Kamis, 6 November 2025

Harm Reduction Jadi Sorotan, Masindo Dorong Regulasi Berbasis Bukti Ilmiah

Strategi pengurangan bahaya (harm reduction) kembali mencuat dalam isu kesehatan publik. 

Editor: Dodi Esvandi
HANDOUT
Diskusi publik bertema “Sadar Risiko dalam Perspektif Inovasi dan Pembangunan” yang digelar di Jakarta, Rabu (5/11/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Strategi pengurangan bahaya (harm reduction) kembali mencuat dalam isu kesehatan publik. 

Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO), Dimas Syailendra Ranadireksa, menilai perokok dewasa yang belum bisa berhenti sepenuhnya perlu diberi opsi transisi ke produk tembakau alternatif yang tidak melalui proses pembakaran, seperti rokok elektronik atau produk tembakau dipanaskan.

“Ini bukan menggantikan upaya berhenti merokok, tapi bagian dari strategi bertahap agar risiko kesehatan dapat ditekan secara lebih realistis,” ujar Dimas dalam diskusi publik bertema “Sadar Risiko dalam Perspektif Inovasi dan Pembangunan” di Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Menurutnya, harm reduction harus ditempatkan dalam kerangka kesehatan publik dan tata kelola berbasis data. 

Regulasi, kata Dimas, sebaiknya dibangun di atas bukti ilmiah, bukan sekadar perbedaan pandangan antar lembaga. 

“Lembaga kesehatan boleh berbeda pendapat, tapi letakkan permasalahannya di atas meja, kaji bersama, undang pentahelix atau hexahelix untuk mengukur apakah ini berisiko atau tidak,” tegasnya.

Baca juga: BPOM Resmi Awasi Rokok Elektronik, Termasuk Vape dan Produk Sejenis

Diskusi yang digelar Tirto.id bersama MASINDO ini merupakan bagian dari rangkaian Road to Hari Sadar Risiko Nasional 2025. 

Forum ini juga menyoroti pentingnya paradigma baru: dari sikap pasif “bagaimana nanti” menjadi antisipatif “nanti bagaimana.”

Selain Dimas, hadir pula Prakosa Grahayudiandono, Direktur Sistem dan Manajemen Risiko Bappenas, yang menekankan penerapan Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN) sesuai Perpres No. 39/2023. 

Pendekatan ini diharapkan membuat kebijakan pembangunan lebih adaptif terhadap ketidakpastian global.

Sementara itu, Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS, Dr. Nurma Midayanti, menekankan pentingnya data kredibel dalam pemetaan risiko sosial-ekonomi. 

“Tanpa data yang akurat, sulit bagi masyarakat memahami arah pembangunan, dan sulit pula bagi pemerintah melegitimasi kebijakannya,” ujarnya.

Pemimpin Redaksi Tirto.id, Rachmadin Ismail, menutup diskusi dengan menegaskan bahwa kesadaran risiko bukan hanya soal mitigasi bencana, tetapi juga mencakup ekonomi, kesehatan, sosial, hingga gaya hidup.

Forum ini diharapkan menjadi momentum memperkuat kolaborasi lintas sektor menuju budaya sadar risiko nasional, terutama dalam menyongsong Visi Indonesia Emas 2045.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved