Kasus Djoko Tjandra
Jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra Bersepakat Beri Uang Rp 148 Milliar Untuk Pejabat Kejagung dan MA
Jaksa Pinangki sempat bersepakat dengan Djoko Tjandra untuk memberikan uang sebesar USD 10 juta atau Rp 148 milliar kepada pejabat Kejagung dan MA.
Penulis:
Igman Ibrahim
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya ternyata sempat bersepakat dengan Djoko Tjandra untuk memberikan uang sebesar USD 10 juta atau Rp 148 milliar kepada pejabat di Kejaksaan Agung RI dan Mahkamah Agung RI.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Hari Setiyono mengatakan uang itu diberikan untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait eksekusi Djoko Tjandra dalam statusnya saat itu sebagai terpidana korupsi cassie Bank Bali.
"Terdakwa PSM, Andi Irfan Jaya, dan Joko Soegiarto Tjandra juga bersepakat untuk memberikan uang sejumlah $ 10.000.000 USD kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung guna keperluan mengurus permohonan Fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung," kata Hari dalam keterangannya, Kamis (17/9/2020).
Baca: Kasus Jaksa Pinangki Dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Hari mengatakan kesepakatan tersebut telah tercantum dalam proposal kepengurusan fatwa MA yang dinamakan Jaksa Pinangki sebagai action plan.
Dalam proposal itu, Jaksa Pinangki dijanjikan uang sebesar USD 1 juta atau 14,8 milliar.
"Terdakwa Pinangki Sirna Malasari dan Anita Kolopaking bersedia memberikan bantuan tersebut dan Joko Soegiharto Tjandra bersedia menyediakan imbalan berupa sejumlah uang sebesar $ 1.000.000 USD untuk terdakwa PSM untuk pengurusan untuk kepentingan perkara tersebut," jelasnya.
Namun demikian, Djoko Tjandra baru sempat mengucurkan uang sebesar USD 500 ribu atau Rp 7 milliar kepada Jaksa Pinangki.
Baca: MAKI Sebut Pengusutan Istilah Bapakmu dan Bapakku dalam Kasus Pinangki Sulit Diungkap Kejagung
Uang itu diberikan melalui adik ipar Djoko Tjandra ke Andi Irfan Jaya.
"Djoko Tjandra memerintahkan adik iparnya yaitu Herriyadi Angga Kusuma (almarhum) untuk memberikan uang kepada terdakwa PSM melalui Andi Irfan Jaya di Jakarta sebesar $ 500,000 USD sebagai pembayaran Down Payment (DP) 50 persen dari $ 1,000,000 USD yang dijanjikan," katanya.
Diketahui, proposal action plan itu dipaparkan oleh Jaksa Pinangki, Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking saat menemui Djoko Tjandra di Kantornya yang terletak di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia pada November 2019 lalu.
Baca: Kejagung Klaim Tak Tahu Soal Istilah Bapakmu dan Bapakku Dalam Kasus Jaksa Pinangki
Saat itu, Djoko Tjandra masih berstatus sebagai buronan terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali.
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus bersama Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara Jaksa Pinangki Sirna Malasari kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/9/2020).
"Pinangki Sirna Malasari diajukan sebagai terdakwa ke pengadilan tipikor pada pengadilan negeri Jakarta Pusat dengan dakwaan komulatif yaitu tindak pidana korupsi dan dakwaan tindak pidana pencucian uang," kata Hari Setiyono, Kamis (17/9/2020).
Hari mengatakan Jaksa Pinangki Sirna Malasari kini telah berstatus terdakwa. Jaksa Pinangki didakwa bersama mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya membuat action plan agar Djoko Tjandra lolos dari eksekusi.
Tak hanya itu, Jaksa Pinangki juga didakwa telah menerima duit dari Djoko Tjandra sebesar 500 ribu USD atau Rp 7 milliar sebagai uang muka kepengurusan tersebut. Uang itu juga telah digunakan Pinangki untuk sejumlah kebutuhan pribadi.
"Pelimpahan berkas perkara tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19," pungkasnya.
Dalam dakwaanya, Jaksa Pinangki dijerat dengan pasal berlapis. Di antaranya,
pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsidiair pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketiga, pasal 15 Jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.
Subsidiair pasal 15 Jo. Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.