Pertimbangan Kemanusiaan Harus Dikedepankan dalam Proses Legislasi RUU PPRT
Tidak ada lagi alasan mendasar untuk menunda pembahasan RUU PPRT, selain segera melanjutkan dan mengesahkannya menjadi undang-undang
Editor:
Content Writer
Kelompok perempuan dan anak, menurut dia, seringkali mengalami beragam eksploitasi dan kekerasan, serta ketidakadilan dalam menjalankan profesi sebagai PRT.
Aspek perlindungan dari berbagai ancaman itu, tegas Atnike, merupakan salah satu tugas dari Komnas HAM.
Dia mengakui, Komnas HAM pada 2021 sudah memberikan rekomendasi dalam bentuk kajian agar Pemerintah meratifikasi Konvensi ILO 189 sehingga Indonesia segera memiliki undang-undang yang mampu memberi perlindungan bagi PRT. "Kajian itu sudah kami serahkan kepada Komisi IX DPR RI dan Pemerintah," ujarnya.
Atnike menilai dengan adanya UU PPRT itu juga berarti negara hadir dalam upaya memberi perlindungan bagi PRT. Di sisi lain, tambahnya, kehadiran UU PPRT juga mendorong agar profesi PRT menjadi lebih profesional dan kompeten.
Lebih dari itu, tegas Atnike, kehadiran UU PPRT juga memberi Pemerintah legal standing bila pekerja migran asal Indonesia menghadapi masalah di luar negeri.
Ketua Komunitas Pemberi Kerja, Damairia Pakpahan menilai isi RUU PPRT sebenarnya lunak, sehingga tidak perlu terjadi upaya penundaan dalam proses pembahasannya.
Menurut Damairia, hadirnya UU PPRT memberi kejelasan aturan bagi pemberi kerja dan PRT terkait hak dan kewajiban masing-masing.
Dia menegaskan, informasi terkait kemampuan PRT, jam kerja, kualitas kerja, dan perjanjian kerja harus jelas. Sehingga, tambahnya, hak dan kewajiban keduabelah pihak dapat dijalankan dengan baik.
Tenaga Ahli Utama, Kantor Staf Presiden RI, Brian Sriprahastuti berpendapat komitmen Presiden Joko Widodo pada 18 Januari 2023 untuk segera menghadirkan UU PPRT merupakan puncak dari dorongan Pemerintah terhadap percepatan proses pembahasan RUU PPRT.
Menurut Brian, ada sejumlah hal krusial yang diatur dalam RUU PPRT. Antara lain, tambah dia, terkait kesepakatan jam kerja, waktu istirahat, model pengawasan, perizinan penyedia PRT, serta sistem perlindungan sosialnya.
Sejumlah upaya, tegas Brian, juga sudah dilakukannya seperti komunikasi politik, kajian sejumlah substansi pada RUU PPRT dan komunikasi publik.
Bila proses legislasi dan kajian terhadap daftar inventarisasi masalah (DIM) pada draf RUU PPRT berjalan lancar, Brian memperkirakan, dengan dua kali konsinyering beleid ini selesai dibahas.
Ari Ujianto dari Jala PRT mengungkapkan banyak pihak yang tidak setuju terhadap RUU PPRT karena belum membaca isi RUU tersebut.
Ari menilai isi aturan yang ada pada RUU PPRT saat ini terbilang tidak berat untuk dilaksanakan. Apalagi, ungkap Ari, pada awal diusulkan isi RUU PPRT sebenarnya direncanakan mengadopsi secara penuh Konvensi ILO 189.
Namun, tegasnya, karena isi Konvensi ILO 189 dinilai sulit untuk diterapkan secara penuh diambil kesepakatan agar sejumlah aturan disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Lestari Moerdijat: Segera Atasi Tantangan Struktural yang Dihadapi Perempuan di Sektor Ekonomi |
![]() |
---|
Lestari Moerdijat: Jalankan Amanah Konstitusi UUD 1945 dalam Menyikapi Konflik Antarnegara |
![]() |
---|
Ketua Baleg DPR RI Ungkap RUU PPRT Ditargetkan Selesai Agustus Mendatang |
![]() |
---|
Lestari Moerdijat Dorong Gerakan Kolektif untuk Upaya Pencegahan Polusi Plastik |
![]() |
---|
Pembahasan RUU PPRT Segera Dituntaskan, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR: Ini Momentum Bagus |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.