Rabu, 15 Oktober 2025

Kenapa Sering Makan Saat Stres? Psikolog Jelaskan Fenomena Emotional Eating

Makan bukan untuk memenuhi kebutuhan fisik, melainkan untuk menenangkan emosi

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Eko Sutriyanto
BARIATRIC COOKERY
EMOTIONAL EATING - ingin makan padahal tidak merasa lapar? Bisa jadi hal itu bukan karena perut, melainkan karena pikiran yang sedang lelah. Fenomena tersebut dikenal dengan istilah emotional eating makan bukan untuk memenuhi kebutuhan fisik, melainkan untuk menenangkan emosi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pernahkah kamu tiba-tiba ingin makan padahal tidak merasa lapar? Bisa jadi hal itu bukan karena perut, melainkan karena pikiran yang sedang lelah.

Fenomena tersebut dikenal dengan istilah emotional eating — makan bukan untuk memenuhi kebutuhan fisik, melainkan untuk menenangkan emosi.

Psikolog Naomi Ernawati Lestari, M.Psi., menjelaskan bahwa stres memang memengaruhi tubuh dengan cara yang berbeda-beda.

“Kalau untuk stres, tubuh bisa bereaksi dua arah. Ada yang kalau stres justru jadi banyak makan, tapi ada juga yang malah tidak nafsu makan sama sekali. Itu tergantung kepribadian masing-masing orang,” ujar Naomi saat ditemui di Jakarta, Minggu (11/10/2025).

Ia menambahkan, stres ringan yang sering terjadi dalam keseharian justru paling sering memicu emotional eating.

Baca juga: Mengenali Beda Makan karena Lapar dan Emotional Eating

“Biasanya kalau stres ringan — yang sering kita alami di kantor atau kehidupan sehari-hari — pelariannya jadi makan. Tapi kalau stres sudah berat, bahkan bisa disertai depresi, seseorang justru bisa kehilangan selera makan,” jelasnya.

Fenomena ini tampak sepele, namun sesungguhnya menggambarkan cara seseorang mengelola emosinya.

Saat sedih, cemas, marah, atau tertekan, otak mencari jalan pintas untuk menenangkan diri.

Makanan, terutama yang manis, asin, atau berlemak, kerap menjadi pelarian instan. Naomi menyebut hal ini sebagai bentuk distraksi emosional.

“Sebenarnya karena kita butuh cara cepat untuk membuat emosi stabil — mengalihkan rasa sedih, stres, atau marah. Jadi kita mendistraksi diri lewat makan,” tuturnya.


 Makanan 'Pelukan Instan' Otak

Ketika seseorang makan, terutama makanan tinggi gula dan karbohidrat, otak melepaskan hormon dopamin dan serotonin — zat kimia yang menimbulkan rasa nyaman dan bahagia.

Inilah alasan mengapa seseorang bisa merasa lebih baik setelah menyantap cokelat, kue, atau gorengan.

Namun efek tersebut hanya sementara. Setelah rasa nyaman itu hilang, rasa bersalah atau kenaikan berat badan sering kali justru menambah tekanan baru.

Siklus ini akhirnya membuat seseorang terjebak dalam lingkaran stres dan makan berlebihan.

Kebiasaan emotional eating juga sering terjadi tanpa disadari.

Baca juga: 4 Kunci Diet Nyaman Anti Stress Eating Menurut Ahli Gizi

Misalnya, tangan otomatis meraih camilan saat mengetik laporan, atau mengunyah tanpa sadar ketika sedang dimarahi atasan.

Naomi menyebut kebiasaan ini sebagai coping mechanism yang cepat tapi tidak sehat.

“Tanpa sadar kita ngemil sambil kerja, atau makan setelah dimarahi bos supaya cepat merasa stabil lagi. Tapi sebenarnya emosi kita tidak benar-benar diproses, malah berdampak ke berat badan,” ujarnya.

Kaitannya dengan berat badan bukan hanya soal kalori. Saat stres, tubuh memproduksi hormon kortisol yang meningkatkan nafsu makan dan membuat seseorang mengidam makanan tinggi lemak atau gula. Akibatnya, lemak mudah menumpuk terutama di area perut.

Lebih jauh, stres yang tidak diolah dengan baik bisa mengganggu tidur, metabolisme, hingga kesehatan jantung.

Karena itu, pengelolaan stres dan kesadaran diri menjadi kunci penting dalam menjaga keseimbangan tubuh dan pikiran.

Mindful Eating: Cara Sederhana untuk Mengenali Diri

Alih-alih menyalahkan diri karena sering “lari ke makanan”, Naomi menyarankan pendekatan yang lebih sadar — yakni mindful eating.

Konsep ini mengajak seseorang untuk memperhatikan sinyal tubuh: apakah benar-benar lapar, atau hanya ingin melarikan diri dari rasa tidak nyaman?

Berlatih mindful eating bisa dimulai dengan langkah kecil: 

  • Jeda sejenak sebelum makan. Rasakan apakah perutmu benar-benar lapar, atau emosimu yang sedang bergejolak.
  • Nikmati makanan perlahan. Perhatikan tekstur, aroma, dan rasa tanpa terburu-buru.
  • Kenali pemicunya. Catat kapan kamu paling sering ingin ngemil — apakah setelah stres kerja, pertengkaran, atau saat merasa kesepian.
  • Kebiasaan ini bukan sekadar soal diet, melainkan latihan kesadaran diri.
  • Mindful eating membantu seseorang lebih jujur terhadap emosinya — bukan menutupinya dengan makanan.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved