Senin, 25 Agustus 2025

Mengenal Aneurisma Otak Penyakit Sunyi yang Mematikan, Dr. Joy: 'Seperti Bom Waktu'

Dr. dr. Mardjono Tjahjadi, Sp.BS(K), Subsp.N.Vas., PhD, FICS—dokter spesialis bedah saraf yang aktif mengedukasi masyarakat tentang penyakit ini.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Tribunnews.com
REKOR MURI - Dr. dr. Mardjono Tjahjadi, Sp.BS(K), Subsp.N.Vas., PhD, FICS menerima penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai dokter dengan gelar Ph.D tercepat karena menyelesaikan program doktoral di University of Helsinki, Finlandia, hanya dalam 18 bulan 12 hari. Penghargaann diserahkan di RS Mandaya Puri, Tangerang, Banten, Rabu (16/4/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Aneurisma otak kerap dijuluki sebagai silent killer alias penyakit sunyi yang mematikan.

Hal ini karena banyak penderitanya tidak menyadari keberadaan aneurisma hingga pembuluh darah pecah dan menyebabkan stroke pendarahan yang bisa berakibat fatal.

Dr. dr. Mardjono Tjahjadi, Sp.BS(K), Subsp.N.Vas., PhD, FICS—dokter spesialis bedah saraf yang aktif mengedukasi masyarakat tentang penyakit ini—menekankan pentingnya deteksi dini untuk mencegah risiko besar yang mengintai.

Baca juga: Mengenal Aneurisma Otak, Kelainan pada Pembuluh Darah dan Pengobatannya

“Aneurisma otak itu seperti bom waktu. Kalau sudah pecah dan jadi stroke pendarahan, itu tidak baik. Lebih baik ditemukan sebelum pecah,” ujar dokter yang akrab disapa dr. Joy, usai menerima rekor MURI di Mandaya Royal Hospital Puri, Tangerang, Rabu (16/4/2025).

Sebagai pelopor teknik Awake Brain Surgery di Indonesia—yakni operasi otak dengan pasien tetap sadar untuk memastikan fungsi otak tidak terganggu—dr. Joy menjelaskan bahwa terdapat sejumlah faktor risiko aneurisma otak.

Ia menyebut diantaranya kebiasaan merokok, tekanan darah tinggi, konsumsi alkohol berlebihan, usia di atas 50 tahun berjenis kelamin perempuan,  riwayat keluarga dengan kondisi serupa.

Karena itu, ia menekankan pentingnya melakukan skrining, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko.

“Untuk screening cukup dengan MRI atau MRA. Tapi kalau mau hasil yang paling akurat, karena gold standard-nya adalah DSA, ya harus pakai DSA,” jelasnya.

Penanganan Aneurisma Tak Selalu Harus Operasi

Dr. Joy mengungkapkan bahwa tidak semua aneurisma otak harus langsung ditangani dengan operasi.

Penanganan tergantung pada ukuran dan lokasi aneurisma, serta kondisi pasien.

“Kalau aneurismanya kecil, di bawah 4 milimeter, biasanya kita observasi, wait and see, kecuali jika letaknya berbahaya,” ujarnya.

Namun, jika aneurisma berukuran besar atau berada di lokasi yang rawan pecah, maka intervensi medis diperlukan, baik melalui operasi microsurgery maupun prosedur minimal invasif seperti coiling dengan DSA.

“Kalau sudah pecah, ya mau tidak mau harus segera ditangani, bisa dengan operasi clipping atau coiling menggunakan DSA,” tambahnya.

Dokter dengan Rekor MURI

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan