Virus Corona
Polemik Bansos DKI Jakarta Selama Pandemi, Direktur LIMA: Kita Butuh Satu Sikap Bukan Sembrono
Terlihat pada hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah DKI Jakarta, khususnya terkait bantuan sosial (bansos) tak sejalan.
Penulis:
Siti Nurjannah Wulandari
Editor:
Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Pandemi Covid-19 yang mewabah di seluruh dunia juga di Indonesia, membuat orang banyak masalah yang bermunculan.
Permasalahan internal terkait penanganan Covid-19 pun bermunculan.
Terlihat pada hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah DKI Jakarta, khususnya terkait bantuan sosial (bansos) yang diluncurkan pemerintah pusat seiring dengan keputusan PSBB tak sejalan.
Pasalnya, Pemprov DKI Jakarta awalnya menyebut akan lepas tangan soal pembiayaan bansos untuk warga DKI Jakarta.
Silang pendapat antara Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial, Juliari P. Batubara, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sebelumnya.
Baca: Warga di Bojonggede Ramai-ramai Tolak Bansos dari Pemerintah Pusat, Ini Masalahnya
Baca: Senyum Janda Sebatang Kara Terima Bansos dari Pemprov Jateng
Akhirnya Sri Mulyani Indrawati pada rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI mengungkap jika dana bansos akan ditanggung pemerintah pusat dalam bentuk sembako dan BLT.
Walaupun anggaran awal diproyeksikan di pemerintah daerah.
Berdasarkan rilis yang diterima Tribunnews, data warga miskin di Jakarta 3,7 juta orang.
Kemudian sempat berubah menjadi 2,3 juta orang.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan hanya dapat memberikan bantuan bagi 1,1 juta warga miskin di Jakarta.
Dan pemerintah sepakat untuk memberikan bantuan bagi 2,5 juta sisanya.
Polemik pemberian bansos di DKI Jakarta masih belum terurai.
Data menyebut per 14 Mei 2020, anggaran Covid-19 dalam pos belanja tidak terduga mencapai Rp 897,2 miliar sudah terealisasi Rp 890,9 miliar atau 99, 30%.
Lalu bagaimana Pemprov DKI dapat membiayai pencegahan Covid-19, termasuk untuk bantuan sosial?
Apakah Pemprov DKI memang kehabisan dana dan hanya Dana Bagi Hasil (DBH) menjadi kendala utamanya?
Menurut Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menegaskan jika tidak ada pihak yang boleh mencari panggung popularitas.
Baca: Mensos Akui Ada Tumpang Tindih Data Warga Penerima Bansos Pada Penyaluran Tahap Pertama
Baca: Disindir Tiga Menteri Jokowi Soal Bansos di DKI Jakarta, Ini Jawaban Tegas Anies Baswedan
Khususnya pemerintah pusat atau daerah, Ray meminta tidak menjadikan Covid-19 menjadi panggung popularitas politik.
Dihimpun dari rilis yang diterima Tribunnews Jumat (15/5/2020), Ray menegaskan jika tidak perlu adanya ungkapan di depan masyarakat terlalu berlebihan.
Namun nyatanya tidak terealisasikan.
"Hal itu hanya menjadikan seolah pemerintah daerah seperti telah bekerja cepat, tegas dan cekatan, tapi fakta di lapangannya justru berbeda. Kita semua membutuhkan satu sikap dan keputusan yang cepat, tapi bukan sembrono, apalagi hanya sekedar tampil memukau dihadapan masyarakat," tulis rilis tersebut.
Menurut Ray, data pemerintah pusat terkait penerima bantuan sosial di wilayah DKI Jakarta juga masih tumpang tindih.
"Faktanya sekarang data yang paling diakui warga DKI Jakarta penerima bansos hanya 2.153.196 kepala keluarga. Jauh berkurang dari data yang disebutkan sebelumnya yakni sekitar 2,6 juta keluarga," lanjut Ray dalam rilis.
Begitu juga dengan pemerintah daerah yang belum pernah menyinggung terkait bantuah tahap ketiga dan seterusnya.
"Sebab, sejauh yang kita pahami, belum terdengar dana alokasi DKI untuk bansos tahap tiga dan seterusnya," lanjut Ray.
Sementara terkait Dana Bagi Hasil (DBH) yang masih kurang bayar oleh pemerintah pusat juga tidak semestinya menjadi kendala utama.
"Persoalan kurang bayar pemerintah pusat dalam DBH sebenarnya tidak menjadi kendala utama Pemprov DKI untuk mengalokasikan dana bansos. Tapi refocusing-nya yang belum sepenuhnya berjalan," pungkas Ray dalam rilis tersebut.
(Tribunnews.com/ Siti Nurjannah Wulandari)