Jumat, 5 September 2025

Nasib WNI di Kapal Asing

LPSK Kabulkan Permohonan Perlindungan Terhadap 14 ABK Korban Praktik Perbudakan di Kapal Ikan China

LPSK mengabulkan permohonan perlindungan terhadap 14 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia.

Editor: Adi Suhendi
Ist
Menteri luar negeri (Menlu), Retno Marsudi secara khusus menghubungi para ABK WNI kapal Long Xin 629 di Korea Selatan (Korsel), Jumat (8/5/2020) waktu setempat. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengabulkan permohonan perlindungan terhadap 14 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang mengalami perbudakan modern di kapal penangkap ikan Longxing 629 berbendera Tiongkok.

Keputusan diambil dalam Rapat Paripurna Pimpinan (RPP) LPSK yang digelar 8 Juni 2020.

Para korban mendapatkan layanan program Pemenuhan Hak Prosedural, berupa pendampingan pada saat memberikan keterangan dalam setiap proses peradilan pidana serta fasilitasi penilaian restitusi (ganti rugi dari pelaku).

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan, LPSK telah memberi perhatiannya sejak kasus tersebut mencuat ke publik.

Baca: Anak-anak Dilarang ke Kebun Binatang saat New Normal, Sosiolog: Tugas Orang Tua

Pihaknya pun intens membangun komunikasi dengan Bareskrim Polri dan Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI terkait kasus tersebut.

“Sejak awal LPSK menduga kasus ini terkait perdagangan orang” ujar Edwin dalam keterangannya, Selasa (16/6/2020).

Edwin menjelaskan LPSK terlibat dalam proses penjemputan para ABK ini di bandara Soekarno-Hatta, serta melakukan pendalaman informasi kepada 14 korban ABK tersebut di tempat penampungan milik Kementerian Sosial di Jakarta.

“Seluruh korban langsung mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK setelah Bareskrim menetapkan 3 orang agen pengirim ABK sebagai tersangka TPPO” kata Edwin.

Baca: VIRAL Video Kucing Nge-Freeze 10 Menit, Pengunggah Sebut Bukan Kali Pertama, Ini Kejadian Lengkapnya

Dari para korban diperoleh keterangan bahwa mereka awalnya dijanjikan sebagai ABK kapal penangkapan ikan Korea Selatan, mendapatkan gaji dan bonus sesuai perjanjian kerja dan dipekerjakan secara legal.

Namun praktiknya jauh panggang dari api.

Besaran gaji dan bonus yang mereka terima tidak sesuai, mendapatkan perlakuan buruk dalam bekerja, kerja overtime, fasilitas medis yang sangat buruk, hingga konsumsi makanan dan minuman yang tidak layak.

Perlakuan yang mereka dapat berbeda dengan ABK lainnya di kapal tersebut.

14 ABK tersebut di antaranya berasal dari berbagai wilayah di Indonesia mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara (1), dan Maluku Tengah.

12 diantaranya lulusan SMA atau sederajat, 1 lulusan SMP, dan 1 lulusan SD.

Baca: Istana: Presiden Tidak Bisa Intervensi Kasus Novel Baswedan

Halaman
123
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan