Kamis, 28 Agustus 2025

ICW: Ada Potensi Korupsi di Kemendikbud

ICW mendata, Kemendibud hanya mendapatkan status Wajar Dengan Pengecualian (WDP) sebanyak dua kali

Penulis: Adi Suhendi
Editor: Rachmat Hidayat
zoom-inlihat foto ICW: Ada Potensi Korupsi di Kemendikbud
KOMPAS IMAGES/DHONI SETIAWAN
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Indonesian Coruption Watch (ICW) mengungkap, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah mendapatkan empat kali opini disclaimer dalam kurun waktu enam tahun dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dalam kurun waktu tersebut ICW mendata, Kemendibud hanya mendapatkan status Wajar Dengan Pengecualian (WDP) sebanyak dua kali yakni tahun 2008 dan 2009.

"Kemdikbud belum pernah sekalipun mendapatkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam kurun waktu tersebut. Menariknya, status disclaimer justru terjadi dimasa kepemimpinan Muhammad Nuh,  sejak tahun 2010," ungkap Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri dalam rilisnya yang diterima tribunnews.com, Jumat (20/7/2012).

Dijelaskan Febri Hendri, sejak M Nuh menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, status laporan keuangan di Kemdikbud justru memburuk dan belum kunjung meningkat menjadi WDP atau bahkan WTP.

"Hal ini juga menunjukkan bahwa potensi korupsi sangat besar dalam pengelolaan keuangan di Kemdikbud. Praktek korupsi masih saja terjadi pada Kementrian atau Lembaga yang mendapat status WTP.Oleh karena itu, dengan status lebih rendah tentu potensi korupsi lebih besar lagi," terang Febri.

ICW menyayangkan mengapa opini disclaimer atau Tidak Memberikan Opini BPK masih didapat Kementrian yang mengelola anggaran paling besar diantara Kementrian lainnya.

Seharusnya Kemendikbud bisa meningkatkan kualitas opini BPK dengan meningkatkan pengelolaan keuangan serta penyajian laporan keuangan dengan baik.

Berkaitan dengan hal tersebut, ICW memberikan rekomendasikan kepada Presiden SBY melalui UKP4 harus mengevaluasi kinerja Mendikbud M Nuh terutama terkait perbaikan sistem pengelolaan, pencatatan dan pelaporan keuangan.

"Evaluasi tersebut khususnya ditujukan apakah memang M Nuh mampu membawa perbaikan dilingkungan Kemendikbud menjadi lebih bersih dari praktek korupsi," ujar Febri.

Kedua, ICW merekomendasikan supaya BPK menindaklanjuti temuan-temuan pelanggaran melalui audit investigatif untuk mengungkap indikasi korupsi dalam pengelolaan keuangan Kemendikbud.

Menurut ICW ada enam item yang membuat BPK memberikan opini disclimer pada laporan keuangan Kemdikbud 2011. Pertama dari sisi pendapatan, masih ada pendapatan Kemdikbud tahun 2011 yang dikelola diluar mekanisme APBN dan tidak dilaporkan dalam laporan keuangan sebesar Rp 110,4 miliar.

"BPK menyatakan bahwa Kemdikbud belum dapat menelusuri sumber dokumennya," jelas Febri.

Kemudian yang kedua dari sisi pengeluaran, dana realisasai belanja sebesar Rp 553,7 miliar dalam realisasi belanja netto Kemdikbud tahun 2011 sebesar Rp 61 triliun tidak diyakini kewajarannya.

Ketiga, Kas di Bendahara Pengeluaran Kemendikbud sebesar Rp 9,6 miliar belum dipertanggungjawabkan. Kas dan setara kas belum terlaporkan di 8 Perguruan Tinggi Negeri sebesar Rp 20,4 miliar. Kas tekor pada pemeriksaan rekening di UNRI sebesar Rp 8,9 miliar.

Keemat, Kemdikbud tidak menindak lanjuti rekomendasi BPK untuk menyusun SOP untuk pencatatan dan pengelolaan piutang pendidikan di lingkungan PTN sejak tahun anggaran 2009.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan