Aksi Ojek Online
Jeritan Pengemudi Ojek Online Terbebani Potongan Aplikator: Kadang Pulang Nggak Bawa Uang
Keluhan Mufli bukan tanpa sebab. Ia menyoroti potongan dari aplikator yang dianggap tidak masuk akal dan membebani para pengemudi.
Penulis:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ribuan pengemudi ojek online atau ojol melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).
Mereka membawa spanduk serta poster bertuliskan tuntutan atas kebijakan potongan aplikator yang dinilai semakin memberatkan.
Baca juga: Pejabat Kemenhub Tak Kunjung Temui Massa, Ratusan Pengemudi Ojol Meradang: Mau Turun atau Diturunkan
Mufli seorang pengemudi ojek online (ojol) yang sudah bekerja sejak tahun 2022, mengungkap realita pahit yang ia dan rekan-rekannya alami di lapangan.
Meski bekerja lebih dari 15 jam sehari, penghasilannya justru kian menurun sejak diberlakukannya program yang tidak menguntungkan pengemudi.
Baca juga: Dihalau Polisi, Ratusan Pengemudi Ojol Kecewa Tak Bisa Sampaikan Aspirasi di Depan Gedung Kemenhub
“Pernah saya coba keluar dari Grab Bike Hemat selama satu minggu. Hasilnya cuma under Rp 130 ribu per hari,” kata Mufli kepada Tribunnews saat mengikuti aksi unjuk rasa driver ojol di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).
“Kerja dari jam 5 subuh sampai jam 10 malam. Bisa dibayangkan, bensin, makan, servis motor, semua dari situ,” tambahnya.
Keluhan Mufli bukan tanpa sebab. Ia menyoroti potongan dari aplikator yang dianggap tidak masuk akal dan membebani para pengemudi.
“Potongan dari Grab Bike Hemat itu Rp 20 ribu per hari per orang. Saya nggak tahu itu uangnya buat apa. Itu yang kami pertanyakan, dan itu juga yang kami perjuangkan,” tegasnya.
Pria asal Tangerang Selatan itu berharap pemerintah turun tangan dan tidak membiarkan aplikator membuat aturan sepihak.
Kendati kondisi terdesak, Mufli tetap menyimpan keyakinan bahwa perjuangannya tidak sia-sia. Dia pun mengaku tak khawatir kehilangan pendapatan karena mematikan aplikasi atau off-bid pada hari ini.
“Kalau bicara untung atau rugi, rejeki sudah diatur sama yang di atas. Jadi kenapa saya harus merasa rugi? Setiap yang bernyawa pasti ada rejekinya,” paparnya.
Bahkan, dari pendapatannya yang bisa dikatakan pas-pasan tersebut, Mufli bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister (S2).
Dia menyisihkan hasil jerih payahnya untuk bisa mendapatkan gelas magister di kampus swasta di Tangerang.
"Rezeki sudah ada yang ngatur, pasti ada jalannya. Ya kaya moto Gojek, 'Selalu Ada Jalan'," ungkapnya.
Baca juga: Orator Demo Sindir Pengemudi Ojek Online yang Masih Beroperasi: Nggak Malu Ya?
Tuntut Keadilan Tarif
Pengemudi ojek online (Ojol) bernama Anong ikut dalam kerumunan massa aksi demo menuntut keadilan tarif di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).
Pria berusia 44 tahun itu merasa terpanggil menyuarakan aspirasi agar potongan tarif aplikator tak terus menerus menyengsarakan mitranya.
"Saya sudah dari 2016 ojek online lebih banyak dukanya, aksi unjuk rasa ini sudah sering saya ikut hanya didengar tapi tidak pernah diimplementasikan," ucap Anong kepada Tribunnews.com.
Dia menyampaikan rasa kekecewaan atas tidak adanya sikap dari pemerintah terhadap aplikator yang melakukan pemotongan hingga 50 persen.
Menurutnya, sudah hampir satu dekade melakoni profesi ojol semakin jauh dari kesejahteraan.
"Ya begini hidup makin pas-pasan kadang ada juga yang pulang nggak bawa uang karena habis buat beli bensin dan makan doang di jalan," tuturnya.
Dia menilai kebijakan tarif batas bawah yang ditetapkan Kementerian Perhubungan juga terbukti menyengsarakan para pekerja ojol.
Anong berharap pemerintah kali ini terbuka hatinya untuk mensejahterakan kaum pekerja ojol.
Baca juga: Ikut Demo Ojek Online di Kawasan Patung Kuda, Norman Curi Perhatian Pakai Helm Gas LPG 3 Kg
Grab Tak Bisa Penuhi Permintaan Ojol
Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza R Munusamy buka suara mengenai tuntutan pengemudi ojek online (ojol) meminta komisi yang dipotong untuk perusahaan diturunkan menjadi 10 persen.
Saat ini, komisi yang dipotong untuk perusahaan sebesar 20 persen. Ini diklaim telah sesuai dengan peraturan yang telah dikeluarkan menteri perhubungan.
Tirza mengatakan komisi 20 persen ini digunakan untuk berbagai hal seperti pemeliharaan sistem, pengembangan fitur, dan mendukung biaya operasional.
Dukungan untuk biaya operasional ini contohnya seperti panggilan gratis dalam aplikasi. Fitur ini memungkinkan mitra pengemudi dan penumpang berkomunikasi tanpa harus menggunakan pulsa.
"Telepon aja kalau setiap hari harus pakai pulsa itu kan mahal ya. Makanya kami punya (fitur) kalau telepon pakai aplikasi itu gratis untuk mitra pengemudi maupun pengguna. Jadi itu untuk bantuan operasional," kata Tirza dalam acara diskusi bertajuk 'Dinamika Industri On-Demand di Indonesia: Status Mitra Pengemudi dan Komisi' di Jakarta, Senin (19/5/2025).
Operasional juga termasuk penyediaan customer service 24 jam selama 7 hari untuk membantu pengguna dan mitra kapan saja dibutuhkan. Di balik layanan ini, ada agen-agen yang siap membantu setiap saat.
Komisi 20 persen tersebut juga digunakan untuk membiayai perlindungan asuransi dan fitur keselamatan bagi pengguna.
"Termasuk sekarang kalau misalnya tiba-tiba berhenti nanti akan ada yang nanya ya, ini cuma macet atau memang ada apa. Kalau ternyata ada marabahaya itu bisa ada satgas yang datang. Supaya kalau ada kecelakaan atau ada kekerasan seksual atau amit-amit yang lainnya, itu bisa tertangani," ujar Tirza.
Ia menegaskan bahwa berbagai layanan dan fitur ini hanya bisa berjalan dengan dukungan dari komisi 20 persen, yang juga mencakup platform fee.
Baca juga: Mufli Kerja 15 Jam Sehari Hanya Dapat Rp 130 Ribu, Keluhkan Potongan Tak Masuk Akal dari Grab
"Hal-hal ini dimungkinkan kalau di kami dengan bagi hasil yang 20 persen. Termasuk juga bagiannya adalah platform fee," ucap Tirza.
"Sumber pendapatan kami itu hanya dari komisi dan platform fee. Jadi digabung untuk menunjang keberlanjutan dan keberlangsungan dari ekosistem," ucap Tirza.
Tirza menambahkan bahwa besaran komisi bisa saja berubah tergantung dinamika pasar, daya beli masyarakat, dan preferensi pengguna.
Ia mengklaim pihaknya selalu memantau minat dan kemampuan daya beli pengguna. Saat ini, dengan skema yang ada, Grab masih bisa bertahan, meskipun ada tantangan.
Tirza mengingatkan bahwa jika komisi diturunkan menjadi 10 persen, maka beberapa layanan dan fitur bisa dihentikan.
"Jadi kalau ada perubahan dari persen-persen di komisi, nanti jadinya Grab itu gak bisa lagi jadi aplikasi yang teman-teman pakai, kenali, dan sayangi," tutur Tirza.
Aksi Ojek Online
Aksi Ojek Online 20 Mei 2025, Layanan Ojol untuk Masyarakat Tetap Berjalan Normal |
---|
UMKM Bergantung pada Ojol, Menteri Maman Minta Hubungan Aplikator-Driver Tetap Kondusif |
---|
Pengemudi Ojol Temui Komisi V DPR, Usulan Audit Aplikator Mencuat hingga Wacana Pemanggilan Menhub |
---|
Komisi V DPR Akan Panggil Menhub Bahas Potongan Aplikator Ojol Lebih 20 Persen |
---|
Rapat Dengar Pendapat Asosiasi Driver Ojek Online, Adian PDIP Minta Pihak Aplikator Diaudit |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.