Polri Vs KPK
KPK Perlu Komet untuk Menghapus Fitnah
Abdulllah Hehamahua meminta lembaga antirasuah tersebut segera membentuk Komite Etik.
Penulis:
Edwin Firdaus
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Penasihat KPK, Abdulllah Hehamahua meminta lembaga antirasuah tersebut segera membentuk Komite Etik. Hal itu perlu dilakukan untuk mengusut dugaan loby politik dan sejumlah tudingan terhadap Ketua KPK Abraham Samad.
Abdullah menganggap KPK harus memberikan klarifikasi yang sangat rinci atas sejumlah serangan yang muncul. Sebab akan bahaya jika tudingan-tudingan itu terus dibiarkan.
"Penting sekali. Karena itu, sejak sebelum pilpres yang lalu saya sudah mengusulkan pembentukan Komite Etik untuk memeriksa hal itu," kata Abdullah dikonfirmasi melalui ponselnya, Kamis (5/2/2015).
Abdullah mengakui, wacana lobby politik untuk pencawapresan sudah ramai sebelum pilpres. Apalagi saat ini, kabar pertemuan Abraham Samad dengan Hasto Kristiyanto juga sudah mulai terbuka ke publik. Abdullah sukar membantah jika melihat penjelasan gambar yang diperlihatkan.
Seharusnya, kata Dia, Pengawas Internal KPK segera melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) untuk mengusut dugaan lobby ini.
"Saya sudah dorong supaya PI proaktif melakukan pulbaket. Mudah-mudahan, PI cepat melakukan tugasnya," ujarnya.
Di sisi lain, Abdullah juga meminta elite parpol khususnya PDIP (Hasto) yang memiliki bukti, segera melaporkan ke PI atau pengaduan masyarakat terkait lobby ini untuk segera dilakukan klarifikasi untuk kemudian dibentuk Komite Etik.
"Agar segala isu, intrik dan rekayasa politik yang dilakukan para koruptor terhadap lembaga penegak hukum, khususnya KPK, cepat selesai," ujarnya.
Jika benar tudingan itu, kata Abdullah, Abraham bisa mendapat sanksi pemberhentian. Namun jika tidak benar, itu menjadi keuntungan bagi Abraham lantaran sudah terbukti di fitnah, dan bisa melaporkan hal tersebut ke penegak hukum untuk di proses.
"Kalau terbukti ada pelanggaran kode etik, komite etik dapat menjatuhkan hukuman berupa usulan pemberhentian. Karena ini sudah merupakan pelanggaran kode etik yang kedua kali. Kalau ada unsur pidana, bukan ditangani Komite Etik, tetapi oleh Deputi Penindakan. Kalau terbukti bersalah, dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 5 tahun," kata Abdullah.