Kamis, 7 Agustus 2025

IDI-Yayasan Kanker Indonesia: Industri Rokok Makin Manipulatif Pasarkan Produk Adiktif

Tantangan terbesar dalam menjaga kesehatan masyarakat saat ini adalah daya tarik produk tembakau, nikotin, dan turunannya terhadap pasar anak muda. 

|
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
zoom-inlihat foto IDI-Yayasan Kanker Indonesia: Industri Rokok Makin Manipulatif Pasarkan Produk Adiktif
IST
TAKTIK INDUSTRI ROKOK - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Komite Nasional Pengendalian Tembakau, dan Yayasan Kanker Indonesia menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap semakin maraknya taktik dan manipulasi industri rokok dalam memasarkan produk adiktif mereka ke konsumen.   

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Komite Nasional Pengendalian Tembakau, dan Yayasan Kanker Indonesia menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap semakin maraknya taktik dan manipulasi industri rokok dalam memasarkan produk adiktif mereka.   

Salah satu tantangan terbesar dalam menjaga kesehatan masyarakat saat ini adalah daya tarik produk tembakau, nikotin, dan turunannya terhadap pasar anak muda. 

Industri rokok terus mencari cara untuk membuat produk-produk ini terlihat menarik, mulai dari menambahkan perasa hingga zat lain yang mengubah bau, rasa dan penampilan produk.

Zat tambahan ini sengaja dirancang untuk menutupi rasa-rasa tembakau, sehingga terasa lebih “ramah” di lidah — terutama bagi pemula dan remaja, dan memberikan kesan “aman”. 

Semakin nyaman rasanya, semakin besar peluang mereka untuk mencoba dan akhirnya kecanduan.

Di Indonesia, belum selesai masalah masifnya konsumsi rokok konvensional yang menjadi beban kesehatan dan ekonomi, bermunculan produk-produk nikotin baru yang berkembang sangat pesat.

Dalam satu dekade terakhir, konsumen new nicotine products (rokok elektronik, vape, dsb) telah meningkat 10 kali lipat. 

Survei terbaru oleh Jalin Foundation menyebutkan, di Jakarta saja, sebanyak 24 persen remaja laki-laki usia 12-19 tahun menjadi pengguna rokok elektronik. 

Secara kasat nyata, toko-toko rokok elektronik dan vape, seakan tak terbendung, menjamur di berbagai wilayah di seluruh Indonesia. 

Dari tahun ke tahun, industri rokok semakin kreatif mengembangkan strategi untuk memasarkan produknya bahkan secara terang-terangan  mendanai Foundation for Smoke-free World (yang kini berganti nama menjadi Global Action to End Smoking (GAES)) dengan narasi Unsmoke the World yang sebenarnya merupakan strategi untuk menjual produk nikotin baru tanpa asap. 

Berbagai pendanaan diberikan kepada peneliti dan akademisi bahkan dokter untuk memberikan kesaksian yang mempromosikan rokok elektronik dan di sisi lain, industri rokok besar memproduksi rokok dengan rasa dan sensasi aroma buah-buahan. 

Dengan berkembangnya produk-produk nikotin baru, perusahaan-perusahaan raksasa tersebut dan afiliasinya juga telah meluncurkan vape, pods, rokok yang dipanaskan, sampai kantong nikotin.

Di balik topeng rasa-rasa manis tersebut, mereka sedang menyasar pelanggan baru –para perokok pemula, dan mendorong para pengguna ganda.

Dalam pesan kuncinya, Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi menyebutkan, berlindung di balik kata-kata harmless, sebenarnya industri rokok sedang melipatgandakan kekayaannya dengan menjual produk baru. 

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan