Rabu, 13 Agustus 2025

Pemilu 2024

Menanti Putusan MK soal Sistem Pemilu 2024, Sebelumnya 8 Parpol Tolak Sistem Proporsional Tertutup

Putusan sistem pemilihan umum (Pemilu) 2024 di Indonesia akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Kamis (15/6/2023), di Gedung MK.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
Delapan pimpinan partai politik (parpol) yang punya wakil di Parlemen menyatakan sikap tegas menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup. Hari ini, putusan sistem pemilihan umum (Pemilu) 2024 di Indonesia akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (15/6/2023), di Gedung MK. 

Anwar Usman yang terlihat mengenakan kemeja biru pun terlihat duduk di samping Presiden Jokowi.

Keduanya tampak santai bersama para pejabat lainnya, seperti Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Panglima TNI Yudo Margono.

Pantauan TribunJakarta.com di lokasi, kurang lebih 15 menit dihabiskan oleh Presiden Jokowi cs di stand kopi instan tersebut.

Presiden Joko Widodo ngopi bersama sejumlah pejabat, antara lain, Ketua Mahkamah Konsitusi Anwar Usman, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, dan Menparekraf Sandiaga Uno di stan kopi instan seusai membuka Jakarya Fair Kemayoran 2023 di Jakarta Internasional Expo, Rabu (14/6/2023).
Presiden Joko Widodo ngopi bersama sejumlah pejabat, antara lain, Ketua Mahkamah Konsitusi Anwar Usman, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, dan Menparekraf Sandiaga Uno di stan kopi instan seusai membuka Jakarya Fair Kemayoran 2023 di Jakarta Internasional Expo, Rabu (14/6/2023). (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)

- Pengamat Yakin MK Bakal Tolak Permohonan soal Sistem Proporsional Pemilu

Pengamat pemilu sekaligus Anggota Dewan Pembinaan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menolak permohonan soal sistem proporsional pemilu.

"Menurut saya, MK akan menolak permohonan nomor 114 ini dan menempatkan pilihan sistem pemilu sebagai legal policy atau kebijakan hukum yang menjadi kewenangan pembentuk UU," kata Titi dalam saluran YouTube pribadinya, Rabu (14/6/2023).

Lebih lanjut, Titi menyampaikan alasan kenapa MK bakal memutus sistem pemilu sebagai legal policy atau kebijakan publik adalah karena dalam Pasal 168 ayat 2 Undang-Undang (UU) Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang diajukan ke MK, tidak memuat isu soal konstitusionalitas.

MK, kata Titi, menguji UU terhadap Undang-Undang Dasar (UUD).

Sehingga dalam tahapannya, tentu harus ada norma UUD yang dilanggar oleh UU.

Namun sepanjang penelusuran Titi, tidak ada norma UUD yang dilanggar oleh Pasal 168 Ayat 2 itu.

Hal ini dikarenakan, dalam UUD sendiri tidak diatur sistem pemilu untuk pemilu DPR dan DPRD sebagaimana yang diuji oleh pemohon ke MK.

"Ternyata kalau saya telusuri tidak ada norma UUD yang disimpangi atau dilanggar oleh pasal 168 ayat 2. Karena memang UUD kita tidak mengatur pilihan sistem pemilu untuk DPR dan DPRD," jelasnya.

"Dengan demikian tidak ada isu konstitusionalitasnya terkait norma yang mengatur sistem pemilu, karena UUD sendiri tidak mengatur pilihan sistem pemilu secara spesifik," lanjut Titi.

Titi pun menambahkan, dalam konstitusi memang tidak diatur sistem pemilu untuk DPR dan DPRD.

Sistem tersebut, kata Titi, hanya diatur untuk pemilihan presiden dan wakil presiden.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan