Cerita Sri Mulyani Tanamkan Nilai-nilai Toleransi Kepada Pegawai Kemenkeu Agar Tidak Radikal
Sri Mulyani menceritakan pengalamannya dalam menangani masuknya paham radikal, intoleran, dan eksklusif di lingkungan Kementerian Keuangan
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Adi Suhendi
"Kita merasakan betul. Tapi juga ada ketegangan. Jadi implementasi relijiusitas di dalam birokrasi tidak menimbulkan ketenangan dan malah ada di bawah permukaan suatu ketegangan dan suasana itu di dalam saat menjelang Pemilu semakin mengeras. Karena adanya polarisasi dalam Pemilu," kata Sri Mulyani.
Baca: Sri Mulyani Ungkap Penyebab Maraknya Kasus Penyelundupan Kendaraan Mewah di Indonesia
Ketika itu, ia pun merasakan adanya dilema baik di antara pegawai Kemenkeu secara pribadi maupun Kemenkeu secara institusional mengingat di satu sisi kemerdekaan berekspresi merupakan hak dalam setiap negara demokrasi tapi di sisi lain masyarakat Indonesia juga telah bersepakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan.
"Itu suatu tension yang terlihat sekali struggle, suatu pergolakan perjuangan, di antara kita sendiri, baik secara pribadi maupun institusional. Ini sesuatu yang harus direkonsiliasi," kata Sri Mulyani.
Atas dasar kegelisahan tersebut, akhirnya Sri Mulyani menggunakan kesempatan ketika pejabat eselon I dan II Kementerian Keuangan menggelar pertemuan terkait merajut kebangsaan pasca Pemilu 2019 di Gedung Danapala Jakarta.
Baca: Bamsoet Pastikan Penambahan Masa Jabatan Presiden Tak Masuk Rancangan Amandemen UUD 1945
"Jadi waktu kami buat pembicaraan itu, saya buka di Danapala, biasanya kan untuk perkawinan ya. Bayangkan eselon II itu jumlahnya 225 orang semua eselon II. Itu Kakanwil Pajak, DJKN, Direktur-direktur di tingkat pusat dan semua eselon I," kata Sri Mulyani.
Sri mengaku, pembicaraan mengenai radikalisme di tubuh Kemenkeu tersebut sebenarnya bukan sesuatu yang direncanakan.
Bermodal nekat, Sri Mulyani akhirnya memberanikan diri untuk membuka percakapan tersebut.
Ia pun menceritakan bagaimana ia menanyai satu per satu pejabat yang cara berpakaiannya terlihat berbeda dengan pejabat lainnya.
Ia mengaku menanyakan terkait apa yang membuat mereka sampai memilih untuk berpenampilan berbeda tersebut.
Sri Mulyani mengaku terkejut karena alasan yang mereka kemukakan ternyata berbeda-beda.
Menurutnya, ada yang menjawab dengan penuh kebijaksanaan, ada yang karena latar belakang keluarga, dan sebagainya.
Setelahnya, ia pun menanyai kepada pejabat yang berbeda agama tentang persepsi mereka ketika melihat sesama aparatur sipil negara yang memiliki cara busana berbeda.
Ia mengatakan, ketika itu mereka tidak mau menjawab karena menganggap hal tersebut sangat sensitif.
Sri Mulyani pun tidak memaksa untuk menjawab dan memilih untuk menceritakan pengalamannya sendiri sebagai minoritas saat tinggal di Amerika.
Hingga akhirnya ia pun menutup acara saat waktu sudah menunjukan pukul 24.00 WIB.