ICW Sebut Pernyataan Jokowi Soal Narapidana Korupsi Harusnya Jadi Teguran Keras Bagi Yasonna
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berpendapat harusnya pernyataan Jokowi menjadi teguran bagi Yasonna.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tak bakal merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Usulan merevisi PP itu mulanya datang dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berpendapat harusnya pernyataan Jokowi menjadi teguran bagi Yasonna.
"Ini semestinya menjadi teguran keras bagi Menteri Hukum dan HAM untuk tidak lagi merencanakan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap koruptor. Apalagi rencana kebijakan itu lahir ketika Indonesia sedang menghadapai persoalan serius, yakni merebaknya virus corona," ujar Kurnia saat dihubungi, Senin (6/4/2020).
Baca: Meninggalnya dr. Naek L.Tobing Menambah Daftar Dokter yang Gugur karena COVID-19, jadi 26 Orang
Di sisi lain, ia menambahkan, Jokowi harusnya dapat menghentikan laju pembahasan revisi UU Pemasyarakatan.
Sebab, dalam poin revisi UU Pemasyarakatan keberlakuan PP 99/2012 akan dicabut.
"Sehingga sama saja, jika pembahasan itu berlanjut maka kebijakan pemerintah tetap menguntungkan pelaku korupsi," jelas Kurnia.
Kata Kurnia, usulan Yasonna yang menguntungkan narapidana korupsi bukan pertama kalinya.
ICW mencatat setidaknya selama Yasonna menjadi Menkumham (2015-2020) terdapat delapan pernyataan yang mengarah pada kebijakan untuk mengurangi masa hukuman napi koruptor.
Baca: 18 Narapidana di Malaysia Menjahit APD untuk Tenaga Medis yang Tangani Corona
"Caranya pun beragam, mulai dari revisi PP 99/2012 sampai pada revisi UU Pemasyarakatan," ujar Kurnia.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi memastikan tak akan membebaskan narapidana koruptor sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 akibat kelebihan kapasitas lapas. Ia mengatakan, pemerintah hanya membebaskan narapidana umum yang telah memenuhi syarat.
"Saya ingin sampaikan, napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita. PP Nomor 99 Tahun 2012 tidak ada revisi untuk ini. Jadi pembebasan napi hanya untuk napi pidana umum," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui sambungan konferensi video, Senin (6/4/2020).
Jokowi mengatakan, pembebasan narapidana umum juga dilakukan negara-negara lain untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 . Namun, pembebasan para narapidana umum juga disertai dengan syarat dan pengawasan dari pemerintah.
"Seperti negara lain di Iran membabaskan 95.000, di Brazil 34.000 napi. Negara-negara lain juga. Minggu lalu ada juga pembebasan napi karena memang lapas kita overkapasitas. Berisiko mempercepat penyebaran Covid-19 di lapas kita," kata Jokowi.
Baca: 31.786 Narapidana dan Anak Dibebaskan Untuk Cegah Penyebaran Corona, Tidak Ada Koruptor
Sebagaimana diketahui, Kemenkumham akan mengeluarkan dan membebaskan sekitar 30.000 narapidana dan anak-anak dari tahanan dalam rangka mencegah penyebaran virus corona atau penyakit Covid-19.
Ketentuan itu diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM bernomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Baca: Presiden Jokowi Tegaskan Tidak akan Membebaskan Narapidana Kasus Korupsi
Dalam kepmen tersebut, dijelaskan bahwa salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan itu adalah tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara sehingga rentan terhadap penyebaran virus corona.
"Pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi adalah upaya pencegahan dan penyelamatan narapidana dan anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara dari penyebaran Covid-19," bunyi diktum pertama Keputusan Menkumham tersebut.
Di kemudian hari, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Yasonna menyampaikan rencana merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Hal itu dikarenakan napi koruptor dan narkotika, yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP itu, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain dalam rangka pencegahan Covid-19 di lapas.
"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020).