Kepsek Otoriter! Bu Guru Pun Dijemur di Teriknya Matahari
Kepala sekolah sebuah SD ini kelewat otoriter dalam menerapakan disiplin. Tangan besinya ke guru dan siswa membuat
Editor:
Hasiolan Eko P Gultom

Dalam pertemuan dengan para anggota DPRD dari Komisi D itu, 11 murid dan 10 guru memberikan kesaksian tentang perlakuan kebablasan dari Wahyu Ningsih. Beberapa murid dan guru meneteskan air mata, menangis, saat menceritakan bagaimana mereka diperlakukan kasar oleh kasek.
Seorang guru bernama Nani Rukmiyah menuturkan, si kasek pernah menyuruhnya berdiri di bawah tiang bendera di halaman sekolah pada siang hari yang panas, tanpa alasan yang jelas. Peristiwa itu terjadi sekitar bulan Februari lalu ketika pembagian rapor siswa.
Saat itu, Nani melihat seorang wali murid yang berada di luar pagar sekolah ingin mengajaknya bicara. Karena tak terdengar dengan jelas ucapan dari sang wali murid itu, Nani kemudian minta dia masuk ke halaman sekolah. Tapi, si wali murid tidak mau karena hanya memakai sandal jepit.
Nani akhirnya mengalah. Guru kelas VI A itu menghampiri wali murid tersebut untuk mendengar lebih jelas. Jarak Nani dengan wali murid itu agak jauh karena masih dipisahkan pagar sekolah.
Nani menceritakan, wali murid tersebut ingin mengajukan koreksi nama anaknya. Sebab, nama yang tertera di buku rapor tidak sesuai dengan nama di akta kelahiran. Nani lantas berjanji memperbaiki karena nama itu belum dicantumkan ke ijazah sehingga perbaikannya mudah.
Tak dikira Nani, ketika pembicaraan belum usai, Wahyu Ningsih memanggilnya. Tanpa alasan dan dimintai keterangan apa pun, Wahyu Ningsih itu mencela Nani.
“Ngomong terus saja !!! Ayo berdiri di sini (di bawah tiang bendera),” cerita Nani sembari terisak-isak saat menggambarkan bagaimana Wahyu Ningsih memerintah sambil menudingkan jarinya ke tempat di bawah tiang bendera di halaman sekolah.
Mendapat perintah itu, Nani tidak berani membantah. Ia pun beridiri di bawah tiang bendera sekitar pukul 10.00 WIB. Namun, panas matahari yang mulai menyengat membuat Nani tidak kuat lagi untuk terus berdiri. Ia lantas mencari tempat teduh, dan tidak menghiraukan lagi perintah itu.
Pertemuan dengan Komisi D DPRD Surabaya itu diawali dengan kesaksian para murid. Ketika giliran berikutnya guru-guru memberi kesaksian, para murid dipindahkan ke ruang lain. Selain murid dan guru, sekitar 30 orangtua murid ikut hadir dalam acara dengar pendapat di ruang Komisi D itu.
Pertemuan itu sendiri adalah tindak lanjut dari laporan tertulis wali murid dan guru SDN Tandes Lor kepada Komisi D, tertanggal 20 April lalu.
Dalam acara dengar pendapat itu juga hadir pejabat dari Dinas Pendidikan (Disdik) Surabaya, Kepala Inspektorat Pemkot Surabaya, perwakilan dari Badan Kepegawaian dan Diklat Surabaya. Wahyu Ningsih juga dihadirkan, bahkan terlihat suaminya ikut menemani.
Mendengar cerita Nani itu, seluruh peserta dengar pendapat tampak terharu. Tidak sedikit dari mereka mengusap air mata yang menetes ke pipi. Tidak hanya wali murid perempuan, wali murid laki-laki dan anggota Komisi D pun ikut terharu.
“Saya merasa dizalimi dan teraniaya oleh perilaku kepala sekolah. Setiap rapat bulanan, kepala sekolah selalu menghujat saya dan mengolok-olok saya di depan siswa,” tutur Nani dengan nada bicara terbata-bata. Nafasnya seperti agak tersengal.
Akibat tindakan Wahyu Ningsih itu, Nani merasa dikucilkan oleh guru-guru lainnya. Bahkan, ia tertekan tiap hendak masuk kelas untuk mengajar. “Saya memang orangnya bodoh, tapi saya mohon keadilan. Saya dikatakan perempuan yang suka colek-colek lelaki. Padahal, apa yang dikatakannya tidak benar sama sekali,” terang Nani.
Ia mengaku tidak tahu apa kesalahannya sehingga kasek memperlakukannya seperti itu. Nani merasa tak pernah menolak perintah atasan. Setiap habis apel pagi, lanjutnya, kasek seringkali bilang kepadanya, “Jangan sekali-kali meludahi atasan. Kalau atasan meludah, yang kena pasti bawahan. Sejak itu saya tidak lagi bisa berkata-kata. Saya pasrah kepada Allah. Saya tidak bisa apa apa,” katanya.