Penyidik akan Dihadirkan di Sidang Merpati
Juniver Girsang, penasihat hukum Hotasi Nababan, mempertanyakan mengapa kliennya diseret ke pengadilan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juniver Girsang, penasihat hukum Hotasi Nababan, mempertanyakan mengapa kliennya yang juga mantan Dirut PT Merpati Nusantara Airline (MNA) diseret ke pengadilan.
Ditemui seusai sidang eksepsi Hotasi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Selatan, Kamis (12/07/2012), Juniver mengatakan pemeriksaan yang dilakukan KPK, Bareskrim Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung pada 2007-2008, menyatakan tidak ada unsur korupsi dalam kasus itu.
"Tapi, kenapa kasusnya kok dimajukan ke persidangan pidana, dengan dakwaan korupsi," tanyanya.
Juniver menjelaskan, para penyidik tersebut juga akan dihadirkan di persidangan, untuk menjelaskan duduk perkara kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500.
Saat menjabat dirut PT MNA, Hotasi menyetujui penyewaan dua pesawat dari perusahaan leasing di Amerika Serikat (AS) Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG), tanpa melalui proses Rapat Kerja Anggaran Perusahaan, dengan security deposit ke TALG sebesar 1 juta dolar AS.
Uang itu merupakan jaminan yang tidak boleh digunakan, dan harus dikembalikan utuh jika masa sewa berakhir. Namun, pesawat yang dijanjikan akan disewa, tak kunjung datang.
Refundable Security Deposit pun belum ditarik lagi, meski MNA telah memenangkan gugatan perdata di pengadilan AS.
Di Pengadilan Distrik Kolombia, Washington pada 8 Juli 2007, MNA dimenangkan, dan TALG harus mengembalikan uang beserta bunganya. Namun, uang itu belum juga dikembalikan.
Juniver menjelaskan, uang negara dalam kasus ini masih bisa dikembalikan, dan hal tersebut sempat diusahakan dengan bantuan dari Kejaksaan Agung.
Selain itu, pemeriksaan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bareskrim Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung pada 2007-2008, menyatakan tidak ada unsur korupsi dalam kasus itu.
Ia pun mempertanyakan kepada jaksa, mengapa kasus tersebut sampai disidangkan atas dugaan korupsi.
Juniver menuturkan, proses penyewaan pesawat sudah dilakukan terbuka melalui mekanisme PT MNA, dan hingga kini uang jaminan masih tercatat di pembukuan PT MNA sebagai piutang.
Terakhir, Juniver menegaskan bahwa Hotasi tidak mendapat keuntungan dari kasus tersebut, sehingga tidak dapat dikatakan telah memperkaya diri sendiri.
"Setelah mempertimbangkan sejumlah fakta hukum, kami berharap majelis hakim menyatakan PN Tindak Pidana Korupsi tidak berwenang menyidangkan," papar Juniver.
Hotasi didakwa primair pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.