Senin, 1 September 2025

Pemilu 2024

Pengamat Nilai Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Lebih Berdimensi Politik Masa Depan

Pengamat menilai argumen untuk kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup tidak berkembang dan cenderung terjebak ke masa lalu.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
Warta Kota/YULIANTO
Pengamat politik yang juga direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai argumen untuk kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup tidak berkembang dan cenderung terjebak ke masa lalu. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar menjadi inisiator pertemuan sejumlah elite partai politik untuk menyampaikan sikap bersama terkait penolakan wacana sistem pemilu proporsional tertutup diberlakukan kembali.

Sebanyak 8 parpol menegaskan komitmennya mendukung sistem pemilu proporsional terbuka, mengecualikan PDIP yang mendukung proporsional tertutup.

Pengamat politik yang juga direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai argumen untuk kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup tidak berkembang dan cenderung terjebak ke masa lalu.

Berbeda dengan argumen pendukung proporsional terbuka yang cenderung berkembang dan berdimensi masa depan.

Baca juga: Barisan Muda PAN Ancam Geruduk Gedung MK Jika Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Disahkan

"Saya kira mempertahankan argumennya (proporsional terbuka) itu jauh lebih banyak, bisa tiga kali lipat dari kembali ke proporsional tertutup," kata Ray Rangkuti, kepada wartawan, Jumat (13/1/2023).

Menurutnya, tiga garis besar argumen yang mendukung sistem proporsional tertutup yakni parpol, konsolidasi parpol, dan pemilu berbiaya rendah.

Sementara itu, argumen pendukung proporsional terbuka justru terus berkembang.

"Kalau itu berdimensi masa lalu, sudah kita alami. Justru terbuka itu adalah titik balik dari yang lalu," ucap dia.

Ray menjelaskan argumen penguat sistem proporsional terbuka yang berhubungan dengan masa depan yakni keberadaan dan perkembangan media sosial.

"Kita ini hidup di era teknologi, di mana era media sosial menjadi perangkat yang paling utama dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan di media sosial itu politik juga diatur. Sudah banyak keputusan-keputusan politik itu berdasarkan media sosial," kata dia.

Lebih lanjut menurut Ray, hal itu menandakan dominasi media sosial begitu besar dan mampu menentukan wajah politik.

Baca juga: Politisi Milenial Lintas Partai Tolak Sistem Proporsional Tertutup pada Pemilu 2024

Artinya dominasi atau peran media sosial di masa mendatang untuk menentukan wajah-wajah politik jauh lebih kuat dibandingkan dengan peran partai politik.

"Di tengah era seperti itu kita masih berpikir penguatan partai, tidak masuk akal. Itu di era 1960an, 1970an, relevan karena kita belum menemukan media sosial, di mana orang dalam menyalurkan aspirasi, mengadvokasi kebijakan itu tidak lain kecuali melalui partai," tandas dia.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan