UU Cipta Kerja
Daftar Gubernur, Bupati, Tokoh Masyarakat, hingga Anggota DPR yang Tolak UU Cipta Kerja
Reaksi dari beberapa pemimpin daerah di Indonesia ada beberapa yang secara terang-terangan mendukung aspirasi demonstran. Siapa mereka?
Penulis:
Malvyandie Haryadi
Anies bilang, aspirasi tersebut akan disampaikan Jumat (9/10/2020) esok hari dalam sebuah pertemuan.
Selain gubernur, penolakan UU Cipta Kerja juga disampaikan sejumlah kepala daerah tingkat II, yakni:
- Bupati Bandung Barat Aa Umbara
- Bupati Bandung Dadang M Naser,
- Wali Kota Sukabumi Ahmad Fahmi,
- Bupati Subang H Ruhimat,
- Bupati Garut Rudi Gunawan,
- Bupati Tegal Umi Azizah,
- Bupati Limapuluh Kota Irefendi Arbi
- Wali Kota Malang Sutiaji
Tokoh
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj
Kiai Said menilai UU Ciptaker hanya menguntungkan satu kelompok saja. “Hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor. Tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil,” katanya.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia ( MUI) Anwar Abbas
Anwar mendorong Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ( Perppu) untuk mencabut dan menggantikan omnibus law UU Cipta Kerja.
Hal ini disampaikan merespons masifnya penolakan masyarakat terhadap Undang-Undang yang baru disahkan itu.
"Sebaiknya Presiden mengeluarkan Perppu sebagai pengganti dari UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan ini agar rakyat dan masyarakat luas bisa hidup kembali dengan aman, tenang dan damai, apalagi negeri ini sekarang sedang dilanda Covid-19," kata Anwar yang juga Ketua PP Muhammadiyah, kepada Kompas.com, Kamis (8/11/2020
Anwar memahami bahwa UU Cipta Kerja dinilai lebih menguntungkan investor dan pengusaha serta sangat mengabaikan nasib buruh, karyawan, masyarakat dan lingkungan hidup.
Fadli Zon
Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon menilai, UU Cipta Kerja tidak tepat sasaran dalam menjawab persoalan hambatan investasi di dalam negeri.
Mengutip data World Economic Forum (WEF), Fadli memaparkan kendala utama investasi di Indonesia adalah korupsi, inefisiensi birokrasi, ketidakstabilan kebijakan, serta regulasi perpajakan.
"Tapi yang disasar omnibus law kok isu ketenagakerjaan? Bagaimana ceritanya? Jadi, antara diagnosa dengan resepnya sejak awal sudah tak nyambung," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (7/10/2020).
Menurutnya, pekerja/buruh yang saat ini dalam posisi sulit akibat dampak pandemi Covid-19 kian terpojok.