Selasa, 18 November 2025

Tulang Anak Bisa Rapuh Tanpa Disadari, Dokter Jelaskan Peran Nutrisi dan Hormon

Kepadatan tulang atau bone mineral density (BMD) sering disalahpahami sebagai masalah orang dewasa. 

freepik
KESEHATAN TULANG - Kepadatan tulang atau bone mineral density (BMD) sering disalahpahami sebagai masalah orang dewasa.  

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

Ringkasan Berita:
  • Masalah tulang tidak hanya dialami orang dewasa. 
  • Abak-anak juga bisa mengalami masalah tulang.
  • Masa anak dan remaja merupakan periode emas untuk membangun cadangan kekuatan tulang.

 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepadatan tulang atau bone mineral density (BMD) sering disalahpahami sebagai masalah orang dewasa. 

Padahal, menurut dokter endokrin anak, fase yang paling menentukan kekuatan tulang justru terjadi saat masa kanak-kanak hingga remaja.

Baca juga: Tanda Sakit Pinggang Jadi Bahaya yang Mengancam Kesehatan Tulang Belakang

Anggota Unit kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Frieda Susanti, SpA, Subs Endo(K), PhD mengungkapkan bahwa tulang memiliki “puncak kekuatan” yang dicapai sekitar usia 20 hingga 30 tahun. 

Setelah puncak tersebut, densitas tulang mulai menurun secara alami.

Karena itu, masa anak dan remaja merupakan periode emas untuk membangun cadangan kekuatan tulang.

Kepadatan tulang sangat ditentukan oleh tiga hal yaitu nutrisi, hormon, dan aktivitas fisik. Kalsium, fosfat, vitamin D, serta mineral kecil seperti zinc berperan signifikan dalam struktur tulang. 

Sementara kolagen menjadi “pengikat” yang menahan mineral agar tidak runtuh seperti bata tanpa semen.

Untuk memudahkan, Dr. Frida mengibaratkannya seperti bangunan rumah.

Batu bata adalah mineral, sementara semennya adalah kolagen. 

Baca juga: Anak Sering Mengeluh Pegal? Awas Jangan Sepelekan, Ini Tanda Kelainan Tulang Skoliosis

Tanpa keduanya bekerja bersama, tulang akan mudah rapuh.

Kepadatan tulang remaja dapat terhambat oleh berbagai faktor. 

Mulai dari kurang paparan sinar matahari, pola makan buruk, pubertas terlambat, hingga penyakit kronik yang memengaruhi metabolisme tulang.

Ia menegaskan bahwa hormon estrogen dan testosteron memiliki peran besar.

“Peningkatan kepadatan tulang yang paling tinggi itu adalah pada saat remaja,” katanya pada Seminar Media yang diadakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia di Jakarta, Minggu (16/11/2025). 

Gangguan hormon dapat menghambat pembentukan densitas tulang optimal, meningkatkan risiko patah atau osteoporosis dini.

Remaja yang hidup dengan kondisi medis seperti leukemia, lupus, gagal ginjal, atau yang sering mengonsumsi steroid jangka panjang juga lebih rentan mengalami kepadatan tulang rendah. 

Pada kondisi ini, pemeriksaan berkala sangat dianjurkan.

Olahraga menjadi komponen yang tidak boleh ditinggalkan. 

Aktivitas fisik yang melibatkan beban tubuh seperti lari, lompat, atau olahraga tim membantu memberi tekanan mekanik yang merangsang tulang semakin kuat.

Konsistensi nutrisi juga menjadi perhatian. Selain kalsium dan vitamin D, banyak anak kini mengalami defisit mikronutrien penting karena pola makan tinggi ultra-proses tetapi rendah zat gizi.

Dr. Frida menekankan bahwa seluruh proses ini sangat bergantung pada fungsi growth plate, yang hanya ada pada masa anak dan remaja. 

Setelah lempeng pertumbuhan menutup, tinggi badan tidak akan bertambah lagi, dan peluang meningkatkan puncak densitas tulang sangat terbatas.

“Kalau dia 12 tahun semuanya udah nutup, ya nggak bisa nampak tinggi lagi,” ujar Dr. Frida.

Ia mengajak orang tua untuk memahami bahwa kesehatan tulang bukan sesuatu yang bisa dikejar saat dewasa. 

Optimalisasi harus dilakukan sejak dini agar anak memiliki cadangan tulang yang cukup untuk menghadapi proses penuaan alami.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved