Senin, 17 November 2025

Guru Besar FH Unpad: Putusan MK Wajib Ditaati, Polisi Aktif di Jabatan Sipil Harus Mundur

putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil seharusnya berlaku serta-merta. 

Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha
PUTUSAN MK - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, ditemui setelah acara diskusi bertajuk refleksi dua dekade, menjaga dan menegakkan integritas hakim, Bandung, Jumat (14/11/2025). 

Ringkasan Berita:
  • Guru Besar Hukum Tata Negara Unpad, Susi Dwi Harijanti, menegaskan bahwa putusan MK yang melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil harus berlaku serta-merta.
  • Susi menilai kepatuhan segera diperlukan karena putusan MK bertujuan memulihkan hak konstitusional warga sipil dan menjaga kepastian hukum.
  • Putusan MK No. 114/PUU-XXIII/2025 mengabulkan permohonan terkait larangan polisi aktif di jabatan sipil.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil seharusnya berlaku serta-merta. 

Prof. Susi Dwi Harijanti adalah seorang akademisi hukum tata negara Indonesia yang dikenal luas atas kontribusinya dalam kajian konstitusi, hak asasi manusia, dan kewarganegaraan.

Lahir di Malang pada 16 Januari 1966, ia menempuh pendidikan hukum di Universitas Padjadjaran (Unpad) dan melanjutkan studi magister serta doktoralnya di Melbourne University Law School, Australia. 

Sejak awal 1990-an, ia aktif mengajar di Fakultas Hukum Unpad dan kemudian diangkat sebagai Guru Besar, menjadikannya salah satu sosok penting dalam pengembangan ilmu hukum tata negara di Indonesia.

Susi menilai, meski amar putusan MK tidak mengatur masa transisi, para polisi yang kini berada di jabatan sipil tetap wajib mundur sebagai konsekuensi inkonstitusionalnya aturan tersebut.

"Kalau saya pribadi, saya mengatakan bahwa itu kan sudah dinyatakan inkonstitusional. Mereka harus mundur, mereka harus pilih saja," kata Susi kepada awak media di Bandung, Jumat (14/11/2025).

Ia menerangkan mengapa itu harus segera ditaati karena menyangkut hak warga sipil. Untuk menduduki jabatan, hak untuk mendapatkan pekerjaan.

"Dan itu kan penjelasannya (Putusan MK) memang bertentangan dengan normanya. Jadi kalau buat saya sebaiknya mereka mundur begitu keluar putusan MK," tegasnya.

Meskipun kata dia, dalam putusan MK tidak mengatur kapan berlakunya atau ada masa transisi.

"Jadi buat saya itu harusnya berlaku dengan serta-merta. Karena kan gini, orang itu kan mendapatkan putusan itu, kemudian dia dapat putusan seperti apa yang dia inginkan, itu kan pada dasarnya adalah remedinya apa buat dia," jelasnya.

Pemohon kata Prof Susi, sudah menderita kerugian konstitusional. Kemudian remedi apa yang dia dapatkan dari putusan itu.

"Makanya saya mengatakan bahwa begitu putusan itu muncul, maka mereka mundur. Kalau mereka mundur, maka dia (Pemohon) bisa mendapatkan remedi itu. Yang penting itu dari sebuah putusan itu adalah mendapatkan pemulihan dari kerugian konstitusional," tegasnya.

Ia menerangkan perkara yang diperiksa Mahkamah Konstitusi dan pengadilan biasa itu berbeda.

"Perkara Mahkamah Konstitusi itu punya karakter kepentingan umum yang lebih besar dibandingkan dengan perkara-perkara di pengadilan biasa," tandasnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved