Minggu, 9 November 2025

Guru di Flores Bergaji Rp 75 Ribu, Mas Nadiem Harus Fokus 'Clustering Priority'

Menurut Syaiful, Nadiem harus mulai lebih memfokuskan membenahi kesejahteraan guru di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T)

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews/JEPRIMA
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim saat mengikuti Rapat Kerja (Raker) perdana dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019). Raker tersebut beragendakan perkenalan dan RKP (Rencana Kerja Pemerintah) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB, Syaiful Huda meminta menteri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makariem untuk membuat Clustering Priority untuk membenahi masalah kesejahteraan para guru di Indonesia.

Penegasan itu disampaikan menyusul kisah pilu guru honorer Maria Marseli (27) yang hanya bergaji Rp 75 ribu per bulan selama 7 tahun di salah satu sekolah di Flores.

Menurut Syaiful, Nadiem harus mulai lebih memfokuskan membenahi kesejahteraan guru di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T)

"Mas Nadim harus fokus di sini dan harus ada priority clustering tadi dan pasti akan menemukan banyak masalah. Termasuk di dalamnya adalah soal kesejahteraan guru ini," kata Syaiful kepada Tribunnews.com, Sabtu (9/11/2019).

Baca: DPR Minta Menteri Nadiem Kaji Penetapan Gaji Guru di Daerah Tertinggal Lebih Tinggi dari Perkotaan

Ia menjelaskan, Clustering Priority dimaksudkan membagi pendidikan Indonesia menjadi ke beberapa cluster. Misalnya, daerah bagian Timur, Barat dan Tengah.

Dari situ, kata dia, Nadiem bisa memetakan daerah mana yang dianggap paling prioritas untuk dibantu secara cepat. Menurutnya, daerah bagian Timur harus menjadi prioritas.

"Kalau di kota-kota besar udah nggak usah diurusin atau bagian barat, saya bilang itu udah lumayan. Kalau mau jadi fokus, nggak usah jadi fokus Indonesia bagian barat ini," ungkapnya.

"Tapi paling jauh atau paling sangat tertinggal itu Indonesia Timur termasuk contohnya di NTT ini," lanjutnya.

Dia juga mendesak Nadiem Makariem secepatnya membentuk tim Tasfos yang ditugaskan khusus untuk memperhatikan isu kesejahteraan para guru.

"Ini keprihatinan kita yang kesekian kali soal kesejahteraan guru. Saya kira Mas Nadiem harus bergerak cepat, khusus soal isu kesejahteraan guru ini. Saya sarankan untuk bikin Tasfos khusus untuk menangani soal kesejahteraan guru ini," pungkasnya.

Baca: Guru di Flores 7 Tahun Hanya Bergaji Rp 75 Ribu Per Bulan, DPR Desak Nadiem Bergerak Cepat

Seperti diberitakan Kompas.com, Upah tidak sesuai dengan beban kerja dan keringat yang dikucurkan demi mencerdaskan anak bangsa.

Itulah yang dialami para guru honorer di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kepiketik, Desa Persiapan Mahe Kalen, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores, NTT.

Meski sudah 7 tahun mengabdi, mereka tetap diberi gaji Rp 75.000 per bulan. Uang itu juga diberikan 1 kali dalam 3 hingga 6 bulan.

Maria Marseli (27), salah seorang guru honorer di SDN Kepiketik mengaku sudah 7 tahun mengabdi di sekolah itu.

"Saya sudah 7 tahun mengajar di sini. Honor saya di sini Rp 75.000 per bulan," ucap Maria kepada sejumlah awak media di lokasi, Jumat (8/11/2019).

Maria menceritakan, dirinya mulai mengajar di sekolah itu sejak tahun 2013 silam. Kala itu, ia diberi honor Rp 50.000 per bulan. Besaran honor setiap guru itu diberikan tergantung masa kerja.

Ia melanjutkan, ada tahun 2013, SDN Kepiketik masih status kelas jauh dari SDN Pigang Bekor. Kemudian, pada tahun 2014, status sekolah itu menjadi definitif jadi SDN Kepipetik.

Sejak tahun 2014 hingga sekarang, ia tetap diberi honor Rp 75.000 per bulan.

Maria mengungkapkan, honor Rp 75.000 itu memang sangat tidak bisa untuk mencukupi kehidupan keluarganya. Tetapi, bukan itu yang dikejar. Masa depan anak-anak menjadi alasan utama membuat ia tetap setia mengabdi di sekolah itu.

"Saya mengabdi dengan tulus di sini. Satu hal yang paling penting adalah masa depan anak-anak. Kalau tidak ada yang mengajar di sini, masa depan anak-anak pasti suram. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa ini," kata Maria.

Maria menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sang suami, Mikael Wilson terpaksa harus meninggalkan ia dan anak-anaknya.

Sang suami pergi membajak sawah dan menjual ikan di kampung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Baca: Fakta Unik Rapat Perdana Nadiem makarim, Jawab Isu Tak Pernah Bersekolah di Indonesia

"Saya berharap kepada Pemda Sikka agar bisa memperhatikan nasib guru honorer," harap Maria.

Untuk diketahui, SDN Kepiketik ini berjarak 30-an lebih kilometer dari Kota Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka.

Menuju sekolah ini, bisa menggunakan kendaraan roda 2 dan 4. Kondisi jalan menuju sekolah juga cukup memprihatinkan.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved