Sabtu, 13 September 2025

Komnas HAM Ungkap Respon Pemerintah Terkait R-Perpres Pelibatan TNI Untuk Tangani Aksi Terorisme

Anam mengungkapkan meski Presiden RI Joko Widodo secara langsung tidak memberikan respon namun melalui Menko Polhukam Mahfud MD.

Penulis: Gita Irawan
Tribunnews.com/ Vincentius Jyestha
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkap respon pemerintah terkait surat Nomor 056/TUA/VI/2020 tertanggal 17 Juni 2020 yang pernah dikirimkan Komnas HAM terkait rekomendasi untuk menarik Rancangan Perpres (R-Perpres) Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme.

Anam mengungkapkan meski Presiden RI Joko Widodo secara langsung tidak memberikan respon namun melalui Menko Polhukam Mahfud MD. 

Respon itu, kata Anam, diberikan Mahfud sekira satu minggu lalu. 

Baca: Komnas HAM: Bekal Pengetahuan HAM kepada Prajurit TNI yang Bantu Atasi Terorisme Tidak Cukup

Anam mengatakan saat itu Mahfud menyatakan pemerintah menerima masukan serta substansi surat yang dikirimkan Komnas HAM.

Hal tersebut disampaikan Anam dalam diskusi virtual yang digelar Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia Sulawesi Tengah pada Jumat (21/8/2020).

"Dalam kesempatan terakhir kalau tidak salah satu minggu yang lalu Pak Mahfud mengatakan bahwa ini sedang mendikusikan kembali R-Perpres pelibatan TNI yang salah satunya juga mereka menerima masukan dari Komnas HAM, substansi dari suratnya Komnas HAM juga diperhatikan oleh Pak Mahfud. Jadi di level pemerintah juga ada melakukan proses pembahasan lagi," kata Anam. 

Baca: TNI Tewas Tergantung dan Tangan Terikat, Mertua Ungkap Janji Serda Rusdi saat Ulang Tahun Anaknya

Pada intinya, kata Anam, Komnas HAM membolehkan pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme namun hanya di level penindakan dalam konteks ancaman yang paling serius dan ketika polisi telah gagal. 

Kedua, kata Anam, pelibatan itu dikoordinasikan oleh Polisi.

Ketiga pelibatan itu tidak bersifat permanen yang sifatnya ad hoc ketika dibutuhkan. 

"Jadi ini semacam pasukan khusus, benar-benar dalam konteks tertentu, kepentingan tertentu, kebutuhan tertentu, itu tentara boleh masuk. Kalau tidak, tidak bisa. Itu akan memperusak sistem hukum kita dan memperumit berbagai persoalan," ungkap Anam. 

Kecuali, kata Anam, peradilan militer dievaluasi. 

Hal itu karena menurut Anam satu di antara sejumlah amanat reformasi untuk peradilan militer sekarang ini macet. 

Baca: Dokter TNI: Melihat Wajah Ceria Pasien Sembuh yang Keluar dari RS Wisma Atlet Hilangkan Rasa Lelah

"Jadi kalau ada militer salah satu tentara kita melakukan satu pelanggaran di luar operasi perang dia harus diadili di pengadilan umum. Karena penanganam terorisme itu yuridiksinya adalah yuridiksi umum, bukan yuridiksi militer, kalau ada militer melakukan pelanggaran atau kejahatan itu diprosesnya di pengadilan umum. Mau? Pasti tidak mau. Itu juga rumit," kata Anam. 

Oleh karena itulah Komnas HAM mengirimkan surat kepada presiden dan DPR untuk memikirkan dalam-dalam sebelum menandatangani R-Perpres tersebut. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan