Korupsi KTP Elektronik
Setya Novanto Divonis Lebih Ringan, PDIP: Kita Hormati Keputusan Pengadilan
"Ya, apa pun itu keputusan pengadilan. Pengadilan bersifat indepen dan merdeka. Non intervensi,"
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto divonis lebih ringan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (24/4/2018).
Setnov divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Baca: Tak Terlihat Politikus Golkar Hadir, Setya Novanto: Ada Kok di Belakang Tidak Pakai Seragam
Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana 16 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan, partai berlambang banteng moncong putih itu, bersikap menghormati keputusan pengadilan.
Baca: Korban Bom Thamrin dan Kampung Melayu Tuntut Uang Kompensasi di Sidang Aman Abdurrahman
"Ya, apa pun itu keputusan pengadilan. Pengadilan bersifat indepen dan merdeka. Non intervensi," ujar Hasto di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (24/4/2018).
Menurut Hasto, keputusan pengadilan tak bisa diintervensi.
Sehingga, PDIP tak akan mengambil langkah apa pun terkait keputusan hakim, meski putusan terhadap Setnov lebih ringan dari tuntutan
"Kita hormati seluruh apa yang diputuskan di pengadilan," ujar Hasto.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim, Yanto mengatakan, Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Baca: Pengakuan Setya Novanto: Saya Sudah Sangat Kooperatif dengan KPK
"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara 15 tahun," ujarnya saat membacakan amar putusan.
Selain divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, Novanto diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 66 miliar
Majelis hakim juga mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana. Hal itu sesuai tuntutan jaksa KPK.
Baca: Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara, Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa KPK
Hal yang meringankan adalah terdakwa Novanto berlaku sopan selama persidangan dan sebelumnya tidak pernah dihukum.
Dalam putusan, majelis hakim menganggap perbuatan Novanto memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri, merugikan keuangan negara, menyalahgunakan wewenang, dan dilakukan bersama-sama pihak lain dalam proyek e-KTP.
Novanto dianggap memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan e-KTP. Novanto disebut mengintervensi proyek pengadaan tahun 2011-2013 itu bersama-sama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Novanto yang pada saat itu masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga memengaruhi proses penganggaran, pengadaan barang dan jasa, serta proses lelang.