagai upaya mereka mengikuti sanksi ekonomi Barat terhadap Rusia karena menginvasi Ukaina, sejak 24 Februari 2022 lalu.

Nasionalisasi aset oleh Rusia tersebut antara lain mengincar pabrik manufaktur milik perusahaan asing yang berhenti beroperasi.

Satu diantaranya adalah aset Mercedes-Benz.

Dalam laporan tahunannya, Mercedes Benz mengaku memiliki total aset senilai 2 miliar Euro atau sekitar 2,18 miliar dolar AS di Rusia.

Mercedes-Benz memperingatkan, perang di Ukraina menimbulkan sejumlah risiko seperti gangguan suku cadang dan pasokan energi hingga serangan siber, seperti dikutip Reuters dari situs Carscoops, Sabtu (12/3/2022).

Risikonya lainnya adalah “potensi pengambilalihan aset anak perusahaan di Rusia.”

Pernyataan Mercedes-Benz ini mengacu pada sebuah proposal yang disampaikan oleh anggota senior Rusia Bersatu, partai yang saat ini berkuasa di Rusia.

Logo Mercedes-Benz
Logo Mercedes-Benz (GOOGLE IMAGES)

Mercedes Benz bukan satu-satunya pabrikan Jerman yang menghentikan produksi pabriknya di Rusia.

Mercedes mengelola pabrik perakitan mobil di Esipovo dekat Moskow Rusia yang dibuka pada 2019.

Miliarder Rusia dan presiden raksasa logam Norilsk Nickel, Vladimir Potanin, telah memperingatkan Kremlin bahwa menasionalisasi aset perusahaan milik negara-negara Barat akan membuat negara itu mundur lebih dari 100 tahun.

“Pertama, itu akan membawa kita kembali ke seratus tahun, ke tahun 1917, dan konsekuensi dari langkah seperti itu membuat ketidakpercayaan global terhadap Rusia dari pihak investor akan kita alami selama beberapa dekade,” kata Potanin.

“Kedua, keputusan banyak perusahaan menangguhkan operasi di Rusia, menurut saya itu agak emosional dan mungkin diambil sebagai akibat dari tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada mereka dari opini publik di luar negeri," ujarnya.

"Jadi kemungkinan besar mereka akan kembali. Dan secara pribadi, saya akan menjaga kesempatan seperti itu untuk mereka,” tambahnya.

Sebelumnya, Rusia memutuskan melarang ekspor produk tertentu termasuk kendaraan ke negara-negara yang dikatakan telah "melakukan tindakan tidak bersahabat" terhadapnya.

Jaringan Internet Eropa Terguncang

Jaringan internet di seluruh Eropa dikabarkan turut menjadi korban serangan siber oleh sejumlah peretas yang diduga berasal dari Rusia.

Reuters menyatakan, serangan internet tersebut dimulai pukul 05:00 dan 09:00, menyusul adanya suara tembakan rudal yang menyerang kota-kota besar Ukraina termasuk ibu kota Kyiv.

Meski serangan tersebut sudah lewat dari dua pekan namun sejumlah jaringan internet diwilayah Eropa dan Ukraina hingga saat ini masih mengalami gangguan operasional.

"Lebih dari dua minggu kemudian beberapa jaringan internet tetap offline," kata seorang reseller kepada Reuters.

Para analis menyebutkan gangguan ini disebabkan adanya penonaktifkan modem komunikasi yang terhubung dengan satelit KA-SAT Viasat Inc.

Satelit KA-SAT Viasat Inc. merupakan satelit terbesar di Eropa yang memasok akses internet ke beberapa benua di UE termasuk Ukraina.

Akibat seranga digital ini membuat banyak pihak menuduh Rusia sebagai pelaku utama dari penyerangan siber.

Menurut laporan Pablo Breuer, mantan teknolog untuk komando operasi khusus AS atau SOCOM pihaknya menyebut dengan mematikan konektivitas internet pada satelit, Rusia dapat dapat menghambat kemampuan Ukraina untuk memerangi pasukan militernya.

“Radio darat tradisional hanya menjangkau sejauh ini. Jika Anda menggunakan sistem pintar modern, senjata pintar, mencoba melakukan manuver senjata gabungan, maka Anda harus mengandalkan satelit ini,” jelas Breuer.

Meski Rusia tak terbukti melakukan serangan digital tersebut, namun para analis dari Badan Keamanan Nasional AS, organisasi keamanan siber pemerintah Prancis ANSSI, dan intelijen Ukraina diketahui tengah mencari barang bukti atas keterlibatan Putin dalam serangan ini.

Rusia sendiri sejak dahulu sudah dikenal memiliki kelompok serangan siber yang berbahaya bahkan beberapa waktu yang lalu seorang hacker asal Rusia diketahui sukses menginfeksi ratusan komputer pemerintah Ukraina dengan malware bervirus bahaya.

Menanggapi adanya tuduhan yang ditujukan untuk negaranya, Kedutaan Besar Rusia yang berada di Washington hingga saat ini masih bungkam atas adanya isu siber yang sedang ramai diperbincangkan.

Sementara pemerintah Moscow telah berulang kali menolak tuduhan serangan siber, mengingat hingga saat ini belum ada satupun bukti yang membetulkan adanya keterlibatan Rusia dalam serangan digital tersebut.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan