Selasa, 2 September 2025

Dedi Iskandar: Pengurangan Dana Transfer ke Daerah Berpotensi Membebankan Masyarakat di Daerah

Langkah pengurangan dana transfer ke daerah dapat mendorong kepala daerah untuk mencari sumber pendapat lain, seperti menaikkan PBB.

Editor: Content Writer
Humas Kelompok DPD RI
DEDI ISKANDAR - Ketua Kelompok DPD RI di MPR RI Dr. Dedi Iskandar Batubara menghadiri Diskusi Publik bertema 'Penguatan Peran DPD RI Dalam Mengawasi Kebijakan Pemerintah Daerah' di Hotel Santika Premiere, Bintaro (26/8/2025). Pada kesempatan ini, Dedi juga menyerahkan buku Kelompok DPD RI di MPR kepada narasumber. 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Kelompok DPD RI di MPR RI Dr. Dedi Iskandar Batubara meminta pemerintah pusat untuk tidak mengurangi dana transfer ke daerah. Menurutnya, langkah tersebut dapat berdampak pada daerah karena kepala daerah nantinya perlu mencari sumber pendapatan lainnya, salah satu yang memungkinkan adalah menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

“Kebijakan menaikkan PBB itu menjadi beban bagi masyarakat di daerah. Oleh karena itu, tidak boleh kurangi dana transfer ke daerah,” ujar Senator Dedi Iskandar seusai Diskusi Publik bertema 'Penguatan Peran DPD RI Dalam Mengawasi Kebijakan Pemerintah Daerah' di Hotel Santika Premiere, Bintaro (26/8/2025).

Senator dari Provinsi Sumatera Utara itu mengatakan, tema diskusi publik ini sangat relevan dan sangat strategis.

“Diskusi publik ini strategis karena sekitar 125 daerah menaikkan kebijakan pajak. Walaupun yang viral itu Kabupaten Pati dan Kabupaten Bone,” ujar Senator Dedi Iskandar.

Ia juga menyebut bahwa DPD harus melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah daerah dan mengingatkan kepada pemerintah pusat dan semua pihak untuk menghidupkan kembali semangat reformasi yang diawali dengan otonomi daerah.

“Berikan kewenangan yang luas kepada derah untuk mengorkestrasi pembangunan di daerahnya sehingga inovasi pembangunannya berjalan,” ujar Senator Dedi Iskandar.

“Intinya, DPD RI itu perpanjangan tangan dan jembatan penghubung. Sebagai jembatan penghubung, DPD harus bisa mengartikulasikan kepentingan daerah di tingkat pusat sekaligus mengingatkan pemerintah pusat bahwa mereka punya tanggung jawab untuk menjaga daerah itu,” ujar Senator Dedi Iskandar.

Sebelumnya, Senator Dedi Iskandar saat memberikan sambutan Diskusi Publik Kelompok DPD di MPR meminta peran lembaganya diperkuat dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (Pemda). Ia mengatakan lahirnya DPD jika dilihat dari sejarahnya punya keterkaitan dengan permasalahan yang ada di daerah.

Pada saat itu suara-suara daerah menuntut adanya pemerataan ekonomi, bahkan tuntutan sebagaian daerah yang ingin berpisah dari NKRI mempunyai resonansi yang begitu kuat sehingga diperlukan berdirinya lembaga yang benar-benar punya perhatian pada persoalan kedaerahan.

Pada akhirnya dibentuklah DPD yang dalam Pasal 22 D UUD NRI 1945 diberikan kewenangan untuk memperhatikan persoalan-persoalan yang terkait dengan kedaerahan.

Baca juga: Senator Dedi Iskandar Batubara: Penguatan Keluarga Kunci Menuju Indonesia Emas 2045

“Seiring berjalan, kewenangan DPD di Pasal 22 D dianggap masih banyak kelemahan karena DPD RI tidak diberikan otoritas sebagai pengambil keputusan baik di bidang legislasi, budgeting, maupun pengawasan yang terkait kedaerahan," ungkap Dedi Iskandar.

Ia mengungkapkan kewenangan DPD selain diatur dalam Pasal 22 D UUD 1945, juga terdapat satu kewenangan yang berurusan langsung dengan pengawasan terhadap pemerintahan daerah yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3 Pasal 249 huruf J, yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah.

Menurut Dedi, pasal 249 huruf J ini sebenarnya memberikan ruang bagi DPD untuk mengawasi secara langsung kebijakan pemerintahan daerah. Namun begitu, hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan DPD tidak bisa menganulir keberadaan raperda dan perda yang dibuat pemda jika tidak sesuai dengan kehendak masyarakat daerah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.

"Sedangkan saat ini kewenangan untuk menganulir Raperda dan Perda ada di tangan pemerintah pusat ataupun juga bisa dilakukan dengan melakukan judicial review ke Mahkamah Agung jika dianggap perda itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya," terangnya.

Dia juga menanggapi banyaknya kepala daerah di kabupaten atau kota yang akhir-akhir ini sering didemo karena kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat daerah. Menurutnya, hal ini tidak perlu terjadi jika kepala daerah mau transparan dan mengomunikasikan dengan berbagai stakeholder, mulai dari DPRD, gubernur dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bahkan juga dengan DPD yang merupakan representasi dari masyarakat daerah.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan