Rektor Nonaktif UP Sebut Bakal Lakukan Upaya Hukum Balik jika Dugaan Pelecehan Seksual Tak Terbukti
Edie Toet Hendratno mengaku bakal melakukan upaya hukum balik jika dugaan pelecehan seksual yang ditudingkan kepadanya tak terbukti.
Penulis:
Fahmi Ramadhan
Editor:
Febri Prasetyo
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rektor nonaktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno, mengaku bakal melakukan upaya hukum balik jika dugaan pelecehan seksual yang ditudingkan kepadanya tak terbukti.
Kuasa hukum Edie Toet, Faizal Hafied, mengatakan upaya hukum itu guna mengembalikan harkat dan martabat kliennya menyusul kasus yang saat ini berkembang.
"Kami melakukan pembelaan, upaya hukum untuk membantu kepentingan hukum klien kami. Untuk mengklarifikasi untuk menjelaskan untuk juga mengembalikan harkat dan martabat klien kami," kata Faizal dalam sesi konferensi pers di Hotel Artotel, Jakarta Selatan, Kamis (29/2/2024).
Hanya saja ketika disinggung kapan dan bukti apa saja yang akan pihaknya tunjukan saat melakukan upaya hukum itu, Faizal enggan memberikan informasi lebih rinci.
Ia hanya mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah mempersiapkan langkah tersebut dan dalam waktu beberapa hari ke depan akan direalisasikan.
"Apa yang nanti kami siapkan mohon rekan rekan tunggu beberapa waktu lagi tidak jauh kita akan lakukan upaya hukum yang pas dan tepat," katanya.
Klaim Kasusnya Dipolitisasi
Sebelumnya, Edie Toet mengklaim bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepada dirinya merupakan bentuk politisasi.
Adapun hal itu diungkapkan Edie melalui kuasa hukumnya, Faizal Hafied, seusai menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Faizal menjelaskan klaim politisasi yang ia maksud itu lantaran pelaporan itu beririsan dengan adanya pemilihan rektor baru di kampus tersebut.
Baca juga: Rektor Non-aktif Universitas Pancasila Edie Toet Bakal Kembali Diperiksa Polisi Selasa Pekan Depan
"Ini pasti ada politisasi jelang pemilihan rektor sebagaimana sering terjadi di Pilkada dan Pilpres," kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Selain itu, ia pun mengatakan bahwa laporan polisi (LP) yang dilayangkan terhadap kliennya itu tidak akan terjadi jika tak ada proses pemilihan rektor.
Bahkan, menurutnya, kasus yang saat ini terjadi dinilainya sebagai bentuk pembunuhan karakter kliennya.
"Sekaligus kami mengklarifikasi bahwa semua yang beredar ini adalah berita yang tidak tepat, dan merupakan pembunuhan karakter untuk klien kami," katanya.
Kronologi Pelecehan Versi Kubu Korban
Sebelumnya, dua orang wanita berinisial RZ dan DF melapor kepada polisi karena diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh rektor salah satu universitas di Jakarta Selatan berinisial ETH.
Kuasa hukum kedua korban, Amanda Manthovani, mengatakan dari keterangan kliennya, bentuk pelecehan itu mulai dicium hingga dipegang bagian payudaranya.
Pertama, korban berinisial RZ yang saat itu bekerja sebagai Kabag Humas dan Ventura universitas tersebut awalnya diminta untuk menghadap rektor tersebut dengan alasan terkait pekerjaan.
"Dia akhirnya cari tempat di kursi yang agak panjang. Memang dia dipanggil sama rektor dia juga gak tau, tapi setelah dia masuk, diambil posisi duduk, posisinya agak jauh, rektor di tempat kursi dia dan dia (korban) di kursi panjang sambil rektor itu memberikan perintah-perintah masalah pekerjaan. Gitu ceritanya," kata Amanda saat dihubungi, Sabtu (24/2/2024).
Saat itu sang rektor mendekati korban saat tengah mencatat. Namun kala itu sang rektor langsung mencium pipi hingga korban kaget dan berdiri untuk meninggalkan ruangan.
"Terus sebelum dia keluar, rektor dengan bahasa baik yang lembut, 'Ini coba kamu sebelum keluar, mata saya liat dulu,' katanya 'Mata saya merah nggak?" ucapnya.
Baca juga: Usai Diperiksa Polisi, Rektor Nonaktif Universitas Pancasila Ngaku Jadi Korban Politisasi
Saat meneteskan obat tersebut, RZ mengaku sang rektor langsung memegang payudaranya hingga akhirnya korban ketakutan dan mengadu kepada atasannya.
Namun, bukannya dibantu, korban malah dimutasi dari jabatannya ke S2 universitas.
Lalu, korban kedua berinisial DF mendapatkan perlakuan tersebut sebelum RZ saat di ruangan rektor tersebut.
"Hampir sama si kejadiannya cuman mbak DF memang di cium tapi posisinya itu mukanya DF itu dipeganngin terus diciumin. Si DF kan waktu itu usainya masih muda kejadiannya itu dia masih 23 tahun," ucapnya.
"DF juga begitu saat kejadian itu dia langsung cerita nangis, cerita juga sama RZ (korban), sama beberapa orang, RZ bilang menenangkan dia, eh kejadian sama RZ juga akhirnya di bulan Februari," sambungnya.
Akibatnya DF pun merasa ketakutan dan akhirnya mengundurkan diri sebagai pegawai honorer di kampus tersebut.
Saat ini, laporan RZ ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024 tengah diselidiki polisi.
Selain itu, laporan DF juga sudah diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024 yang kini sudah dilimpahkan kepada Polda Metro Jaya.
(Tribunnews)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.