Sabtu, 8 November 2025

Kematian Jantung Mendadak Tak Hanya Terjadi pada Atlet, Kini Juga Intai Usia Muda

Jantung Bisa Berhenti Tanpa Peringatan, kenali gejala aritmia sejak dini sebelum terlambat

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Eko Sutriyanto
Freepik
ILUSTRASI PENYAKIT JANTUNG - Ilustrasi penyakit jantung diambil dari Freepik Selasa (19/8/2025). Kasus seseorang tiba-tiba kolaps saat berolahraga dan tak tertolong kerap menjadi berita viral. Banyak yang mengira itu akibat serangan jantung  padahal bisa jadi disebabkan kematian jantung mendadak (sudden cardiac death) 

Ringkasan Berita:
  • Kematian jantung mendadak (sudden cardiac death) tak hanya mengintai atlet, tapi juga usia muda dengan gaya hidup tidak sehat. 
  • Kondisi ini disebabkan aritmia atau gangguan irama jantung yang sering tanpa gejala khas.
  • Deteksi dini lewat EKG, pemeriksaan rutin, dan pemakaian smartwatch bisa mencegah risiko fatal.
 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus seseorang tiba-tiba kolaps saat berolahraga dan tak tertolong kerap menjadi berita viral.

Banyak yang mengira itu akibat serangan jantung  padahal bisa jadi disebabkan kematian jantung mendadak (sudden cardiac death) atau kondisi ketika jantung berhenti berdetak karena gangguan irama atau aritmia.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Aritmia Indonesia (Peritmi), dr Agung Fabian Chandranegara Sp.JP(K) FIHA mengatakan,  kematian jantung mendadak menyumbang 10–15 persen dari seluruh kematian global, dengan lebih dari 100.000 kasus per tahun.

“Fenomena ini tidak hanya menimpa atlet. Justru, 65 persen kasus terjadi pada non-atlet, sementara atlet hanya sekitar 52 persen,” ujar dr. Agung dalam diskusi media di Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025).

Baca juga: Hanya Butuh 30 Detik untuk Selamatkan Hidup, Cek Irama Jantung dengan Menari

Gejala Ringan yang Sering Diabaikan

Kematian jantung mendadak sering datang tanpa tanda mencolok.

Gejalanya bisa berupa jantung berdebar, nyeri dada, pusing, atau sesak napas mendadak. Banyak yang menyepelekannya karena mirip keluhan umum.

Kini, kelompok usia 35–44 tahun menjadi yang paling sering mengalami kondisi ini.

“Usianya makin muda. Kasus sudden cardiac death kini banyak terjadi pada usia produktif,” ujar dr. Agung.

Gaya hidup sedentari, pola makan tinggi lemak, stres, dan kurang tidur disebut mempercepat risiko.

Apalagi bila disertai tekanan darah, kolesterol, atau gula darah tinggi sejak dini.

Deteksi Dini dan Gaya Hidup Sehat Jadi Kunci

Meski Indonesia belum memiliki data nasional terkait sudden cardiac death, meningkatnya penyakit kardiovaskular menunjukkan ancaman yang serupa.

Dr. Agung menekankan pentingnya pemeriksaan jantung rutin seperti EKG dan echocardiogram untuk mendeteksi gangguan irama sejak awal.

Selain itu, perangkat digital seperti smartwatch pendeteksi detak jantung kini dapat membantu mengenali aritmia lebih cepat.

Baca juga: Gerakan Cek Kesehatan Gratis Dorong Deteksi Dini TBC, Diabetes dan Jantung

“Teknologi ini semakin terjangkau dan efektif untuk deteksi dini,” jelasnya.

Kesadaran hidup sehat kini mulai tumbuh di kalangan muda urban.

Namun, edukasi tentang risiko dan pencegahan kematian jantung mendadak masih harus diperluas.

Bagi siapa pun yang aktif berolahraga, terutama usia muda, penting mengenali tanda bahaya: jantung berdebar tidak beraturan, sesak mendadak, atau pingsan tanpa sebab.

Segera periksa ke dokter bila mengalami gejala tersebut — langkah kecil yang bisa menyelamatkan nyawa.

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved