Riset Ilmiah Global Ungkap Bahaya BPA dalam Galon Guna Ulang Lanjut Usia
Riset global membuktikan bahwa BPA dari kemasan polikarbonat bisa berpindah ke dalam air, terutama jika galon digunakan berulang kali
Penulis:
Yosephin Pasaribu
Editor:
Content Writer
TRIBUNNEWS.COM – Studi terbaru di Kenya pada tahun 2024 mengungkap, seluruh sampel kemasan plastik polikarbonat, baik baru maupun bekas, dapat meluruhkan Bisphenol A (BPA) melebihi batas asupan harian yang dapat ditoleransi sebesar 4 mikrogram per kilogram berat badan per hari.
Dalam International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR), Vol. 73 No. 1 (2024), studi ini menyebutkan bahwa temuan tersebut jelas melampaui ambang batas aman yang telah ditetapkan EFSA dan menegaskan bahwa plastik polikarbonat tersebut tidaklah aman digunakan sebagai kemasan pangan dan minuman.
BPA sendiri merupakan senyawa kimia sintetis yang biasanya digunakan dalam pembuatan kemasan plastik keras, seperti galon guna ulang. Senyawa ini diketahui memiliki sifat menyerupai hormon estrogen dalam tubuh manusia, sehingga dapat mengganggu sistem endokrin.
Paparan BPA secara terus-menerus dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, antara lain meningkatkan risiko kanker, obesitas, penurunan tingkat kesuburan, hingga gangguan fungsi kognitif.
Penelitian juga membuktikan bahwa zat kimia tersebut dapat meresap ke dalam makanan atau minuman, terutama jika terpapar panas, terkena sinar matahari langsung, atau digunakan berulang kali.
Sebuah studi dari Harvard College di tahun 2009 mengungkap bahwa kadar BPA dalam urin dapat meningkat hingga 69 persen hanya dalam satu minggu penggunaan kemasan plastik polikarbonat.
Merespons riset tersebut, pada tahun 2023, Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menurunkan ambang batas asupan harian BPA menjadi 0,2 nanogram per kilogram berat badan per hari. Angka ini 20.000 kali lebih rendah dari standar di tahun 2015.
Ketentuan ini mendorong sejumlah negara memberlakukan regulasi yang lebih ketat. Komisi Eropa, misalnya, secara resmi melarang penggunaan BPA dalam seluruh kemasan makanan dan minuman per 19 Desember 2024.
Larangan serupa juga telah diterapkan di berbagai negara, termasuk Perancis, Belgia, Swedia, dan Tiongkok.
Baca juga: 40 Persen Galon di Pasaran Adalah Ganula, KKI Ungkap Ancaman Ganula yang Sebabkan Risiko Kesehatan
Implementasi Regulasi EFSA di Indonesia
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan Peraturan Nomor 6 Tahun 2024 yang mewajibkan pencantuman label peringatan “Berpotensi Mengandung BPA” pada galon guna ulang berbahan polikarbonat.
Meski begitu, produsen diberi masa transisi hingga tahun 2028 untuk menerapkan aturan ini secara menyeluruh.
Berdasarkan hasil uji post-market pada Januari 2022, BPOM menemukan bahwa 33 persen sampel dari distribusi dan 24 persen dari produksi menunjukkan tingkat migrasi BPA yang mendekati ambang batas berbahaya.
Temuan ini makin mengkhawatirkan mengingat kelompok rentan seperti bayi usia 6–11 bulan dan anak-anak usia 1–3 tahun memiliki risiko paparan BPA masing-masing 2,4 kali dan 2,12 kali lebih tinggi dibandingkan orang dewasa.
Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mendesak agar penerapan label dipercepat dan regulasi batas usia pakai galon segera diberlakukan demi perlindungan konsumen.
Ketua KKI, David Tobing, mengatakan hampir 40 persen galon guna ulang yang beredar telah melewati batas usia aman. Data tersebut ditemukannya dari hasil investigasi lapangan di akhir 2024.
Pengaruh BPA pada Air yang Diminum Sehari-hari, Berikut Penjelasan Ahli |
![]() |
---|
Ganula Tanpa Batas Masa Pakai, Berpotensi Rugikan Kesehatan Publik |
![]() |
---|
Beredar Ganula, Galon Lanjut Usia tanpa Regulasi Usia Pakai, KKI: Konsumen Terancam BPA |
![]() |
---|
Survei KKI: Konsumen Tetap Pilih Harga Murah meski Sudah Tahu Bahaya BPA di Galon Guna Ulang |
![]() |
---|
Tren Kemasan Bebas BPA: Industri Air Minum Mulai Beralih demi Kesehatan Konsumen |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.