Balita Tewas karena Cacingan Akut
Cacing Bisa Jalan ke Otak, Usus, hingga Keluar Lewat Mulut Anak
Kasus balita yang meninggal dan ditemukan alami cacingan akut di Sukabumi kembali membuka mata publik.
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus balita yang meninggal dan ditemukan alami cacingan akut di Sukabumi kembali membuka mata publik.
Bahwa penyakit yang kerap dianggap sepele ini sebenarnya bisa menimbulkan dampak serius bagi anak.
Baca juga: Tragedi Balita Raya: Cacingan di Negeri yang Mengaku Sehat
Bahkan, bila tidak tertangani dengan baik, cacingan bisa mengarah pada komplikasi berbahaya, mulai dari usus buntu, stunting, hingga infeksi organ vital.
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR Dr Riyadi, SpA, Subs IPT(K), MKes, menjelaskan bahwa siklus hidup cacing tidak sesederhana yang dibayangkan.
Ia menekankan bahwa ketika ditemukan cacing dewasa di tubuh anak, itu menandakan proses infeksi sudah berjalan lama.
Baca juga: Ditanya Terkait Kematian Balita Akibat Cacingan di Sukabumi, Menko PMK: Saya Ngantuk
“Kalau seseorang anak sampai sudah ditemukan cacing dewasa, bukan saat itu dia tertelan, minimal sudah 3 bulan yang lalu,” jelas dr Riyadi pada diskusi media virtual, Jumat (22/8/2025).
Menurutnya, proses perubahan dari telur cacing hingga menjadi dewasa di tubuh manusia membutuhkan waktu 2–3 bulan.
Selama masa itu, larva cacing bisa berpindah ke berbagai organ tubuh, termasuk paru-paru.
Sehingga memicu gejala batuk berkepanjangan yang mirip pneumonia.
Tak hanya berhenti di saluran pernapasan, cacing dewasa yang berkembang di usus juga menimbulkan masalah lain.
Anak bisa mengalami mual, kehilangan nafsu makan, sulit buang air besar, hingga gagal tumbuh.
“Kalau sudah kronis tadi, bisa jadi stunting, gagal tumbuh dianya. Yang serius, dia ngumpul di usus, jadi masalah,” tambahnya.
*Cacing Bisa Migrasi ke Organ Lain*
Yang mengejutkan, cacing dapat bermigrasi ke berbagai bagian tubuh, termasuk ke saluran empedu, usus buntu, bahkan keluar melalui mulut, hidung, atau anus.
Migrasi ini, kata dr Riyadi, bisa membawa kuman berbahaya ke organ lain, termasuk ke otak, meskipun kasus seperti ini jarang terjadi pada anak.
“Cacing ini karena dia memigrasi ke mana-mana, bisa membawa kuman-kuman lain. Jadi kayak kendaraan transport, membawa si kuman ini ke organ-organ lain. Kalau ke otak, bisa, tapi jarang,” jelasnya.

*Pencegahan Lebih Penting*
Meski terdengar mengerikan, dr Riyadi menegaskan bahwa pengobatan cacingan relatif mudah dan murah.
Obat seperti albendazol terbukti efektif membunuh larva maupun cacing dewasa.
Namun, ketersediaannya harus dipastikan tidak hanya di puskesmas, tetapi juga rumah sakit besar.
Yang tak kalah penting adalah langkah pencegahan sejak dini.
Pemberian obat cacing massal yang terjadwal, menjaga kebersihan lingkungan, serta memastikan anak ikut serta dalam program pencegahan nasional menjadi kunci memutus siklus penularan.
Dengan langkah sederhana namun konsisten, ancaman cacingan yang berujung pada komplikasi serius dapat ditekan.
Karena sejatinya, penyakit ini bukan sekadar soal parasit di tubuh anak, melainkan juga persoalan kualitas hidup dan masa depan generasi mendatang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.