Jumat, 5 September 2025

Pembangunan Gereja di Karimun Ditolak, Pemerintah Diminta Aktif Lindungi Ibadah Kaum Minoritas

Sejauh ini menurut Ulil Abshar Abdalla, peran keduanya belum optimal dalam melindungi minoritas

Tribunnews.com/Fahdi Fahlevi
Cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla 

Ia menegaskan negara harus hadir dalam persoalan yang dihadapi 700 umat Katolik yang berada Paroki Santo Joseph Karimun.

Organisasi Katolik itu menyayangkan sekelompok massa yang mencoba menghalang-halangi renovasi gereja tersebut.

Yohanes Handojo mengungkapkan melalui pers rilis, Jumat, (07/02/2020), penolakan tersebut merupakan noda di tengah toleransi yang terus dirajut selama ini.

Ia mengatakan Indonesia adalah negara yang berasaskan Pancasila yang menjunjung tinggi perbedaan serta turut serta mengupayakan kerukunan.

"Di Indonesia diakui enam agama besar yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu serta berbagai aliran kepercayaan. Itu adalah hak konstitusi warga negara yang tidak bisa diganggu gugat" ucapnya.

Oleh karena itu ia menuturkan, kebebasan bagi setiap warga negaranya untuk memeluk agamanya masing-masing telah dijamin oleh undang-undang.

Ia menjelaskan apa yang terjadi di Karimun tidak mencerminkan kerukunan umat beragama.

Menurut Handojo, Gereja ini pada dasarnya sudah didirikan sebelum Indonesia merdeka yakni sejak 1928.

Selain itu Gereja paroki Santo Joseph itu juga telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bernomor 0386/DPMPTSP/IMB-81/2019 tertanggal 2 Oktober 2019 yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Karimun.

Ia menambahkan alasan penolakan gereja tersebut juga tidak masuk akal.

Baik itu karena menyebabkan kemacetan maupun soal tinggi bangunan tersbut.

"Padahal pihak gereja juga dengan rendah hati mengikuti permintaan warga agar gereja yang direnovasi tersebut tingginya tidak melebihi tinggi dari rumah dinas Bupati. Tinggi gereja hanya 11,75 meter sementara rumah dinas bupati 12 meter," ucapnya.

Ia menuturkan, bahkan tidak seperti gereja pada umumnya, gereja itu juga sepakat untuk tidak menggunakan salib di luar gedung dan juga patung Bunda Maria.

“Negara harus hadir untuk menjamin kebutuhan warga negaranya dan tidak boleh diskriminatif. Negara juga tidak boleh kalah dan tunduk pada sekelompok orang yang mencoba merong-rong toleransi yang dirajut selama ini,” tegas Handojo.

Ia menegaskan, persoalan intoleransi di Indonesia butuh ketegasan pemerintah.

Halaman
123
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan