Pembunuhan Kepala Cabang Bank BUMN
Otak Penculikan Kacab Bank BUMN Dapat Informasi Rekening Dormant dari S, Polisi Lakukan Pengejaran
Tersangka otak penculikan, C alias Ken, mendapatkan informasi soal rekening dormant dari rekannya berinisial S, polisi melakukan pengejaran.
Penulis:
Nuryanti
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Polda Metro Jaya mengungkap fakta baru dalam kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Cabang (Kacab) Bank BUMN di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Mohamad Ilham Pradipta (37).
Peristiwa pembunuhan terhadap kacab Bank BUMN ini berawal saat korban berada di area parkiran Lotte Grosir Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (20/8/2025).
Korban terlihat diculik oleh sejumlah orang saat akan masuk ke mobilnya yang terparkir bersebelahan dengan mobil para pelaku.
Kemudian, korban dibawa masuk ke dalam mobil para pelaku secara paksa.
Jenazah korban lalu ditemukan di sebuah kebun kosong dengan posisi telungkup dan sebagian kemejanya terangkat di wilayah Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Saat ini, sebanyak 15 tersangka telah ditangkap.
Sementara itu, Polda Metro Jaya masih memburu satu tersangka lainnya.
Dengan demikian, total ada 16 tersangka dalam kasus penculikan dan pembunuhan kacab Bank BUMN.
Adapun penculikan dan pembunuhan Mohamad Ilham Pradipta diduga dilakukan para tersangka untuk mencuri uang dari rekening dormant.
Rekening dormant adalah rekening bank yang tidak aktif atau tidak ada aktivitas transaksi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kebijakan masing-masing bank.
Tersangka otak penculikan, C alias Ken, disebut mendapatkan informasi soal rekening dormant dari rekannya berinisial S.
Baca juga: Dirreskrimum Polda Metro Jaya: Tewasnya Kacab Bank BUMN Bukan Pembunuhan Berencana
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, mengatakan identitas S sedang dalam pendalaman lebih lanjut.
Saat ini, pihaknya juga tengah melakukan pengejaran terhadap sosok itu.
"Hasil pemeriksaan saudara C alias K itu mendapatkan informasi dari temannya inisial S, ini masih kami dalami dan melakukan pengejaran karena identitasnya belum jelas disampaikan," kata Wira dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (16/9/2025), dikutip dari Wartakotalive.com.
Meski demikian, belum diketahui jumlah uang yang ada di dalam rekening dormant itu dan keterlibatan karyawan bank.
Wira hanya mengatakan, tersangka C alias Ken belum sepenuhnya kooperatif dan masih tertutup dalam pemeriksaan.
"Sampai sekarang belum diketahui karena C alias K masih tertutup dari hasil pemeriksaan belum terbuka," ungkap Wira.
"Sejauh ini belum ada keterlibatan karyawan bank BUMN, kami akan melakukan cek ulang kembali, artinya kami komitmen siapapun yang terlibat akan kami proses dengan aturan yang berlaku," terangnya.
Korban Dipilih Secara Acak
Wira juga menyebut, korban dipilih secara acak, hanya berdasarkan selembar kartu nama.
“Kacab Bank ini dijadikan korban, ini dipilihnya secara random dan para tersangka ini punya kartu namanya saja awalnya, jadi tidak ada yang kenal dengan korban,” katanya.
Namun, pernyataan itu menimbulkan tanda tanya besar.
Sebab, fakta-fakta yang terungkap dalam penyidikan justru menunjukkan adanya skema penculikan yang terstruktur, melibatkan dana operasional, pembagian peran, dan transaksi pembayaran.
Penyidikan mengungkap bahwa tersangka C alias Ken adalah otak perencana yang memiliki akses terhadap data rekening dormant.
Ken disebut menggandeng DH, yang berperan sebagai penghubung lapangan, untuk menyusun rencana penculikan secara sistematis.
Tujuannya bukan sekadar menculik, melainkan memaksa korban menggunakan otoritasnya sebagai kepala cabang bank untuk memindahkan dana ke rekening penampung yang telah disiapkan.
Karena beberapa kepala cabang sebelumnya menolak bekerja sama, mereka beralih ke metode paksa - dan Ilham Pradipta menjadi target setelah DH menerima selembar kartu nama dari rekannya.
“Berdasarkan keterangan saudara DH, ini merupakan salah satu orang yang mencari dan dia juga minta kepada temannya kira-kira apakah ada kenalan Kacab Bank, dan temannya hanya memberikan kartu nama sehingga dari situ dilakukan pembuntutan,” papar Wira.
Baca juga: Peran Satu Tersangka Penculikan-Pembunuhan Kacab Bank BUMN yang Masih Buron, Total Ada 16 Tersangka

2 Oknum TNI Terlibat
Danpomdam Jaya, Kolonel CPM Donny Agus Priyanto, mengungkapkan dua oknum anggota TNI yakni Kopda FH dan Serka N terlibat dalam kasus ini.
Mereka diberikan uang sebesar Rp100 juta untuk melakukan penculikan terhadap korban.
Atas perbuatannya itu, keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Uang yang dijanjikan kepada Kopda FH dan Serka N untuk melakukan perbuatan tersebut, berdasarkan hasil keterangan saksi dijanjikan nominal Rp100 juta. (Pembagiannya) kalau bahasanya silakan diatur," ungkap Donny dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Selasa.
Donny menjelaskan, uang yang pada akhirnya diterima oleh dua anggota TNI tersebut berawal dari perjanjian dengan salah satu tersangka utama penculikan yakni JP.
Awalnya, JP mendatangi Serka N di rumahnya pada Minggu, 17 Agustus 2025 untuk membicarakan rencana penculikan terhadap korban.
"Selanjutnya pada pertemuan tersebut saudara JP menawarkan pekerjaan kepada Serka N untuk menjemput seseorang untuk dihadapkan kepada bos-nya yang diketahui bosnya tersebut atas nama saudara DH," kata Donny.
Mendapat tawaran tersebut, kemudian keesokan harinya yakni Senin, 18 Agustus 2025, Serka N menghubungi Kopda FH meminta bantuan dalam melaksanakan penculikan tersebut.
Dalam sambungan telepon itu, Serka N juga meminta agar Kopda FH datang untuk bertemu dengan dirinya dan JP di sebuah Kafe di wilayah Jakarta Timur.
Pada saat ketiga orang itu berkumpul di kafe tersebut, kemudian JP menjelaskan mengenai tugas yang akan dilakukan kepada Kopda FH.
"Dan pekerjaannya tersebut akan mendapat imbalan," jelasnya.
Baca juga: Pelaku Hendak Kuras Rekening Dormant, Kacab Bank BUMN Mulanya Akan Dibawa ke Safe House
Sehari pasca pertemuan, kemudian Serka N kembali menindaklanjuti rencana penculikan itu dengan memastikan kesediaan Kopda FH untuk turut serta.
Kopda FH pada akhirnya menyetujui tawaran tersebut dan bertugas mengumpulkan tim yang akan dilibatkan untuk melakukan penjemputan terhadap Ilham Pradipta.
"Pada saat pertemuan tersebut Kopda F meminta uang operasional sebesar Rp5 juta dan pada saat itu disanggupi oleh Serka N dan uang tersebut dari pemberian saudara JP," jelasnya.
Usai adanya pemberian uang tersebut, Serka N kembali melakukan pertemuan dengan JP pada Rabu, 20 Agustus 2025 di sebuah bank swasta di wilayah Jakarta Timur.
Dalam pertemuan itu, JP menarik uang sebesar Rp95 juta dan menyerahkannya kepada Serka N yang nantinya akan digunakan untuk kegiatan penculikan tersebut.
"Selanjutnya setelah diterima Serka N, uang tersebut dibawa dan diberikan kepada Kopda FH di sebuah Kafe di wilayah Rawamangun Jakarta Timur," imbuh Donny.
Dibagi dalam 4 Klaster
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, mengatakan para tersangka terbagi dalam empat klaster berdasarkan peran masing-masing.
“Dari 15 tersangka tersebut, kami membagi ke dalam empat kategori klaster,” ungkapnya di Mapolda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa.
Dikutip dari Wartakotalive.com, berikut pembagian empat klaster tersebut:
Klaster 1: Otak Penculikan
Klaster ini merupakan aktor intelektual dalam kasus penculikan Ilham.
Para tersangka antara lain:
C alias Ken – Mengatur, merancang rencana penculikan, dan menyiapkan tim IT untuk memindahkan uang dari rekening dormant ke rekening penampungan.
Dwi Hartono (DH) – Mencari tim penculik, merencanakan aksi, serta memberikan Rp60 juta kepada JP untuk biaya operasional.
AAM – Merencanakan penculikan dan menyiapkan tim pemantau korban.
JP – Menyiapkan tim eksekutor bersama N, ikut membuang korban ke Cikarang, mengoordinasikan pembuntutan, serta memberikan Rp150 juta kepada N untuk operasional.
Klaster 2: Eksekutor Penculikan
Kelompok ini terlibat langsung dalam aksi penculikan terhadap korban, yakni:
Eras – Memaksa korban masuk ke mobil para penculik, melakukan penganiayaan, melilit lakban dan mengikat tangan korban. Ia menerima Rp45 juta dari Kopda FH (oknum TNI, ditangani Pomdam Jaya) dan membagi uang tersebut ke empat rekannya.
REH – Membantu memegangi korban dari belakang.
RS – Membantu memegangi korban dari sisi kanan.
AT – Membantu memasukkan korban ke mobil Avanza putih yang digunakan dalam penculikan dan menahan dari sisi kiri.
EWB – Bertugas sebagai sopir mobil penculik.
Klaster 3: Penganiaya hingga Korban Tewas
Sebelum dibuang, korban diketahui dianiaya hingga tewas.
Pelaku penganiayaan diketahui JP, yang juga menjadi salah satu otak perencana, ikut menganiaya dan membuang korban.
MU selaku sopir mobil Fortuner hitam yang digunakan untuk membawa korban dari Kemayoran hingga lokasi pembuangan.
Di tengah perjalanan, DS menggantikan MU karena terjadi perlawanan korban sampai akhirnya tak berdaya.
Klaster 4: Surveilance atau Pengintai
Ada empat tersangka dalam klaster ini yakni AW, EWH, RS, dan AS yang membuntuti korban mulai dari kantor.
"Dari kasus ini, masih ada satu orang yang belum tertangkap dan kami tetapkan sebagai DPO dengan inisial EG. Ini perannya adalah sebagai tim yang masuk dalam kategori klaster empat, ikut membuntuti korban," jelas Wira.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Dari Mana Ken Tahu Rekening Dormant hingga Bunuh Kacab Bank BUMN? Polisi Ungkap Sosok Ini
(Tribunnews.com/Nuryanti/Fahmi Ramadhan/Reynas Abdila) (Wartakotalive.com/Ramadhan L Q)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.