Sabtu, 15 November 2025

Jelang Satu Tahun Kepemimpinan Pramono-Rano di Jakarta, Ini Catatan Ketua Umum FBR Lutfi Hakim

Menurutnya, gagasan Jakarta Kota Global Berbudaya merupakan pesan penting agar pembangunan kota tidak kehilangan rohnya. 

Penulis: Reza Deni
Tribunnews.com/Amriyono
KEPEMIMPINAN PRAMONO-RANO - Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), Lutfi Hakim. Lutfi Hakim buka-bukaan mengenai arah baru pembangunan Jakarta sebagai kota global berbudaya. 
Ringkasan Berita:
  • Ketua Umum FBR Kiai Haji (KH) Lutfi Hakim buka-bukaan mengenai arah baru pembangunan Jakarta
  • Gagasan Jakarta Kota Global Berbudaya merupakan pesan penting agar pembangunan kota tidak kehilangan rohnya
  • Transformasi Jakarta menuju kota global berbudaya memiliki dasar hukum yang kuat

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang satu tahun kepemimpinan Gubernur Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR) Kiai Haji (KH) Lutfi Hakim buka-bukaan mengenai arah baru pembangunan Jakarta sebagai kota global berbudaya.

Pramono Anung-Rano Karno diketahui menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sejak 20 Februari 2025.

Baca juga: Cetak Generasi Mandiri, Gubernur Pramono Dorong Peningkatan SDM Lewat Pelatihan MTU

Ia menegaskan, langkah Pemerintah Provinsi Jakarta di bawah kepemimpinan Pramono-Rano bukan sekadar pencitraan, melainkan strategi reflektif dan visioner dalam menjawab tantangan besar setelah Jakarta tidak lagi menyandang status ibu kota negara.

“Jakarta boleh modern, tapi tidak boleh tercerabut dari akar budayanya,” ujar Lutfi dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (15/11/2025).

Baca juga: Ahli Lingkungan ITB dan Gubernur Pramono Buka Suara Soal Polemik Bau Sampah di RDF Rorotan

Forum Betawi Rempug (FBR) adalah organisasi kemasyarakatan (ormas) berbasis etnis Betawi yang didirikan di Jakarta pada 29 Juli 2001 oleh dua kiai Betawi, Fadloli El Muhir dan Lutfi Hakim

Tujuan utamanya adalah memperjuangkan hak-hak politik dan sosial masyarakat Betawi yang dianggap terpinggirkan dalam pembangunan ibu kota

Menurutnya, gagasan Jakarta Kota Global Berbudaya merupakan pesan penting agar pembangunan kota tidak kehilangan rohnya. 

Tema tersebut, yang pertama kali dicanangkan pada hari ulang tahun (HUT) ke-498 Kota Jakarta, menjadi tonggak arah moral pembangunan menjelang lima abad usia kota.

“Momentum itu bukan sekadar seremonial, tapi penegasan jati diri Jakarta di tengah arus modernisasi yang sejalan dengan kegelisahan masyarakat global, bukan agenda asing dalam tanda kutip,” tegasnya.

Lutfi kemudian menautkan gagasan itu dengan dinamika global, salah satunya melalui Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-30 (COP30) yang tengah berlangsung di Belém, Brasil. 

Dalam konferensi tersebut, dunia menyepakati enam tema besar kebijakan iklim masa depan. Salah satunya, Fostering Human and Social Development, menekankan pentingnya pelestarian budaya dan perlindungan warisan budaya (cultural heritage protection) sebagai bagian integral dari aksi iklim global.

“Jakarta sudah lebih dulu bicara soal itu. Saat dunia baru menimbang, kita sudah melangkah. Isu yang kami bawa bukan kaleng-kaleng. Ini menyentuh keresahan masyarakat dunia bagaimana kota modern tetap menjaga kemanusiaan dan kebudayaannya,” paparnya.

Transformasi Jakarta menuju kota global berbudaya, lanjutnya, juga memiliki dasar hukum yang kuat, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Regulasi ini menegaskan tiga arah utama pembangunan: Jakarta sebagai kota global, pusat ekonomi nasional, dan kota berkelanjutan. Namun, di antara ambisi tersebut, terdapat amanat penting tentang pelestarian budaya lokal sebagai identitas dan karakter kota.

“Pemprov tidak asal melangkah. Semua melewati proses panjang, termasuk arah yang ditetapkan dalam UU DKJ,” jelas Lutfi.

Dalam konteks perubahan besar itu, Forum Betawi Rempug (FBR) tampil sebagai ormas Betawi pertama yang membaca arah kebijakan baru Jakarta. Jauh sebelum gagasan kota global berbudaya menjadi tema resmi pemerintah, FBR telah mendorong pembentukan lembaga adat sebagai amanat undang-undang untuk menjaga identitas Betawi di tengah arus modernisasi.

Bahkan ketika undang-undang masih dalam tahap rancangan, Lutfi bersama para pemikir muda Betawi melakukan roadshow melalui Kaukus Muda Betawi, berkeliling menemui fraksi-fraksi di DPR RI agar frasa “lembaga adat” masuk dalam UU DKJ.

“Alhamdulillah, perjuangan itu akhirnya diakomodir pemerintah pusat dan legislatif,” ungkapnya.

Baca juga: FBR Harap Para Paslon Pilkada Jakarta Dukung Pelestarian Budaya Betawi

Dorongan tersebut kemudian melahirkan Lembaga Adat Masyarakat Betawi (LAM Betawi) - wadah penjaga nilai, moral, dan budaya Betawi, sekaligus poros bagi seluruh instrumen pelestarian kebudayaan lokal.

Lutfi menilai, menjadi kota global menuntut daya saing tinggi, namun tanpa budaya, pembangunan akan kehilangan arah. Karena itu, ia mengapresiasi komitmen kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno yang menandatangani fakta integritas bersama masyarakat Betawi, sebagai bentuk jaminan bahwa pembangunan Jakarta tidak akan meninggalkan nilai-nilai lokalnya.

Lutfi menyebut, Jakarta kini memasuki miqot baru, titik balik sejarah menuju peran global yang berakar pada kearifan lokal. 

Menurutnya, kesadaran masyarakat Betawi sendiri menjadi bagian penting dari perjalanan ini menuju masa depan Betawi.

“Ini bukan hanya tugas gubernur, tapi milik kita bersama,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia berharap visi tersebut tidak berhenti di masa kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno

Pemimpin berikutnya, kata Lutfi, perlu melanjutkan arah yang sama: menjadi global tanpa kehilangan akar.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved