Korupsi KTP Elektronik
Penasihat Hukum Minta Markus Nari Dibebaskan dari Dakwaan Korupsi KTP-Elektronik
Menurut dia, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusun surat dakwaan untuk menjerat kliennya secara tidak jelas
Penulis:
Glery Lazuardi
Editor:
Johnson Simanjuntak
Menurut JPU pada KPK, terdakwa menggunakan jabatan sebagai Badan Anggaran DPR RI membahas pengusulan penganggaran kembali proyek KTP Elektronik.
Terdakwa mempengaruhi proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP Elektronik) Tahun Anggaran 2011-2013.
"Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp2.3 Triliun," ungkap JPU pada KPK.
Perbuatan terdakwa tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Selain itu, Markus Nari, didakwa merintangi proses hukum perkara korupsi proyek Pengadaan Paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik) Tahun 2011-2012.
JPU pada KPK, Ahmad Burhanudin, menjelaskan Markus Nari meminta bantuan Anton Taufik, pengacara, untuk membantu menangani perkara proyek Pengadaan Paket Penerapan KTP Elektronik. Hal itu setelah penyidik KPK melayangkan surat pemanggilan sebagai saksi untuk Markus Nari.
Atas perbuatan terdakwa tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 22 Jo. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHPidana.