Dede Yusuf Minta Menaker Tunda Penerapan PP Pengupahan yang Baru
Saya sudah buat surat kepada Menaker untuk tunda penerapan PP pengupahan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mengaku sudah membuat surat kepada Menaker Hanif Dhakiri untuk meminta penundaan penerapan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang baru.
Menurutnya, keberadaan PP tersebut telah menimbulkan gejolak dari para buruh atau pekerja di daerah.
"Saya sudah buat surat kepada Menaker untuk tunda penerapan PP pengupahan yang baru itu," kata Dede Yusuf ketika dihubungi wartawan, Jumat (6/11/2015).
Apalagi, lanjut politisi Partai Demokrat ini, proses penetapan UMP/UMK yang sudah berjalan saat ini tidak bisa tiba-tiba diganti mekanismenya, karena butuh masa sosialisasi dan adaptasi.
"Kalo PP yang baru itu dipaksakan, kita kuatir akan membuat gejolak semakin membesar dan mengganggu iklim investasi yang ada," ujarnya.
Oleh karena itu Kang Dede sapaan bekas aktor laga ini, Negara tidak bisa langsung membuat kebijakan tanpa proses formulasi politik yang melibatkan stakeholder.
Sebab yang akan dicari dari semua ini adalah titik temu untuk kepentingan bersama, baik pengusaha dan pekerja.
"Jadi bukan kepentingan pemerintah yang cuma berpihak kepada pemilik modal saja, melainkan kepentingan para pekerja juga harus diperhatikan" katanya.
Lebih lanjut ditegaskan Kang Dede bahwa proses agregasi kepentingan harus melibatkan partisipasi politik semua pihak, termasuk DPR RI. Karena kalau dilangkahi seperti sekarang maka sistem politik jadi tidak sehat.
"Akibatnya, kualitas produk kebijakan politik yang dihasilkan juga tidak selesaikan persoalan, tapi malah menghasilkan masalah baru,"ujarnya.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi IX DPR dari PPP, Okky Asokawati menilai bahwa rumusan pengupahan di PP No 78 Tahun 2015 sejatinya tidak ada peningkatan upah buruh.
Artinya adalah tidak ada peningkatan upah, karena penambahan upahnya itu hanya untuk menambah membeli barang-barang yang naik akibat inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi yang kurang baik.
"Sehingga tidak terjadi peningkatan kesejahteraan hidup seperti yang diamanahkan oleh UUD 1945. Bahkan PP pengupahan itu merupakan model pengupahan yang sentralistik," katanya.
Kenapa? Lantaran dalam pembuatan PP, pemerintah tidak melibatkan kepala daerah (gubernur). Padahal setiap daerah memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing terkait dengan laju pertumbuhan ekonomi.
"Jelas saja, PP No 78 Tahun 2015 ini bertentangan dengan sistem negara yang desentralisasi. Maka saya meminta perlu dievaluasi dan melakukan pembicaraan antara unsur-unsur penentu UMP ini. Konkretnya, Pemerintah perlu segera meninjau ulang PP tersebut," tegas Okky.